Hari-hari telah berlalu, Lanting Beruga berhasil mengumpulkan hampir 50 butir mustika siluman berkualitas sedang, dan mendapatkan dua buah mustika berkualitas baik.
Bersama dengan anak elang berkaki empat yang diberi nama, Garuda Kencana, Lanting Beruga memburu banyak siluman.
Meski tidak sehebat ibunya, Garuda Kencana sudah bisa melepaskan beberapa bulu yang menjadi senjata handalan dirinya. Jarak rentang bulu setajam anak panah itu masih cukup dekat, sekitar 30 depa jauhnya. Namun untuk melumpuhkan beberapa kelinci, hal itu tentu saja sudah jauh dari kata cukup.
Hari ini, Lanting Beruga beristirahat di tepi telaga besar. Begitu hijau telaga itu menandakan kedalamannya yang tiada terkira.
Garuda Kencana mengepakkan sayapnya, sebelum kemudian aliran udara di sekitar Lanting Beruga berhembus cukup cepat.
Di sisi lain, Lanting Beruga mulai memeriksa jumlah mustika siluman yang ada di dalam tanda api. Mendekati 100 butir mustika siluman.
"Aku r
Kembali ke dataran kuno, Lanting Beruga kembali berlatih seperti biasanya. Berjibaku dengan banyak siluman di hutan rimba rupanya telah mengasah gerakan Lanting Beruga menjadi lebih baik lagi. Jurus bisikan dewa kematian tampaknya mendekati kata sempurna. Atau mungkin sudah sempurna.Bahkan tanpa di sadari oleh Lanting Beruga, jurus itu mulai berubah, dari sifat dasarnya.Beberapa hari telah berlalu, Lanting Beruga benar-benar memahami jurus itu dengan sangat baik. Dia bahkan mulai menggabungkan jurus itu dengan 3 dasar keinginan pedang."Pedang adalah pelindung," ucap Lanting Beruga ketika menebas selembar kertas, kertas itu tidak terpotong bahkan meski Lanting Beruga telah mengasah pedangnya dengan sangat tajam.Ini membuat dia semakin bersemangat, dengan pemahamannya saat ini, dia bisa memilih siapa yang harus atau tidak harus dia potong.Pemahaman ini sebenarnya jauh melampaui pemahaman pendekar level emas sekalipun. Bahkan, mungkin hanya
Bulan-bulan berlalu, ketika para murid Sekte Awan Berarak sibuk mempersiapkan diri untuk melakukan pertandingan, Lanting Beruga malah meminta izin kepada gurunya untuk ikut ke pusat Kota Majangkara."Lanting, kenapa kau bersikukuh ingin ikut?" tanya Nyai Anjani.Sambil tersenyum kecil, Lanting Beruga berkata, "Guru, aku mulai bosan berada di tempat ini, paling tidak aku bisa melihat dunia luar untuk sesekali."Nyai Anjani berpikir sejenak, barangkali membawa Lanting Beruga pergi bersama dirinya bukan tindakan buruk. Lagipula ini hanya pertemuan biasa.Padahal Nyai Anjani tidak tahu, bahwa setiap kali dia pergi meninggalkan Lanting Beruga, besok paginya pemuda itu sudah berada di dalam hutan rimba dan berburu banyak mustika siluman.Tiga bulan terakhir, Toko yang dikelola Paman Suru sudah menjadi toko paling besar di Sekte Awan Berarak, berkat bantuan Lanting Beruga. Dia juga menyewa beberapa pendekar hebat untuk menjadi penjaga Toko dan pengawal di
Nyai Anjani tidak berpikir membiarkan Subansari menyerang Lanting Beruga, itu tindakan ceroboh. Dari level kependekaran, Subansari mungkin jauh lebih tinggi dari Lanting Beruga, tapi daris segi kekuatan, Potensi kekuatan Lanting Beruga sama sekali tidak terukur.Nyai Anjani hanya memberinya satu jurus dari 25 jurus awan berarak, tapi Lanting Beruga bahkan bisa memahami jurus itu hingga mencapai tahap sempurna.Lanting Beruga tidak butuh 23 jurus yang lainnya, dia hanya butuh jurus terkuat milik Sekte Awan Berarak yaitu Tarian Dewa Angin, dan dia bisa mengungguli para tetua muda di Sekte tersebut.Namun Subansari tetap dengan niat pertamanya, menguji kemampuan Lanting Beruga. Dia sudah terlanjur kesal."Nenek bilang, kau adalah muridnya," ucap Subansari, dengan nada suara yang sedikit keras, gadis itu berjalan mendekati Lanting Beruga, dengan pedang yang telah keluar dari sarungnya. "Apa spesialnya dirimu, sampai Nenek mengangkatmu menjadi murid?"
Dua hari kemudian, Nyai Anjani membawa Lanting Beruga pergi menemui Jendral Dewangga. Sebuah ruangan khusus untuk para bangsawan.Nyai Anjani adalah orang pertama, sebelum kemudian muncul beberapa bangsawan yang lain.Dia duduk di kursi jati dengan ukiran menarik, yang beberapa sisi diselimuti dengan emas.Sementara itu, Lanting Beruga berdiri di belakang Nyai Anjani seperti seorang pengawal.Tidak beberapa lama kemudian, Jendral Dewangga masuk ke dalam ruangan perkumpulan tersebut.Ini adalah kali pertama bagi Lanting Beruga melihat salah satu jendral. Benar-benar terlihat sangat gagah.Rambut Dewangga masih hitam, hanya tepat di bagian janggutnya saja yang sudah memutih.Dia melirik ke arah Lanting Beruga sesaat, menyipitkan mata kemudian membuang muka."Kenapa semua orang melihat diriku seperti melihat kotoran?' gumam Lanting Beruga."Lanting, jangan berisik!" ucap Nyai Anjani.Lanting Beruga tersenyum dingin,
Sementara di sisi lain, Jendral Dewangga telah membentuk tim kecil untuk mencari informasi mengenai sekte jahat itu. Tentu saja akan memusnahkannya.Terdiri dari 5 orang, termasuk juga putranya sendiri. Tim macan hitam.Ketika tim macan hitam hendak pergi meninggalkan tempat itu, Nyai Anjani menghadang Dewangga."Aku akan ikut," ucap Nyai Anjani."Saudariku, ini adalah urusan Kota Majangkara, tidak ada sangkut pautnya dengan petinggi Sekte Awan Berarak."Nyai Anjani tersenyum kecil, "aku rasa tidak sesederhana itu, Kakak. Apapun hal yang terjadi dengan Majangkara, Sekte Awan Berarak akan tetap terlibat, itulah pesan dari Guru kita."Dewangga terdiam sejenak, mulai teringat kembali ucapan bijak guru mereka, Ki Alam Sakti. Majangkara dan Sekte Awan Berarak, saling terikat, seperti tangan kanan dan tangan kiri yang saling berhubungan dalam satu tubuh.Pada akhirnya, Nyai Anjani diperbolehkan untuk mengikuti Jendral Dewangga.Pada
Muara sungai arum? tentu saja Lanting Beruga tidak tahu menahu lokasi tersebut. Namun dia tetap dengan niatnya, pergi menuju ke tempat itu. Di belakang Lanting Beruga, Subansari mengikuti dirinya seperti ekor. Lanting Beruga mengatakan jika telah mengetahui letak sekte hitam, Sungai Arum, dan berniat untuk pergi ke sana. "Kau tidak bercanda akan pergi ke sungai Arum?" tanya Subansari. "Sekte jahat terkenal kejam dan suka membunuh pemuda lemah, kau tidak takut?" Mata Lanting Beruga berputar beberapa kali, sial kenapa gadis ini selalu mengikuti dirinya. Dan banyak tanya. "Hei... aku sedang bertanya kepada dirimu!" ujar Subansari dengan nada kesal. "Ya, aku akan pergi ke Sungai Arum," jawab Lanting Beruga datar. "Kalau begitu aku akan ikut," ucap Subansari. Lanting Beruga menyarankan agar gadis itu tetap di sini, memberi tahu Jendral Dewangga jika rombongan itu telah kembali. Namun Subansari bukan gadis lembut, dia ngotot akan iku
Garuda Kencana berjenis kelamin betina, tampaknya tidak suka jika Lanting Beruga berteman dengan Subansari. Mungkin pula karena hal itu, burung kecil itu selalu menatap Subansari dengan mata yang dingin. Burung yang pencemburu.Jadi mana mungkin dia merelakan Subansari menyentuh bulu-bulunya yang putih seperti perak."Apa ini hulu sungai arum?" tanya Lanting Beruga.Subansari belum menjawab, dia masih menatap Garuda kecil dengan sinis, seakan ingin menangkap mahluk kecil itu, dan merebusnya di dalam kuali.Mengetahui jika Subansari enggan menjawab, Lanting Beruga menggelengkan kepala, dia bergerak sendiri ke hilir sungai, melewati bebatuan besar yang sedikit licin.Barulah Subansari terjaga, dan memanggil pemuda itu. "Tunggu aku!""Bukannya kau punya ilmu meringankan tubuh?" timpal Lanting Beruga.Subansari malah semakin kesal, dia sudah menguras tenaga dalam untuk menggunakan ilmu tersebut."Melompatlah seperti katak!" ucap La
Panah yang hebat, nyaris saja kepala Lanting Beruga berlubang karena serangan tersebut. Imbasnya pohon besar di belakang Lanting Beruga berlubang sebesar jari telunjuk, dan nyaris tembus."Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana segera terbangun, dia bisa membaca pergerakan angin yang tidak biasa datang lagi dari sisi lain, itu adalah anak panah.Lanting Beruga memeluk Subansari, kemudian melompat tiga kali ke samping, saat yang sama tiga anak panah mengenai tempat mereka.Merasa lawannya bisa menghindar, seorang pria melepaskan lebih banyak anak panah ke atas awang-awang, kemudian anak panah itu bercahaya terang dan terpecah menjadi belasan anak panah lagi.Semua anak panah bergerak menukik ke arah Lanting Beruga."Sial ..." ucap Lanting Beruga, segera menarik pedangnya, dan menangkis semua serangan yang datang.Subansari belum bisa mengendalikan dirinya dengan baik, setelah Lanting Beruga meletakan dirinya di atas dataran rumput pendek.
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m