Byurr!
Semua orang terkejut ketika salah satu dari mereka tiba-tiba saja terjun ke sungai. Dia adalah Kameswara. Serentak semuanya bersiap dengan senjata masing."Uedan, siapa yang nekad?""Tidak tahu, tidak ada yang lihat!""Sepertinya dia yang hendak menyeberang!""Semuanya siap, begitu muncul langsung hajar!""Baik!"Kameswara sudah memperhitungkan, dia tidak terjun tepat di atas mulut buaya yang menganga, tapi agak jauh di depan.Si buaya yang hendak melompat ke atas menjadi berubah lurus. Lompatannya sangat cepat mungkin karena ukurannya yang besar sehingga tenaganya juga besar.Gerakan di darat dan di dalam air akan berbeda yaitu lebih lambat karena ada tekanan air. Begitu juga Kameswara, kalau tidak segera mengusap bahu kirinya mungkin sudah dicaplok buaya itu.Si buaya tampak bingung ketika mulutnya tidak merasakan mangsa yang dia gigit tadi. Gerakannya terhenti. Bola matanya tampak berOrang-orang di sekitar sungai dikejutkan dengan kemunculan Kameswara dari dalam air dalam keadaan tidak terluka sedikit pun."Itu dia!""Iya!""Wah, dia selamat!"Orang-orang itu berkerubung di pinggir sungai demi melihat Kameswara. Ada yang senang ada juga yang heran."Sudah aman sekarang!" seru Kameswara. "Sudah bisa menyeberang lagi,""Benarkah yang kau katakan?""Lalu bagaimana dengan buaya itu?""Sudah mati!""Di mana mayatnya?""Tunggu saja, dia masih terkapar di dasar. Nanti juga akan mengapung dengan sendirinya!""Wah, hebat! Ternyata kau seorang pendekar yang hebat!"Seketika suasana jadi geger. Banyak yang memuji-muji Kameswara. Apalagi ketika mayat buaya itu muncul terapung di air. Ramai-ramai orang menariknya ke daratan lalu dipotong-potong tubuhnya.Beberapa saat kemudian Kameswara sudah menyeberang dengan kudanya. Beberapa orang menahannya hendak memberi
Seketika prajurit yang menyamar tidak bisa bergerak. Seperti ada sesuatu yang tak kasat mata menghimpit badannya, tapi dia masih bisa bernapas dengan lancar.Sanjaya pindah duduk di sebelahnya. Dia tersenyum ramah kepada orang ini. Namun, dalam hati prajurit yang menyamar ini kebat kebit ketakutan. Orang ini berusaha bersikap biasa saja."Pakaianmu bagus, apa kau seorang pejabat?" tanya Sanjaya masih dengan senyum ramah."Bukan,""Oh, saudagar atau pedagang besar!""Bukan juga!""Atau mungkin ayahmu yang pejabat, saudagar atau pedagang besar!""Aku hanya orang biasa,""Bajumu terlalu bagus untuk orang biasa!" Tatapan Sanjaya penuh selidik, tapi tetap mengulas senyum.Si prajurit yang menyamar tampak kikuk. Meski sudah berusaha tenang, tapi tetap saja sorot matanya tak bisa disembunyikan."Aku bekerja pada pedagang besar. Pakaian ini pemberian sebagai hadiah karena aku rajin dalam bekerja." Akhi
Yang mereka lihat adalah Kameswara yang sedang tersenyum miring. Keadaannya tampak biasa saja, tidak ada luka atau hal buruk lainnya.Lalu mereka menoleh ke arah Kameswara yang tergeletak di jalan. Terkejut lagi, di sana sudah tidak ada siapa-siapa. Hanya ada dua belas anak panah tergeletak masih bersih tanpa ada noda darah.Mereka yang salah lihat atau ini cuma halusinasi? Semuanya tak bisa dipikirkan dengan tenang. Terlalu aneh dan membuat mereka ketakutan.Jangan-jangan Kameswara menggunakan ilmu hitam. Akhirnya tiga anak buah Rana Surya langsung ambil langkah seribu karena tidak mau mati konyol."Hei, kenapa kalian lari!" teriak Rana Surya. Sebenarnya dia juga meleleh nyalinya, tapi dia pura-pura tegar."Rupanya kau sudah jadi antek Purbasora!" hardik Kameswara pelan."Jangan lancang, kau!""Oh, apa peduliku. Si licik itu tidak akan lama menjadi junjunganmu. Kau mau berlindung kepada siapa lagi?""Kau akan m
Dari dalam ruangan muncul dua orang yang menjadi junjungan mereka yang ada di sini. Semuanya segera menjura termasuk Kameswara. Dua orang ini tidak lain Sanjaya dan Tejakancana."Ini hanya salah paham saja," ujar Rahyang Jamri, nama lain dari Sanjaya. "Dia adalah perwira Mataram yang aku bawa ke sini. Dia tamu, jadi kemungkinan belum tahu tempat ini!"Para prajurit yang sudah mengepung segera mundur kembali."Maafkan atas kelancangan hamba, Gusti!" ucap Kameswara."Tidak apa-apa, kau baru datang ke sini mungkin ingin jalan-jalan melihat-lihat,""Begitulah, Gusti. Hamba permisi!"Setelah menjura Kameswara berbalik lalu kembali ke kamarnya. Si dayang cantik menatap punggung Kameswara dengan sinis."Tamu tidak sopan!" gumam si dayang cantik sangat pelan, suaranya ditutupi oleh gesekan pedang yang dimasukan ke warangkanya.***Di ruang pribadi raja.Sanjaya menceritakan apa yang menimpa terhadap ay
"Dasar tidak punya sopan santun!" dengkus si dayang cantik begitu tahu siapa yang datang.Dia tidak akan heran dengan cara kedatangan pemuda yang tak lain adalah Kameswara ini. Karena sejak kejadian sore tadi dia sudah tahu tentang Kameswara dari junjungannya."Benarkah, aku kira sudah datang dengan baik-baik,""Baik-baik apanya!" sentak si gadis. "Dasar pendekar liar!"Meski si dayang cantik ini tampak ketus dan dingin, tapi Kameswara tetap tersenyum."Siapa namamu?" tanya Kameswara sok akrab.Si dayang cantik memandang Kameswara dengan mata nyureng. Merasa aneh dengan sikap pemuda ini."Ada yang salah?" tanya Kameswara lagi."Apa begitu penting menanyakan namaku?" Padahal dalam hati bersorak. Baru pertama kali ada seorang lelaki yang bertanya namanya langsung."Penting, lah. Untuk melengkapi hidupmu yang kesepian!" ujar Kameswara.Si gadis terperanjat. Bisa-bisanya pemuda ini bicara begitu, t
Kameswara tidak menyangka ternyata Tantri Wulan diajak serta juga. Apa gadis itu yang memintanya atau Sanjaya sendiri yang mengajaknya."Dia sudah lama di dalam istana. Ada baiknya diajak berpetualang ke luar dan agar kau juga tidak kesepian," jelas Sanjaya kepada Kameswara yang membuat pemuda ini jadi kikuk.Kameswara melirik gadis itu, ternyata Tantri Wulan balas menatapnya dengan seulas senyum tipis. Belum lama berkenalan, tapi mengapa sepertinya Sanjaya sudah tahu banyak."Ayo, jalan!" Sanjaya menggebah kuda duluan. Berjalan sedang tidak terlalu cepat.Yang lain segera menyusul. Kameswara dan Tantri Wulan di barisan paling belakang. Terlihat ada kecerahan di wajah si gadis. Seperti orang yang menemukan kebebasannya kembali.Sanjaya bukannya tidak tahu kondisi hati Kameswara yang sedang patah hati karena kekasihnya direbut putranya. Dia ingin membayar kesedihan Kameswara dengan kebahagiaan.Semalam sang calon raja ini tidak se
Pada saat itulah orang baju hitam ini melihat celah. Kesempatan ini dia gunakan untuk kabur. Segera saja dia pergunakan ilmu meringankan tubuh. Melesat meninggalkan pengepungnya."Sialan!""Kurang ajar!""Jurig edan!""Kejar dia, jangan sampai lolos!"Serentak saja para pendekar bayaran pemburu Pustaka Ratuning Balasarewu itu berhamburan mengejar.Sanjaya hanya menarik napas panjang melihat semua itu. Masih jauh ke tempat tujuan sudah geger seperti ini. Beginilah kalau benda berharga diperebutkan."Aku ada usul, Gusti!" kata Widuri."Katakan,""Untuk mengelabui mereka, kita berjalan secara berjauhan, tapi tetap dalam jangkauan seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka akan cepat datang membantu,"Cara ini pernah dilakukan dulu ketika hendak ke gunung Manglayang. Nyai Mintarsih yang membuat cara ini."Benar," timpal Arya Soka langsung begitu ingat hal ini dulu."Bol
Tidak ada rahasia yang selalu tertutup rapat. Ada saja celah yang membuatnya bocor. Termasuk keberadaan Pustaka Ratuning Balasarewu.Entah bagaimana asalnya, kini kitab yang berisi taktik berperang itu telah terendus. Namun, hanya sedikit saja yang tahu.Termasuk dua kelebat bayangan dari arah yang berlainan melesat cepat menaiki lereng menuju puncak gunung Sawal di saat hari sudah gelap.Dua sosok itu seperti cahaya hitam diantara pekatnya malam. Bertemu di satu titik. Mungkin hanya kebetulan saja dua orang ini berkelebat bersamaan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang paling handal.Tak berapa lama dua kelebatan itu kini saling bertemu di puncak."Siapa kau, apa tujuanmu kesini?"Salah satunya menyapa duluan dengan nada keras. Seorang lelaki kira-kira berumur tiga puluh tahun dengan wajah kotak berhias kumis tipis, rambut diikat dengan kain penutup warna hitam serupa dengan pakaiannya."Lalu kau sendiri siapa, unt
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay