Home / Paranormal / LEAK / PERTARUNGAN MALAM

Share

PERTARUNGAN MALAM

last update Last Updated: 2021-05-29 15:09:42

Dalam perjalanan pulang, mereka akan menyempatkan diri mampir ke rumah seorang teman kerja Ni Luh Dewi.

Kebetulan hari ini, sang teman lain sif dengan Ni Luh Dewi. Sang teman masuk sif pagi, biasanya pulang jam tiga sore. Di tengah perjalanan Ni Luh Dewi merajuk pada sang suami.

"Bli Mang, simpang ke warung Bu Oki, ya ... ya?"

"Dekat toko Nirmala, situ?"

"Ya, Bli ... lapar nih."

Akhirnya motor yang mereka kendarai belok kiri masuk gang menuju Warung Bu Oki.

Komang Wiratama mencari tempat parkir yang teduh. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul empat sore, panas masih terasa menyengat.

Banyak pasang mata mengamati kedatangan dua sejoli ini. Maklum saja tampilan visual pasangan ini mirip artis.

Komang Wiratama adalah pria maskulin, berpostur tubuh seratus delapan puluh lima sentimeter, ditopang bentuk tubuh proposional, ditunjang raut wajah mirip artis India Siddhrath Shukla. Adalah pasangan serasi bagi Ni Luh Dewi yang tinggi  badan sekitar seratus tujuh puluh sentimeter. Bentuk tubuh tinggi semampai, dengan pinggul besar, dada membusung indah layaknya penari janger. Wajah mirip banget artis Velove Xevia. Pengunjung warung dibuat terkesima oleh mereka.

Mereka memesan menu yang sama. Nasi campur khas menu Bali, potongan ayam betutu, sate lilit, telur pindang, ayam sisit, plecing kacang panjang, kacang tanah goreng dan sambal matah.

Saat mereka menikmati makanan, seorang pria separuh baya menghampiri mereka.

"Om Swastyasthu, Mang, Luh ... adi tumben, tepuk dini."

Komang Wiratama serta istri segera mendongak ke arah pria tersebut.

"Om Swastyasthu, hei Pak Yan. Mari gabung makan sini." Komang menjawab sambil berdiri, menggeser letak kursi untuk Pak Wayan Lana. 

Mereka bertiga adalah teman satu managemen di Alila Villa, Uluwatu.

Sebelum Komang resign setahun yang lalu.

"Saya ikutan ngobrol aja ya, ni tadi barusan bungkus lauk, untuk dimakan di rumah."

"Pak Yan, tadi rencana tyang ma Bli Mang, akan pergi ke rumah Pak Yan. Kebetulan tepuk dini," ucap Ni Luh Dewi.

"Mari, setelah ini mampir ke rumah!" ajak Pak Wayan.

"Lain waktu aja, Pak Yan ... biar bisa agak lama main di sana. Tyang mau nitip surat izin tidak masuk kerja," ucap Ni Luh Dewi sambil mengeluarkan amplop putih dari tas.

Wanita berparas cantik ini laku menyodorkan amplop putih pada Pak Wayan Lana.

"Kamu sakit apa, Luh?" tanya Pak Wayan Lana sembari melihat stempel Bidan Yeti di sampul amplop.

"Tyang hamil, Pak Yan ... sering mual."

"Astungkara, selamat ya ... Luh, Mang." Pak Wayan mengulurkan tangan pada pasutri di depannya.

Teringat dengan dirinya sendiri yang sudah sepuluh tahun menikah, belum mendapat titipan dari Sang Hyang Widhy Wasa.

"Suksma Pak Yan, semoga segera menyusul kami, ya," balas Komang Wiratama.

"Semoga, terima kasih doanya," jawab Pak Wayan Lana.

"Oh ya, tyang pamit pulang dulu ya," ucap Pak Wayan Lana.

"Sebentar Pak Yan, tunggu di sini sebentar. Tyang ada sesuatu untuk Pak Yan."

Ni Luh Dewi beranjak dari kursi menuju tempat parkir. Sebuah kresek diambil dari motor, begitu di dalam, kresek ditaruh di depan Pak Wayan Lana.

"Pak Yan, ini ada jeruk. Tolong bawa pulang, ya! Tyang mual mencium baunya."

"Gek, ini jeruk yang tadi, kan? Oh ya, Pak Yan tadi waktu di tempat Bu Bidan, kami diberi jeruk oleh Dadong dagang canang. Jeruk dalam kemasan, jeruk import." Komang Wiratama menjelaskan sambil memperlihatkan jeruk dalam kresek.

"Dadong dagang canang, maaf ... yang matanya juling?"

"Ya, Pak Yan benar. Bapak kenal?" tanya Ni Luh Dewi penasaran.

"Dia tetangga saya. Kata istri saya, Dadong ini punya ilmu leak," jawab Pak Wayan Lana. Dirinya tak mungkin mengungkap identitas si Dadong yang kebetulan adalah masih kerabat sang istri.

Pak Wayan Lana menceritakan tentang Dadong dagang canang yang oleh warga di desanya dipanggil Dadong Canangsari.

Tiap ada orang hamil Dadong selalu baik hati, suka memberi makanan pada ibu hamil. Seminggu yang lalu, ada tetangga yang kehilangan janin setelah siangnya diberi buah pisang oleh Dadong tersebut.

Kemudian Pak Wayan Lana memberi nasihat pada Komang dan istri agar lebih berhati-hati. Tidak sembarang makan pemberian orang asing.

"Oops ... Meme Dewa Ratu!  Hampir saja," ucap Ni Luh Dewi terkejut sembari menutup mulut. Wajahnya seketika pucat pasi, dipegangnya perut yang mulai mengeras sekarang.

Sang suami segera memeluknya. Semua yang dijabarkan Pak Wayan Lana, sungguh membuat mereka terkejut.

"Tenang, Luh! Kita punya Sang Hyang Widhy Wasa, kamu hapal Gayatri Mantram, kan?"

"Hapal, Pak Yan," sahut Ni Luh Dewi.

"Mang, kamu hapal juga, kan?"

Komang mengangguk.

"Lantunkan mantra itu saat pagi dan saat menjelang malam, agar kalian terlindungi dari kekuatan jahat."

"Suksma, Pak Yan."

"Suksma Mewali, saya pamit duluan, ya."

Mereka berjabat tangan. Pak Wayan Lana segera beranjak dari tempat tersebut.

Komang Wiratama dan Ni Luh Dewi melanjutkan menyantap makanan mereka.

Mereka sedikit tenang setelah dikasih saran oleh Pak Wayan Lana. Setelah melakukan pembayaran, mereka beranjak pulang.

Dalam perjalanan pulang, Ni Luh Dewi tak henti-hentinya mengucap terima kasih pada Sang Hyang Widhy Wasa, tidak jadi menyantap jeruk pemberian Dadong Canangsari.

Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit, mereka sampai di kontrakan.

Komang Wiratama menghentikan motor tepat di depan teras, sang istri pelan-pelan turun dari boncengan.

Ni Luh Dewi membuka pintu. Begitu sampai di dalam segera mengempaskan tubuh di atas sofa. Sambil menunggu sang suami masuk. Rasa kantuk sudah tidak dapat ditahan Ni Luh Dewi, tadi sewaktu di warung sempat minum obat dari Bu Bidan. Ketika Komang Wiratama masuk demi melihat sang istri telah terlelap di sofa, hanya menggelengkan kepala. 

Komang segera masuk kamar mandi, membersihkan diri sekaligus berganti baju untuk melaksanakan persembahyangan Puja Trisandya.

Setelah selesai mandi, perlahan dia mendekati sang istri. Duduk bersimpuh di dekatnya, menyentuh lembut pipi sang istri.

"Gek, mandi dulu, biar segar. Kita sembahyang bareng."

Ni Luh Dewi menggeliat sebentar, menoleh ke arah sang suami.

"Bli Mang, udah siap sembahyang, jam berapa sekarang?"

"Sudah jam enam, cepat mandi! Bli Mang siapin canangnya."

Dengan langkah gontai, Ni Luh Dewi melangkah ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Ni Luh Dewi masuk ke kamar tidur, untuk berganti baju. Komang Wiratama menghidupkan DVD, tak lama kemudian Gayatri Mantram mengalun lembut memenuhi seisi ruangan. 

Rasa damai dan tenang dirasakan hati Komang, hingga tak menyadari sang istri sudah berdiri tegak di sampingnya.

Beriringan mereka menuju Sanggah untuk melakukan Persembahyangan Puja Trisandya, disusul kemudian melantunkan Gayatri Mantram.

Sekelebat bayangan hitam hadir dari balik pagar, tapi tak mampu menerobos masuk pelataran rumah, hawa magis dari Puja Trisandya disusul disusul dengan Gayatri Mantram, telah melemahkan kekuatan bayangan hitam.

Om bhur bhuvah svah,

Tat savitur varenyam,

Bhargo devasya dhimahi,

Dhiyo yo nah pracodayat.

***

Jejak kaki :

*Simpang = Mampir

*Adi tumben, tepuk dini = Wah tumben, ketemu di sini

*Astungkara = Ucapan pengharapan

*Tyang = Saya

*Dadong dagang canang = Nenek penjual canang

*Gayatri Mantram = Doa pelindung

*Puja Trisandya = Doa pemujaan untuk Tuhan

*Sanggah = Tempat persembahyangan untuk kasta biasa

Related chapters

  • LEAK   TERLUKA PARAH

    Bayangan hitam memutar mencari celah untuk masuk ke pelataran rumah. Alunan Gayatri Mantram mengalun, menggema, merasuki setiap inci pelataran serta setiap sudut ruangan. Embusan napas serta setiap lafal mantra yang terucap dari kedua insan adalah angin suci berisi untaian kidung pemujaan pada Sang Hyang Pemilik Hidup. Bayangan hitam menggeliat, mengejang tak mampu melewati pagar pembatas yang tercipta oleh alunan Gayatri Mantram. Semakin kuat, dia mencoba menerobos, semakin kuat pula jala alunan Gayatri Mantram mengempas, menghentakan. Bayangan hitam melesat tinggi menggapai arah genting rumah. Dia tak mampu menerobos kekuatan suci Gayatri Mantram. Kekuatan mantra laksana jala raksasa yang mencengkeram erat, menutup seluruh pelataran serta rumah. Akhirnya sang bayangan terempas keras, seluruh sendi-sendi kekuatan magisnya remuk. Dia menggeliat, menggelepar dan raib terbawa embusan angin, menyisak

    Last Updated : 2021-05-30
  • LEAK   SETIA SAMPAI AJAL

    Serangan angin hanya melanda kamar mereka saja. Aneh bin ajaib. Sungguh kekuatan setan mampu membuat nyali ciut bagi orang-orang yang tak beriman."Alhamdulillah, Bu! Sudah reda anginnya. Ayo, buka mata!" Pria tersebut menepuk halus pipi istrinya yang masih diliputi perasaan khawatir. Wanita itu baru berani membuka mata, setelah tahu angin sudah menghilang, dia langsung sujud syukur sambil terisak-isak. Allah masih melindungi mereka.“Alhamdulillah! Terima kasih, Ya Allah! Pak kita selamat," ucapnya sambil menyeka buliran bening dari kedua sudut mata serta pipi. Mereka berpelukan, merasa lega, terlepas dari serangan angin setan.Tetangga Indekos mendatangi kamar mereka. Suara angin ribut serta suara hentakan pintu kamar yang diterjang oleh angin, mendatangkan rasa penasaran mereka. Di antara orang-orang yang berkerumun, terdapat pasangan yang baru saja kehilangan janin secara gaib dua minggu lalu.

    Last Updated : 2021-05-30
  • LEAK   MUSNAH DITELAN BUMI

    Kobaran api yang membumbung tinggi dan suara petir yang menggelegar, menarik perhatian warga sekitar, termasuk penghuni kompleks indekos. Warga berhamburan ke tempat kejadian, begitu sampai di tempat bekas kebakaran, mereka hanya mampu tertegun.Kediaman Dadong Canangsari hanya menyisakan puing-puing berserakan beserta bara api. Warga bergotong royong memadamkannya.Anehnya, bara api hanya membumi hanguskan bangunan rumah saja, tak sampai merembet ke tempat lain. Ketika api sudah mulai padam, terdengar jeritan seorang wanita.“Bik Tut, Bik Tut ... apa yang terjadi?”Rupanya Ni Wayan Kesumasari yang baru saja datang dari bepergian, terlihat terkejut melihat musibah yang dialami bibiknya. Wanita itu tak menyangka nasib Dadong Canangsari akan setragis itu.Akhirnya, berdua dengan Wayan Lana-- suaminya-- dibantu oleh warga berusaha mencari keberadaan jasad Dad

    Last Updated : 2021-05-31
  • LEAK   SANG PEWARIS ILMU

    Kejadian ini terjadi beberapa hari sebelum jasad Dadong Canangsari menghilang dalam musibah kebakaran yang menimpa rumah wanita renta itu. Telah beberapa malam wanita renta tersebut mengalami mimpi yang mengerikan dan selalu dengan mimpi yang sama. Wanita itu telah merasa hal tersebut adalah sebuah firasat jika waktunya telah dekat. Sang Dadong merasa sudah saatnya mempersiapkan segala urusan termasuk mempersiapkan calon penerus ilmu.Dari pagi buta dia sudah mempersiapkan barang dagangan sekalian menyisakan beberapa canang dan tambahan untuk ritual nanti malam di rumah Wayan Suri, anaknya. Dia berencana meminta tolong keponakannya untuk mengantar ke Denpasar.Sesaat sebelum Dadong Canangsari akan pergi ke pasar untuk berjualan canang tak sengaja bertemu keponakannya. Ni Wayan Kesumasari lewat tepat di depan rumah Dadong Canangsari. Mereka masih saudara dekat, Ni Wayan Kesumasari adalah anak dari kakak perempuan Dadong Canangsari. Begitu mel

    Last Updated : 2021-06-01
  • LEAK   PERTEMUAN MEMBAWA TANYA BESAR

    Kepergian Dadong Canangsari meninggalkan tugas untuk keturunannya. Sebuah ilmu harus diemban, tapi siapakah yang telah menerima ilmu tersebut? Cahaya yang keluar sesaat setelah tubuh Dadong Canangsari tewas telah menemukan raga yang lain. Tak ada yang tahu, siapa yang telah menerima ilmu tersebut.Wayan Suri, putri Dadong Canangsari tak merasa kemasukan cahaya ilmu tersebut. Tak juga dirasakan oleh Kesumasari, keponakan Dadong. Kedua wanita dalam garis keluarga itu saling bertanya.Ke manakah cahaya kuning ilmu tersebut?Sejenak kita melangkah, menilik masa lalu kehidupan Dadong Canangsari.Saat itu di usia dua puluh tahun, Dadong Canangsari merantau ke Jawa karena perpindahan tempat kerja. Perusahaan ekspedisi tempat dia bekerja membuka cabang baru di salah satu kota besar di Jawa. Setahun bekerja di sana, Dadong Canangsari muda, kala itu masih memakai nama gadis, I Ketut Sulastri, menjalin hu

    Last Updated : 2021-06-03
  • LEAK   PEWARIS ILMU DAN CALON MANGSA

    Setelah ritual khusus dilakukan, mereka duduk berhadapan. Hanya debaran jantung dan tarikan napas yang terdengar, kadang berirama kadang memburu, mengikuti alur pikiran masing-masing. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Ni Kesumasari sebagai saudara tertua mulai bersuara.“Ningsih, Suri, sekarang kalian bersiap menerima ilmu warisan meme kalian. Persiapkan jiwa raga. Takdir tak bisa ditolak, inilah garis keturunan kita.”“Mbok Yan, seumpama aku yang dapat warisan ilmu, bisakah aku jalani dari Tanah Jawa?” tanya Ningsih dengan tatapan mata penuh selidik, beberapa kali wanita itu membenahi letak kamben dan kebayanya. Maklum saja, dia belum terbiasa dengan busana tersebut. Bu Lana tersenyum geli melihat tingkah sepupunya ini.“Ken ken? Nggak bisa begitu, Mbok,” timpal Wayan Suri sembari memegang jemari tangan kakak perempuannya. Seketika Ningsih menyambut erat genggaman sang adik, sea

    Last Updated : 2021-06-04
  • LEAK   KEBOHONGAN MEMBAWA MAUT

    Bu Lana telah sadar seperti semula, dengan perubahan wajah, tubuh dan kulit yang lebih kencang dari sebelumnya. Ningsih dan Wayan Suri semakin penasaran dengan perubahan yang telah dialami sang mbok. Sungguh takjub dengan perubahan yang secepat kilat tersebut, hanya perlu waktu semalam saja.“Mbok, ke mana aja? Kami takut, rohmu tak kembali lagi. Sudah mirip mayat, pucat, denyut nadi pun lemah. Tahu-tahu mbok siuman, mulut belepotan darah. Kami ngeri, akhirnya jadi senang, terlihat jadi lebih muda, lebih cantik. Ngapain aja sih, Mbok?” tanya Wayan suri yang memang lebih bawel dibanding Ningsih, sang kakak.Bu Lana hanya tersenyum, menanggapi pertanyaan Wayan Suri. Hatinya sedang berbunga-bunga, harapan selama ini tercapai sudah. Dalam hati sangat berharap bahwa dirinyalah yang akan menjadi pewaris ilmu. Sekarang harus segera menyusun kata-kata untuk menyampaikan hal tersebut pada suaminya. Tak mungkin bisa disembunyik

    Last Updated : 2021-06-04
  • LEAK   ADA YANG LAIN

    Setelah menempuh perjalanan satu jam karena macet, sampailah mereka di kediaman Wayan Suri. Situasi lingkungan rumah Wayan Suri yang asri masih dikelilingi areal persawahan membuat Ningsih merasa nyaman, serasa di kota asalnya di Jawa.Tak ingin berlama-lama Bu Lana segera mengajak suaminya pergi keliling kota mencari oleh-oleh untuk Ningsih yang akan pulang kampung besok. Sayang, saat mengajak kedua sepupunya, mereka tak mau. Ningsih dan Suri ingin segera istirahat karena semalaman sudah begadang. Hal tersebut tak dirasakan oleh Bu Lana.Dalam perjalanan, Pak Lana tak henti-hentinya mencuri pandang pada sang istri. Pria itu sangat heran dengan perubahan yang terjadi pada tubuh terutama wajah istrinya. Perawatan macam apa yang telah dilakukan istrinya dengan para sepupu?Hanya dalam waktu singkat, wajah yang mulai menua berganti rupa dengan kulit kencang. Bentuk tubuh pun berubah dratis, dari yang semula kendor, daging b

    Last Updated : 2021-06-04

Latest chapter

  • LEAK   DADONG DATANG MENUNTUT BALAS

    “Jangan pura-pura! Sengaja betulin rumah Dadong untuk ambil alih, kan. Kami tau tipu muslihatmu, Nak Jawa!” Pria berkulit gelap ini berteriak berapi-api.“Kami? Dugaan kalian sekeluarga salah! Tanah itu milik Dadong dari gadis. Sebelum menikah dengan dengan suaminya,” ucap Ni Kesumasari dengan hati-hati lalu melanjutkan, “itu memang hak anak-anak kandungnya, meski wanita. Putu Adi telah dapat bagian setelah bapak angkatnya meninggal. Kemana itu? Kalian jual!”Ni Kesumasari kini tak dapat menahan emosi juga. Ia marah dengan keserakahan keluarga yang didatanginya. Putu Adi yang diangkat jadi anak sentana begitu mendapat harta warisan kembali ke keluarga asal.Ia dibujuk keluarganya untuk menjual harta tersebut tanpa menghiraukan upacara keluarga dan kehidupan Dadong Canangsari. Kini, bapaknya masih ingin menguasai tanah milik Dadong pula.Pria tukang judi ini telah menghabiskan harta peninggalan suami Dadong untuk b

  • LEAK   MAK NAH PEMBAWA WASIAT

    “Astaghfirullah! Dari darah?”Semua yang ada di situ terkejut mendengar penjelasan dari Ni Kesumasari. Mereka terkesima sekaligus ngeri saat melihat warna merah pada tenun tersebut. Seketika bayangan mereka melayang sibuk mereka-reka cara mendapatkan darah untuk proses membatik.“Apa pun itu, yang penting dengan kamen ini Mak Nah telah dipercaya Bik Tut untuk menyelesaikan masalah kita sekarang,” kata Ni Kesumasari menatap ke arah Mak Nah.“Insyaallah Mak Nah bantu sebisanya. Tapi, gimana caranya, Mbok Yan?” tanya Mak Nah.Semua saling pandang, termasuk Mak Nah dan Lek Dirman yang diberi barang wasiat oleh Dadong Canangsari.“Setau tyang, tinggal pake aja, Mak. Oh, ya. Bungan sandat selipkan di atas telinga kiri dan sunggar di bagian rambut depan. Sayang, gak ada kebaya Meme,” ucap Wayan Suri dengan nada menyesal.“Mbok Yan ada warisan kebaya dari Bik Tut.”“Wah bisa ke

  • LEAK   KEJADIAN ANEH TERSIRAT PESAN

    Hingga mobil sampai rumah pun, belum ada sepatah kata dari mereka. Bang Deni memarkirkan mobil di luar gerbang karena ia harus segera berangkat kerja.Pria ini berniat ke kebun belakang ingin memastikan penglihatan sebelum berangkat ke rumah Bik Mang tadi. Rasa penasaran yang memenuhi otaknya sepanjang perjalanan barusan.Tiga wanita bersaudara telah melangkah meninggalkan mobil lalu menuju dapur. Mereka kehausan, lebih tepatnya efek dari rasa kecewa telah mengeringkan tenggorokan dan dada. Mak Nah melihat mereka dengan rasa penasaran.“Gak ketemu lagi?”“Bukan gak ketemu. Ia sengaja sembunyi, Mak,” kata Ni Kesumasari bisa dibilang sebuah keluhan lalu mengambil botol mineral dari dalam kulkas.“Maaf, kalo boleh Mak Nah tau. Ada masalah apa?”“Oh, iya. Mak Nah belum tau ini. Bik Mang mencuri sunggar emas Bik Tut dan juga sebagian kulitnya diiris,” jawab Ni Kesumasari sambil menahan rasa sesak.

  • LEAK   SOSOK MISTERIUS DI KEBUN BELAKANG

    “Bang, aku harus segera ke Bik Mang, “ucap Ni Kesumasari sambil meminum teh hangatnya. “Yang penting harus segar dulu. Entar Abang yang antar,”sahut Bang Deni sambil berdiri. “Mau ke mana, Bang?” tanya sang calon istri. “Mau minum kopi. Tadi Abang taruh di meja depan sambil nunggu kalian siuman,” jawab pria berambut lebat ini sambil berlalu. “Mak Nah permisi ke dapur dulu. Tadi bawa pisang, mau bikin pisang goreng.” “Enak itu, Mak. Perlu bantuan?” “Gak usah, matur nuwun. Mbak Ning, rehat dulu. Barusan siuman juga,” ucap Mak Nah menepuk bahu Ningsih lalu balik badan lalu keluar kamar. Kini tinggal tiga bersaudara saling menatap dan segera tersenyum begitu menyadari bahwa mereka saling menunggu untuk berbicara duluan. “Okey, Mbok Yan yang ngomong dulu. Bisa jadi Bik Mang telah dapat darah kita buat ritual.” “Adi, Mbok Yan ngomong keto?” “Kamu gak diberitahu Bik Tut?” “Gak tuh, Mbok,” jawab Wa

  • LEAK   LEBIH SEKADAR PENCURIAN ILMU

    Polisi segera membuat garis kapur di TKP. Para petugas mengambil beberapa foto di tempat tersebut. Pak Lana, Lek Dirman, Bang Deni, dan kedua tukang ikut ke kantor polisi untuk diminta keterangan.Setelah kepergian para aparat dan kelima pria ke kantor polisi, ketiga wanita berembuk secara serius.“Suri, kira-kira siapa?”“Kok aku yang ditanya Mbok Yan?”“Lah iyalah. Secara, kamu yang lebih peka dibanding kami,” sahut Ningsih sambil senyum meledek ke arah sang adik.“Sejak awal aku menduga, Bik Mang.”“Mbok Yan juga,” timpal Ni Kesumasari lalu berpaling ke arah Ningsih.“Aku belum pernah ketemu Bik Mang. Kemarin diajak Suri ke sana juga gak ketemu.”“Mbok Ning udah liat orangnya. Di Labfor Polri kemarin itu,” ucap Wayan Suri mengingatkan kakaknya.“Oh ya. Mbok baru ingat sekarang. Bik Mang sempat bantuin masak di sini dan juga semba

  • LEAK   MISTERI JASAD JANIN DI BEKAS SANGGAH

    Ada apa dengan keluarga Bik Mang?Semoga Bik Mang belum sempat mempraktekkan ilmu itu.Sejak kapan mereka tahu cara curi ilmu?Ni Kesumasari semakin pusing dengan berbagai pertanyaan yang menumpuk satu persatu dalam benak. Ia belum bisa menemukan jawaban hingga mobil yang mereka tumpangi meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu, Wayan Suri belum beranjak meski Bang Deni telah memberi kode klakson.Mobil semakin menjauh, justru motor Wayan Suri semakin mendekat ke arah hutan. Ia melihat bayangan seseorang melangkah di antara pohon-pohon jati.Bayangan itu pasti salah satu dari anggota keluarga Bik Mang, batin wanita berpinggang ramping ini.Wayan Suri ingin masuk ke hutan, tapi hati nurani melarang. Akhirnya, terpaksa balik arah untuk mengejar mobil Bang Deni. Ia berpikir akan menceritakan hal ini kepada ketiga kerabatnya dan bisa jadi pendukung anggapan mereka belakangan ini.Mereka hanya ingin membantu Bik Mang agar tak terjebak r

  • LEAK   ADA YANG DENGAN KELUARGA BIK MANG

    “Cicing cai! Panak tyang mati, bangka caine!” teriak Ningsih dengan mata memerah.Tangan wanita berdarah Jawa yang telah dirasuki roh Dadong Canangsari telah terangkat dan Ni Kesumasari buru-buru memeluknya.“Bik Tut, tenang! Tyang akan ngajak ngomong ke dia. Percaya ke tyang! Ini bukan jalan terbaik,” ucap wanita mualaf ini dengan sesengukan.“Wak, tolong pulang dulu. Nanti kita ke rumah Wak. Sayang nyawa,” ujar Wayan Suri sembari membantu pria ini untuk bangkit.Meski dengan ekspresi tak senang, suami Bik Mang mau menuruti kata-kata Wayan Suri. Ia berlari ke arah motor lalu menstater dan berlalu dengan kepulan asap motor dua tak.Begitu suami Bik Mang sudah pergi, tubuh Ningsih seketika lunglai dan hampir jatuh ke lantai. Beruntung Ni Kesumasari dan Wayan Suri telah sigap menangkap tubuhnya. Tubuh wanita keturunan Jawa ini dibopong ke ruang tengah lalu dibaringkan di sofa.“Ningsih ... ningsih,&rdq

  • LEAK   SAUDARA DEKAT PELAKUNYA

    Mereka lega telah memiliki beberapa foto adegan dalam rekaman yang dianggap penting. Kakak beradik ini mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan para petugas lalu mohon diri kepada sang kepala dan anak buahnya.Langkah keduanya menuju tempat parkir diisi pembahasan langkah selanjutnya yang akan dilakukan. Tanpa sengaja, pandangan Wayan Suri tertuju kepada seorang wanita yang berjalan mengendap-endap dari tempat parkir motor menuju bagian samping gedung.Wayan cekatan menarik tangan sang kakak diajak bersembunyi di balik tembok ruang lapor. Ningsih hanya bisa bengong saat diajak memindai gerak-gerik wanita itu.“Itu yang kita cari tadi, Mbok.”“Bik Mang?”“Iya. Dia adik ipar Bapak.”Setelah wanita yang diintip telah berlalu, mereka keluar dari tempat persembunyian lalu berjalan ke tempat parkir. Sejurus kemudian motor telah membawa keduanya berbaur dalam keramaian jalan raya.Perjalanan menempuh j

  • LEAK   MENGUAK SEBUAH TEKA-TEKI

    “Berapa orang?” tanya Ningsih sambil mengambil piring dari rak lalu ditaruh di meja.“Sekitar 20 orang termasuk tukang, Bli Yan dan Pak Lana,” jawab Wayan Suri sembari membantu menaruh teko kopi dan teh di nampan.“Jangan lupa gelasnya,” ucap Ningsih sembari menata beberapa gelas di nampan lain.“Udah komplit. Tolong bawa ke sana! Biar segera sarapan. Untuk kita udah Mbok siapin di wajan,” kata Ni Kesumasari.Mereka melangkah keluar dari dapur menuju teras rumah besar. Pak Lana dan Lek Dirman telah selesai mempersiapkan meja panjang untuk tempat menaruh sarapan.“Kita perlu ngomong bertiga. Ada leak baru di daerah ini,” ucap Wayan Suri kepada kedua saudaranya.“Kamu tau dari mana?” tanya Ni Kesumasari terkejut.Ketiga wanita ini kemudian melangkah ke dapur dan duduk di dipan. Wayan Suri menatap Ni Kesumasari lekat-lekat. Terang saja pandangan mata sang adik sepupu

DMCA.com Protection Status