Malamnya, ketika saatnya ia naik ke tempat tidurnya, seperti biasa, Zoelva selalu berkesempatan untuk masuk ke dunia maya. Ia selalu kangen dengan teman-temannya F*-nya. Namun ada yang lebih penting, yaitu membuka di bagian permintaan pertemanan. Ada banyak sekali yang meng-add. Lebih dari seratusan orang. Ia selalu selektif untuk menerima pertemanan. Hanya yang ia kenal atau diperkirakan orang-orang dari kalangannya saja, kaum bisnismen, yang akan ia konfirmasi.
Salah satu di antara mereka ada Latifah Khairani, sang bidadari yang tadi sore ia kenal.
Setelah dikonfirmasi, Zoelva langsung menyempatkan diri untuk berkunjung ke akunnya sang bidadari. Hal yang pertama yang ia lakukan adalah menyusuri linimasa sang bidadari sebelum ia masuk ke dalam album foto-foto dan video-videonya.
“Hmn, wanita ini benar-benar cantik bukan saja di dunia nyata,” gumamnya pelan.
Dari foto-foto yang terpajang di album F*-nya, Latifah adalah seorang ibu dengan seorang anak perempuan yang masih kecil. Mungkin usianya baru lima atau enam tahun. Lalu di foto-fotonya yang lain terlihat ia berfoto bersama dengan kelompok ibu-ibu. Mungkin kelompok ibu-ibu di kampungnya. Entah kelompok pengajian atau kelompok dasawisma. Tetapi yang paling terlihat jelas dalam foto-foto itu, Latifah tampak cantik sendiri. Ia seolah sebutir beras di tengah gabah, atau seekor angsa di tengah-tengah kawanan bebek peking. Hmm, dia benar-benar seorang bidadari yang turun ke bumi. Sangat cantik dan mempesona. Wajah yang membuat sang rembulan pun akan cemburu, seperti kata Pak Suhendi jika sedang menggambarkan kecantikan seorang wanita.
Foto-foto berikutnya adalah foto Latifah yang berpose bertiga dengan seorang laki-laki dan seorang anak perempuan di tengahnya. Pasti itu suami dan anaknya. Dan foto-foto lain berdua dengan laki-laki yang sama. Mereka tampak begitu serasi dan bahagia, pikir Zoelva.
Sebuah pesan messenger masuk, ternyata dari Latifah: “Assalamualaikum Dek Zoelva. Terima kasih sudah dikonfirmasi, ya?”
Aku tersenyum dan membalas: “Waalaikum salam, Bu Latifah. Ya sama-sama.”
Bu Latifah membuka dan membaca pesannya. Tapi setelah menunggu lumaya lama, wanita itu tak membalasnya. Ketika Zoelva mengirim kode jempol pun ia hanya melihatnya saja.
Hm... Zoelva menghela nafas panjang. Mungkin dia lagi sibuk, pikirnya. Atau juga sedang membuka-buka album foto aku dan melihat-lihat foto aku. Ya, foto seorang brondong muda yang usiannya cukup jauh di bawahnya, yang tentu saja bukan teman yang pas baginya. Atau mungkin, ia sedang sibuk chat dengan suaminya di Demak, atau mungkin teleponan. Dan banyak kata ‘mungkin’ yang ada dalam pikirannya tentang yang dilakukan oleh sang bidadari di seberang saat itu.
“Hm, betapa bahagianya laki-laki yang menjadi suami Bu Latifah itu. Ia memiliki istri yang sangat cantik dan lemah lembut. Andaikata aku memiliki istri secantik Bu Latifah, tentu aku pun akan merasakan kebahagiaan yang sama,” gumamnya pelan, seolah-olah ditujukan pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba ada panggilan via video call WA masuk. Ternyata dari Bunda Jesica, dan bukan dari Bu Latifah. Rasa malas di hatinya langsung muncul. Walau demikian, ia tetap menerima panggilan itu. Wajah seorang wanita yang benama Bunda Jesica langsung muncul di layar hapenya, tersenyum dan melambaikan tangannya. Wanita berusia empat puluhan tahun itu sedang berada di tempat tidur dengan mengenakan baju tidur jenis night robe putih transparan. Dia wanita yang cantik dan sangat berkelas, tentu saja.
“Selamat malam, Sayang? Apa kabar?” sapanya romantis.
“Selamat malam juga, Bun. Kabar baik. Bunda lagi sendirian?”
“Iya nih, Say. Kan suami bunda belum balik dari Singapura. Say nggak keluar malam ini?”
“Oh iya, hampir lupa saya Bun, hehehe. Tidak Bun, saya malah baru pulang. Pengen istrahat saja. Rasanya badan capek sekali.”
Bunda Jesica tersenyum dan berkata, “Mau bunda pijitin nggak?” Satu kedipan sebelah mata ia lemparkan.
“Boleh juga tuh, tapi kan Bunda jauh?!”
“Kan Bunda bisa ke situ. Sekarang kamu lagi di apartemen, ya?”
“Serius, nih? Iya, di apartemen. Tadi sangat macet, jadi saya langsung ke apartemen saja.”
“Oh gitu? Ya seriuslah? Bunda sudah sangat kangen juga dengan kamu, Say...?”
“Ya...terserah Bunda. Saya juga kangen kok, Bun.”
“Oh, Say. Bunda bersiap-siap dulu ya? Sampai ketemu nanti, byebye, ummmach...!”
“Bye bye...!”
Zoelva menghela nafas panjang. Naluri kelelakiannya menggeliat. Wanita yang bernama Jesica yang suka dipanggilnya bunda itu berusia empat puluhan tahun, tapi daya pesonanya masih sangat kuat. Dan Zoelva tak pernah mampu untuk menolak keinginannya untuk berkencan. Wanita itu selalu mampu memberinya permainan dan kepuasan ranjang yang maksimal, itu penyebabnya.
Bunda Jesica adalah istri dari seorang komisaris di sebuah korporasi nasional. Perkenalannya dengan sang nyonya golongan sosialita itu ketika induk perusahan yang menaungi usahanya ikut dalam sebuah pameran yang diadakan oleh sebuah konsorsium yang bertempat di sebuah conventional hall sebuah hotel di wilayah di Jakarta Barat setahun yang lalu. Kala itu wanita yang juga dipanggil Nyonya Hasyima itu datang ke pameran dengan beberapa ibu-ibu sosialita lainnya. Saat itu Zoelva yang dipercaya sebagai panitia stand menjelaskan segala hal kepada Nyonya Hasyima dekaka tentang berbagai perhiasan kelas atas yang dipamerkan di standnya. Saat itu, Nyonya Hasyima dan teman-temannya berhasil membeli banyak perhiasan mewah yang dipamerkan dengan nilai transaksi milyaran rupiah. Saat itu, ia memberikan kartu namanya kepada para nyonya kelas elite itu.
Ternyata, hampir semua nyonya sosialita itu setelah itu suka mengontaknya, baik via chating lewat WA, telepon biasa, maupun video call, di hari-hari berikutnya. Dan beberapa di antaranya ada yang berusaha mengajaknya untuk kencan, tetapi ia menolak secara halus dengan berbagai alasan halangan pekerjaan. Tentu saja, wanita mana yang tak terpesona terhadap seorang eksekutif muda model dia. Wajahnya tampan kebule-bulean dengan postur tubuh tinggi atletis. Masalahnya, tentu Zoelva memiliki selera yang tak asal juga.
Kecuali Nyonya Hasyima atau yang kemudian dipanggilnya Bunda Jesica itu, Zoelva sudah terpesona sejak pertama mereka bertemu di pameran itu. Dia memiliki kecantikan dan pesona yang mampu membangkitkan obsesi dan gairahnya. Kecantikan dari masa mudanya masih terpelihara dengan baik dengan bentuk tubuh masuk kategori seksi level satu, menurutnya. Singset dengan bentuk pinggang yang ramping dan pantat yang bulat dan indah. Sementara wajahnya mengingatkannya pada wajahnya artis dangdut Evie Tamala pada usia yang sama.
Setelah beberapa hari chatting dan video call, akhirnya ia dengan sang nyonya pun mengadakan kencan di sebuah villa di daerah puncak Bogor. Tak perlu diramalkan apa yang mereka lakukan dalam vila itu.
Namun yang jelas, saat itu Nyonya Hasyima mendapatkan sebuah pengalaman yang luar biasa dalam kehidupan ranjang. Pengalaman yang belum pernah ia dapatkan dari sang suaminya di sepanjang usia pernikahan mereka. Menurut ceritanya, sejak tiga tahun yang lalu suaminya sudah pernah mampu memenuhi kebutuhan batinnya secara maksimal akibat penyakit diabetes kronis yang menderanya. Bahkan selama itu hanya mampu meneguk kekecewaan demi kekecewaan.
Semua kekecewaannya itu dipenuhi secara tuntas dan meluber oleh sang brondong ganteng nan perkasa yang bernama Zoelva. Ia bagai seekor singa betina yang sedang menikmati pertarungan yang sangat garang dengan seekor singa jantan, dan berakhir dengan lenguhan panjang, lalu sama-sama terhempas dan terkapar dalam sebuah kedalaman yang sangat mendamaikan. Mereka mengulangnya beberapa kali.
Selanjunya, keduanya saling menuntut dan membutuhkan. Tetapi kayaknya, yang lebih banyak menuntut untuk bertemu adalah sang nyonya. Walau permintaan itu tak selalu dituruti oleh sang singa jantan muda, karena berbenturan waktu dengan kesibukannya dalam bekerja, dan selebihnya karena bersamaan waktu janjian kencan dengan singa-singa betina lain. Tentu saja sang nyonya tak tahu, bahwa sang singa jantan mudanya itu adalah seekor singa jantan yang memilih wilayah jelajah yang sangat luas. Hahah...
Satu jam kemudian Bunda Jesica alias Nyonya Hasyima benar-benar telah hadir di apartemen Zoelva. Begitu pintu apartemen ditutup, Zoelva langsung menyergap tubuh wanita yang mungkin seusia ibunya itu. Bibir tebal merekah wanita itu langsung dihajarnya dengan ciuman dan pagutan yang panas, ganas, dan membara, sembari tangannya bermain di wilayah-wilayah paling sensitip di tubuh wanita yang jika di depan suaminya itu berlaku sebagai seorang wanita yang sangat taat dan seti terhadap suaminya. Nyonya Hasyima pun tak mau kalah. Walaupun dengan berjinjit dambil setengah bergelayut di leher sang pemuda karena tubuhnya jauh lebih pendek, ia pun membalas ciuman dari sang singa pejantan mudanya dengan tak kalah ganas dan membaranya. Aroma tembakau yang keluar dari nafas pejantan mudanya tak ia pedulikan. Hajar teruuus! Erangan dan desahannya meluncur be
Zoelva mengira, tadi pagi itu adalahcallingterakhir dia dengan Latifah. Tetapi kenyataannya, tepat pukul 13.00 WIB, sang bidadari kembali menghubunginya kembali, juga lewatvidcall. Saat itu ia masih berada di ruang kerjannya di gerainya di sebuah Mall di Bekasi. Dia melihat wanita itu duduk di suatu tempat yang banyak orang yang lalu-lalang. Seperti di ruang tunggu sebuah bandara. "Assalamualaikum, Dek Zoel. Lagi apa?" Latifah langsung melemparkan senyum yang sama seperti tadi pagi. Seulas senyum khas yang manis tiada tara, menurutnya. "Waalaikumsalam, Mbak Ifah. Ini saya lagi di tempat kerja. Mbak Ifah sendiri lagi di mana? Sepertinya di sebuah ruang tunggu, bandara, mungkin?” “Iya benar, Dek
“Suami Mbak lagi ke Kudus, Dek Zoel.” “Oh beliau orang sana?” “Nggak, satu kota dengan Mbak Kok,” sahut Latifah, lalu bertanya, “ Maaf, Dek Zoel kerja di perusahaan apa?” "Saya punya beberapa geraijewelry, Mbak Ifah. Ya masih kecil-kecilan, sih, hehehe.” “Maksudnya sejenis toko perhiasan emas, perak, permata gitu ya, Dek?” “Betul sekali, Mbak Ifah. Tapi saya bukanya dimall-mallgitu, Mbak.” “Waaw...! Berarti Dek Zoel ini seorang pengusaha mu
“Dik Zoel takut ya jika suami saya tau kita sering curhatan? Kan tak ada yang ditakutkan, Dik? Kita ngobrolnya bersih-bersih saja.” Tak tampak kekhawatiran di wajah Latifah saat mengucapkan itu. “Dia bukan pecemburu kok Dik Zoel, tenang saja.” “Syukurlah, Mbak,” sahut Zoelva. “Saya hanya coba untuk mengingatkan Mbak Ifah saja, sih. Bagaimanapun saya juga seorang laki-laki, tentu sangat paham perasaan sesama laki-laki. Tentu laki-laki atau suami mana pun tak pernah suka jika tahu istrinya suka kontakan dengan laki-laki lain, sekalipun hanya sekedar obrolan biasa saja. Apalagi...cowoknya seganteng saya. Hahaha...” Latifah ikut tertawa. “Iya, Mbak percaya. Tak ada siapa pun yang akan mengatakan Dik Zoel itu jelek, pasti semuanya mengataka
Dan, tanpa menunggu lama, Latifah pun mulai mengaji. Lantunan ta'awudz dan basamallahnya saja demikian merdu dan sedap di telinga. Surah yang ia lantunkan adalah Arrahman. Subhanallah, lagi-lagi Zoelva dibuat terkesima, bukan karena hanya oleh keindahan suaranya sang bidadari, tetapi karena sang bidadari melantunkan ayat-ayat suci itu dengan menghafal. Lagu dan tadwidnya demikian fasih dan pas, menurut Zoelva yang awam. Ia sampai memejamkan mata untuk menikmati dan menghayatinya. Ia seolah-olah terbawa ke suatu alam fantasi yang demikian mendamaikan jiwanya. Belum cukup ia membawakan Surah Arrahman, ia pun lantas melanjutkannya dengan melantunkan Surat Al Waaqi'ah. Lagi-lagi subhanallah. Kembali Zoelva memejamkan mata untuk meresapi dan menikmatinya, sampai tak sadar kemudian Latifah telah selesai mengajinya.
Keesokan harinya, Latifah mengirimkan pesanmessengeruntuk mengucapkan selamat pagi dan selamat beraktifitas kembali kepada Zoelva. Saat itu Zoelva sedang berada di cabang garainya yang di daerah Depok. "Ya, terima kasih, bucant buat ucapannya. Ucapan yang sama ya buat bucant," balas Zoelva. "Iya terima kasih, Dik Ganteng. Saat ini saya sedang ada undangan di sekolahnya Syifa, putrinya sayA." Latifah mengirimkan fotonya yang sedang duduk dalam sebuah ruangan kelas bersama para orang tua murid lainnya. "Oh, dalam rangka apa, nih?" "Rapat pembahasan dana BOS, Dik Zoel." "Oh begitu? Saat ini saya sudah di tempat ker
Latifah pun kembali menyembunyikan tawanya dengan ujung hijabnya. "Tentu saya masih istri sahnya seorang laki-laki yang menjadi ayah dari anak saya, setidaknya hingga saat ini," ujarnya kemudian. "Mas Arief adalah pilihan pertama dan berharap sekaligus dalam hidup saya. Tapi...haramkah jika saya mengalamatkan rasa kagum dan kangen kepada laki-laki lain?" Wah, Zoelva dibuat kelabakan oleh pertanyaan sulit itu. Sungguh ia tak tahu jawabannya. Lebih-lebih rasa kangennya wanita cantik di dalam layar hapenya itu kepadanya itu jenis dan rasanya seperti apa? Zoelva terdiam seribu basa. "Boleh Mbak bertanya sesuatu?" tiba-tiba Latifah berkata. "Ya, silakan. Jaka Tarub siap menjawab jika bisa," seloroh Zoelva. Latifah
Oh My God! Zoelva mengusap wajahnya dengan kedua tapak tangannya. Ternyata, sebaik-baiknya dan selembut-lembutnya wanita, tetap jua tidak pernah rela jika suaminya jatuh ke dalam pelukan wanita lain! "Saya tak mampu melukiskan bagaimana sakitnya perasaan Mbak Ifah sekarang. Kalau memang suaminya Mbak Ifah ingin membalas dendam, harusnya kan bukan justru dengan mengorbankan Mbak Ifah dan anaknya. Di sini saya sama sekali takconnectdengan pemikiran suaminya Mbak Ifah. Malah terdengar aneh sekali," ucap Zoelva, tanpa bermaksud menyudutkan suaminya sang bidadari. Hanya mengungkapkan perasaan empati saja. Zoelva tetap tau batas di situ. Karena bagaimana pun, laki-laki yang bernama Arief itu masih sah sebagai suaminya Latifah. "Sejak kariernya mula
Lama Zoelva duduk merenung sembari menutup kedua matanya dengan kedua tangannya, sebelum mengucapkan lagi selamat tinggal kepada Latifah dengan menjamah kayu nisannya. Saat keluar dari komplek makam, dan hendak menuju kendaraannya, Zoelva sempat melihat sosok seorang wanita yang berpakaian baju muslimah berwana hitam hingga ke hijabnya. Jaraknya sekitar dua puluhan meter. Firasat Zoelva mengatakan, bahwa wanita itu memperhatikannya sejak tadi. Saat ia menoleh ke arahnya, dengan cepat wanita itu memalingkan wajah ke arah lain.Mungkin hanya peziarah juga, pikir Zoelva pula, kemudian melanjutkan langkah ke kendaraannya. Tujuan Zoelva selanjutnya adalah menuju Pantai Morosari Sayung. Ia ingin bernostalgia di tempat itu. Di pantai berhutanmangroveyang dulu pernah ia kunjungi bersama
Hingga sampai pada suatu hari--seminggu setelah kamividcallterakhir--, saat ia menengok kembali linimasa akunFacebook-nya Sang Bidadari, di situ terpampang sederetan ucapan dari teman-temanFacebook-nya. Ucapan yang tak mungkin ia bisa mempercayainya. Sampai-sampai ia mengira, bahwa ia sedang mengalami sebuah mimpi yang paling buruk. Namun, ketika ia menggigit bibirnya kuat-kuat, ia merasakan sakitnya yang sangat.Oh, saya tidak sedang bermimpi,jerit Zoelva dalam hati. Deretan ucapan belasungkawa di linimasa itu benar nyata adanya. Itu tak mungkin mereka sedang bercanda. Yeah, Latifah, sudah tiada! Sang bidadari itu telah kembali ke ‘khayangan’. Ia telah melupakan segala dukanya. Tak terasa air mata Zoelva mengalir keluar, tanpa mampu ia tahan. Ada hunjaman kep
Dua hari kemudian mereka pulang ke Jambi. Ia disambut oleh keluarga besarnya seperti orang yang baru turun haji di zaman dulu. Sentuhan tangan mereka menjadi obat pemulih sendiri baginya. Zaenab juga datang dari Seulak, dan menginap di rumah orang tuanya Zoelva. Ia ikut merawatnya menurut pengetahuannya. Karena ia bukan dokter umum, melainkan dokter gigi. Dan alhamdulillah, berkat sentuhan semuanya, dalam waktu beberapa minggu saja kondisi Zoelva sudah berangsur-angsur pulih. Allah telah mengembalikan semua kenikmatan indrawinya yang sempat dicabutNya. Terimakasih ya Rabb, ya Allah. Bahkan ia sudah mulai kuat untuk menyalurkan hobi lamanya, yaitu memancing. Sungai-sungai yang ketika ia masih SMP dan SMA dulu, ia jajaki kembali. Dan...ohya, kerinduan Zoelva kepada Latifah pun bisa terobati. Saat ia kembalion-lineatau mem-vidcall
Zoelva pun membalas pertanyaan Latifah dengan argumen yang masuk akal, "Mbak, ada berbagai cara yang bisa ditempuh oleh seorang laki-laki untuk mendapatkan cintanya seorang wanita pujaan hatinya, termasuk bila perlu adalah dengan cara membohonginya secara halus, mungkin. Tetapi kami menggunakan jurus berbohong hanya agar kalian mau menerima cinta kami, dan itu pun sebagai jalan terakhir. Tapi itu sama sekali bukan ingin berniat jahat. Justru demi cinta!” Tak ada tanggapan dari sang bidadari di seberang. Zoelva pun melanjutkan: “Mbak Ifah kan masih ingat dengan kisah legendaJaka Tarubyang pernah kita bahas di awal-awal kita ber-video call? Tentu Mbak Ifah pun sudah akrab dengan legenda masyhur dari Tanah Jawa itu.JakaTarubadalah seorang pemuda yang sangat baik dan memiliki cinta yang sejati. Namun
“Oh, gara-gara itu masalahnya?” balas Zoelva. Dia cemburu rupanya? Zoelva jadi tertawa dalam hati oleh sikap sang bidadari. Tertawa dan mungkin sedikit bangga dan tersanjung karena dicemburui oleh wanita secantik itu. Tapi kemudian dia lanjut menulis, "Lantas masalahnya apa, Mbak? Kenapa Mbak Ifah mesti cemburu? Bukankah hubungan antara kita hanya sebatas sahabat?" "Saya bukan cemburu, hanya kesal saja karenaAkhimembohongi saya. KatanyaAkhinggakpunya WIL di dunia maya. Nyatanya…?" "Bukan cemburu?" kejar Zoelva, "Kalau bukan cemburu lantas artinya apa?" "Saya marah saja. KarenaAkhiternyata berbohong pada saya," tulisnya. &
Sepasang suami istri menyambut mereka. Kata Zaenab, mereka adalah Pangah Mat Yasid dan Bingah Hawsah. Mereka duduk berbincang-bincang di luar bangunan sejenis gazebo yang khusus untuk menerima tamu. Mungkin memang sudah direncanakan sebelumnya, tak lama mereka sampai, suami istri itu menjamu mereka makan dengan berbagai lauk pauk dari bahan daging yang olah secara istimewa. Ada yang dipanggang dan ada yang dimasak kuah. “Bang Zoel makan kambingkah?” tanya Zaenab. “Nggak, Dik Zaenab, kalau dagingnya makan?” Jawaban Zoelva itu tak urung membuat sang dokter muda itu langsung menutup mulutnya dengan tisu. “Saya itu jenis omnivora kok, Dik. Asal halal saja,”
Namun demikian, Zoelva menyadari, bahwa Zaenab sekali-sekali suka mencuri pandang ke arahnya. Tetapi entah mengapa, pada pandangan pertama itu ia belum merasakan ketertarikan sedikit pun terhadap wanita itu. Justru yang muncul saat itu adalah wajah Latifah. Bahkan saat itu hatinya masih sempat bertanya-tanya, sedang apa Latifah saat ini? Karena selama ia berada di Sumatra, ia belum sekalipun menatap lagi wajah cantik dan lembutnya di layar hapenya. Ia hanya mengabarkan padanya saat aku akan ke Jambi karena ayahnya sakit, itu saja. Semoga Latifah memahami situasi dan kondisiku saat ini, pikirnya pula. “Kapan Nak Zoel akan kembali ke Jawa?”tiba-tiba Paknga Rasyid bertanya dan agak mengagetkan Zoelva. “Insha Allah dalam satu dua hari lagi, Paknga.” “Kenapa cepat sekali pulangnya ke Jawa, Nak Zoe
Tentu Zoelva pun ikut merasa senang berada di desa kelahiran ayahnya itu. Karena di samping bisa menikmati suasana alam pedesaan Sumatra yang alami dan permai, aku juga bisa sempat mengenal keluarga besarku dari garis ayahku. Aku disambut dan diterima oleh keluarga besarku dengan baik dan ramah. Karena didasari oleh ikatan nasab, kami pun cepat akrab satu sama lain. Kebetulan juga ayahku merupakan salah satu tokoh dalam keluarga itu. Sentuhan tangan keluarganya dan mungkin akibat pengaruh suasana yang demikian akrab yang mempengaruhi suasana kebatinannya, menjadi obat pemulih sendiri bagi ayahnya Zoelva. Tak sampai satu Minggu berada di desanya kondisi ayahnya berangsur-angsur pulih seperti sedia kala. Allah telah mengembalikan semua kenikmatan indrawi ayahnya yang sempat dicabutNya. Pada malam keempat Zoelva berada di desa kelahiran ayahnya, saat ia, ayah, dan ibunya d
“Insha Allah, Akhi, besok akan saya sampaikan. Besok kegiatan apa saja di Demak.” “Oh, mungkin saya akan mampir untuk melihat persiapan pembukaan cabang utama, setelah itu saya akan lanjut ke dua cabangnya di dua mall. Sorenya saya baru balik ke Jogja, esok hari ke Jakarta.” “Lantas acara pembukaan cabangnya kapan, Akhi?” “Rencananya ya seminggu lagi. Tapi kayaknya Akhi tak bisa hadir dalam cara itu karena saya harus berkeliling dulu ke cabang-cabang bengkel di Bandung dan Sukabumi. Kira-kira Mbak Ifah bisanggakmembantu saya memesan makanan untuk kenduri sederhana? Dananya akan saya transfer beberapa hari lagi. Mbak Ifah atur saja sama Mirdas dan Haikal. Sudah saya bicarakan juga dengan mereka soal ini. Kalau bisa, libatkan juga A