Nenek cerewet alias tabib tua kembali berkicau, dan suaranya benar-benar menggelitik untuk didengarkan. Namun pada akhirnya, Lanting Beruga menuruti perintah nenek tua itu, atau mungkin dia akan membunuh dirinya.
Setelah melihat keadaan Delima Kemala Putri, pikiran Lanting Beruga menjadi sedikit lebih tenang dibanding sebelumnya.
Memang ada yang aneh dari Delima Kemala Putri, seperti tanda biru tua yang kini mulai berubah menjadi hijau muda. Tanda itu telah membesar, dan menjalar hampir ke lengan Delima Kemala Putri.
Ketika Lanting Beruga menanyakan mengenai tanda itu, Delima Kemala Putri menjelaskan bahwa hal itu tidaklah membuatnya merasa sakit.
Rambut gadis kecil itu juga berubah warna menjadi hijau muda tepat di bagian poninya.
Ada banyak hal yang ingin diceritakan oleh Delima Kemala Putri kepada Lanting Beruga, tapi untuk sekarang kondisi Lanting Beruga masih belum pulih seutuhnya. Delima akan bercerita hingga Lanting Beruga benar-benar
Satrio Langit membawa Lanting Beruga kembali ke Swarnadwipa, bersama dengan Delima Kemala Putri yang dibawa oleh Rindu Hati. Hanya ada satu tabib di pinggir kota kecil tidak jauh dari pesisir barat daya pulau andalas. Di sana, Lanting Beruga mendapatkan perawatan. Cukup lama, hal ini karena keterbatasan sumber daya obat-obatan yang ada dimiliki oleh Tabib tersebut. "Bagaimana keadaan teman saya?" tanya Satrio Langit. Seorang wanita tua bertubuh gendut keluar dari ruangan rawat, wajahnya dipenuhi dengan peluh dan kerutan. Tabib itu menatap Satrio Langit dengan banyak ekspresi, tapi kemudian dia menghela nafas yang panjang. Sebelum menjawab pertanyaan Satrio Langit, tabib wanita itu mengambil cawan air dan minum sampai tiga cawan. "Gadis kecil itu baik-baik saja, kesadarannya akan pulih beberapa waktu kemudian ..." wanita itu kemudian menarik nafas lagi, "tapi tampaknya pendekar muda itu mengalami banyak cidera, selain luka besar di dada
"Jangan bicarakan hal ini kepada siapapun!" ucap Lanting Beruga. "Aku mengerti kk," jawab Delima Kemala Putri. Lanting Beruga meminta agar Intan Ayu menjadi guru bagi gadis tersebut. Bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan agar Intan Ayu mampu menjaga rahasia Delima Kemala Putri. Lagipula hanya Intan Ayu yang cocok melatih gadis kecil tersebut. "Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Intan Ayu. " Apa kau ingin pergi lagi?" "Ya ..." jawab Lanting Beruga, "Masalah ini begitu rumit, aku tidak bisa menemukan penyelesaian jika hanya tinggal di sini." "Jangan khawatir, aku akan mengajari Delima Kemala Putri semua ilmu pedang yang kumiliki ..." ucap Intan Ayu. "Hehehe ...kau bisa berlatih menjadi ibu yang baik ..." Intan Ayu tersenyum simpul, apakah ini artinya Lanting Beruga akan melamarnya? ah, Intan Ayu tidak bisa membayangkan betapa bahagia dan beruntungnya dia saat itu. Bayangan tentang baju pernikahan terlintas di pikiran In
Ada satu negara besar yang berdiri di Bumi Tengah, Kekaisaran Tang. Hampir 60% tanah di Bumi Tengah dikuasai oleh negri ini, sisanya dikuasi oleh kelompok atau organisasi lain.Setelah kepergian Sang Kaisar, Xia Ling menjadi ibu ratu di Kekaisaran Tang. Putri sulungnya tidak begitu tertarik dengan dunia politik, tapi lebih dari itu 2 Pangeran Kembar Xia Ling berlomba untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.Xia Ling tidak bisa mempercayakan kekaisaran saat ini kepada dua putranya, tidak hingga salah satu dari mereka cukup dewasa.Hal ini malah dipergunakan Aliran Darah Besi untuk memperlemah Kekaisaran Tang. Meskipun hanya perang dingin, tapi hal ini bisa menggiring opini rakyat mengenai kemunduran Kekaisaran Tang.Beberapa minggu menempuh perjalanan, Lanting Beruga akhirnya tiba di tempat yang disebut sebagai Dataran Tengah atau bumi tengah.Orang-orang di sini memiliki kulit putih, dipenuhi oleh wanita cantik dan pria tampan, tapi pemuda itu tidak b
Datang tiba-tiba, menyerang juga tiba-tiba. Siapa lagi kalau bukan Lanting Beruga.Dengan pedang sisik naga hijau, pemuda itu menyerang salah satu pendekar yang memegang panah.Di sana ada tiga orang pendekar yang tampaknya ahli dalam menggunakan panah, ketiga orang itu dihajar langsung oleh Lanting Beruga."Sial, Bunuh pemuda itu!" ketua dari kelompok pembunuh itu berteriak keras kepada teman-temannya, tapi dengan bahasa yang tidak diketahui oleh Lanting Beruga.Lanting Beruga menyambut serangan demi serangan yang datang kepadanya.Harus dia akui, para pendekar ini cukup hebat, paling tidak telah mencapai pendekar tanpa tanding, atau paling rendah puncak pendekar pilih tanding.Namun, tetap saja mereka tidak cukup kuat untuk menghadapi Lanting Beruga.Seluruh teknik dan jurus telah mereka keluarkan, tapi bahkan Lanting Beruga belum selesai pemanasan."Serang dia bersamaan, bunuh dari segala sisi!""Apa yang kalian
Serangan pedang gasing menderu ke arah Lanting Beruga, beberapa kali, lalu beberapa kali lagi.Namun tidak ada satupun dari serangan itu yang berhasil memotong satu helai rambut Lanting Beruga.Hal ini sangat mengesalkan, tapi kemudian berubah menjadi ketakutan bagi pembunuh tersebut.Ketika belasan kali pria itu menyerang Lanting Beruga, dan gagal, dia menyerang wanita yang berdiri cukup jauh dari Lanting Beruga.Tentu saja bayi mungil yang ada di dalam pelukan wanita itu, yang sedang di incar oleh pembunuh tersebut."Tidak akan kubiarkan!" ucap Lanting Beruga, langsung menggunakan mode pertama roh api, aura api.Seketika tubuhnya menguap dan warna kulitnya berubah merah seperti udang rebus.Wanita penjaga menyadari serangan itu akan membunuh bayi mungil ini, segera pasang badan untuk mengorbankan nyawanya.Namun tiba-tiba.Ting.Lanting Beruga memotong gasing tersebut menjadi dua bagian. Kecepatan pemuda itu ben
Sengaja Li Wei memilih penginapan kelas biasa ketika tiba di Kota Dong. Ada dua hal yang menjadi alasannya, pertama untuk masuk ke dalam penginapan level elit membutuhkan identitas diri, sementara tidak mungkin Li Wei menunjukan identitas dirinya saat ini. Dan alasan ke dua agar tidak terlalu menarik perhatian orang-orang di kota Dong. "Kami memesan satu kamar," ucap Li Wei. Pelayan penginapan lentera malam tersenyum tipis, dia melirik ke arah Lanting Beruga, kemudian senyum tipis di bibirnya mendadak luntur. Mungkin karena wajah Lanting Beruga berbeda dari kebanyakan orang. "Dia adalah suamiku," ucap Li Wei. "Oh, sepertinya kalian pasangan baru, apa ini anak kalian?" tanya pelayan tersebut. "Benar," jawab Li Wei. "Hem ...bisakah kau segera menyiapkan kamar kami, bayi kecilku mulai lapar." Pelayang itu buru-buru membawa Li Wei dan Lanting Beruga menuju kamar yang ada di belakang penginapan ini. Kamar ini tidak terlalu bes
Wush wush wush.Serangkaian serangan panah datang dari segala arah, menancap di dinding kamar, menembus tirai bahkan hampir saja mengenai tubuh Li Wei.Lanting Beruga langsung menyapukan tangannya, mendadak semua pelita yang ada di dalam kamar padam. Kamar menjadi gelap gulita. Li Wei menjadi cemas.Mata kiri Lanting Beruga terbuka, mata asura yang tajam. Dia bisa melihat dengan jelas situasi di dalam kamar ini dengan sangat baik, lebih baik daripada ketika pelita menyala."Tuan Pendekar ..." ucap Li Wei."Hustt!" ucap Lanting Beruga, "Tenanglah, bersembunyilah akau akan melindungi kalian."Belasan panah datang kembali, tapi Lanting Beruga berhasil menghalaunya dengan sangat baik. Pendekar lemah ini tidak tahu siapa yang sedang mereka hadapi.Setelah menunggu beberapa saat kemudian, tampaknya tidak ada panah yang kembali datang. Lanting Beruga menatap ke arah atap kamar, menyadari ada lebih dari 4 orang sedang mengintai.Lantin
Pemimpin Penginapan mengira Lanting Beruga tidak tahu dengan trik murahan itu. Dia pikir dengan Lanting Beruga melenyapkan pedang energinya, pemuda itu telah lengah. Tidak, mata kiri Lanting Beruga telah menganalisa hal itu sebelumnya.Serangan yang dilepaskan benar-benar gagal membunuh pemuda tersebut."Kau sudah melakukan kesalahan, pak tua ..." ucap Lanting Beruga, "Sekarang aku memiliki alasan untuk membunuhmu!"Belum satu detik setelah Lanting Beruga berkata demikian, pemuda itu telah lenyap dari padangan pemilik penginapan ini, tiba-tiba dia telah berada di depannya lalu menarik pedang sisik naga hijau yang masuk ke dalam mulut orang itu.Tusukan yang Lanting Beruga lakukan begitu cepat mengirim nyawa pemilik penginapan ke alam baka.Dia jatuh ke dasar, mengeluarkan darah dari dalam mulutnya.Lanting Beruga dengan cepat pergi ke kamar penginapannya."Kita harus pergi dari sini ..." ucap Lanting Beruga, "Sekarang!"Li Wei
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m