Angga Nurmeda memasang wajah sinis, ini sudah lama dia tahankan. Di Desa Ranting Hijau, Angga Nurmeda melihat potensi Lanting Beruga cukup bagus dibanding semua peserta yang lain, bahkan mungkin lebih bagus dari dirinya sendiri ketika dia seumuran Lanting Beruga.
Angga Nurmeda tentu saja ingin menjajal kekuatan Lanting Beruga saat itu, tapi statusnya sebagai Sesepuh Muda, akan tercoreng jika dia melawan bocah ingusan.
Angga Nurmeda tidak ingin Lanting Beruga tumbuh menjadi pendekar kuat, karena hal itu, Lanting Beruga tidak terpilih menjadi salah satu dari dua orang yang akan masuk ke dalam Sekte Macan Giok.
Padahal, saat itu Lanting Beruga adalah yang terbaik di desa Ranting Hijau.
"Angga Nurmeda ..." ucap Lanting Beruga, "kau ingin bertarung? tentu saja, tapi tidak saat ini."
"Apa kau takut?" tanya Angga Nurmeda, mencibir Lanting Beruga.
"Takut kepadamu?" Lanting Beruga menggaruk kepalanya. "Malam nanti adalah hari perayaan, aku ingin bert
Hidup di tengah-tengah Sekte yang besar, membuat Sekar Ayu sedikit terkungkung. Hanya ada satu tugas diberikan kepada sekte, yaitu berlatih keras.Menjadi gadis kuat bukan keinginan Sekar Ayu, tapi semua orang di Sekte Pedang Emas beranggapan jika gadis ini akan menjadi seorang pendekar kuat dimasa depan, dengan mata 'iblis itu'Sekar Ayu hanya menguasai jurus dasar dari Sekte Pedang Emas, itu sudah dia latih ketika umurnya baru 8 tahun hingga sekarang 16 tahun.Sementara di sisi lain, Intan Ayu bahkan mulai menguasai jurus-jurus level tinggi.Tenaga dalam Sekar Ayu juga tidak terbilang besar, dia sebanding dengan pendekar awal perak.Namun semua orang menolak untuk bertarung melawan dirinya, bahkan Intan Ayu sendiri hampir saja mati karena Sekar Ayu."Aku rasa kita memiliki kesamaan ..." ucap Lanting Beruga. "Ya, meski lebih banyak perbedaannya.""Hikhikhik ... kau mungkin hanya ingin menghiburku.""Apa kau tidak lapar?" tanya
Tepat pada tengah malam, rakyat kalangan atas telah berkumpul di depan Istana Sursena, sementara rakyat dikalangan bawah, harus mendekam di rumah mereka masing-masing. Prajurit menjaga semua tempat di pulau kecil ini.Malam perayaan ulang tahun Raja Lakuning Banyu begitu meriah tahun ini. Paling meriah dari setiap perayaan yang diadakan di Istana.Lampu temaram menghiasi setiap sisi dunia itu, membuat malam ini hampir seperti tengah hari."Ibu ada tarian yang cantik ...""Ibu aku ingin makannan itu!"Makanlah apa yang ada, Istana telah menyewa pedagang makanan di sini, dan semuanya gratis.Anak-anak begitu bergembira, memakai pakaian baru dan minyak wangi."Panjang umur Yang Mulia Raja ...""Panjang Umur ...""Semoga kau diberkahi hidup lebih lama!""Semoga diberkahi!"Terdengar teriakan riuh dari mulut rakyat Sursena. Letusan kembang api berkobar di atas Istana Surensa, begitu cantik dan
Yang pertama kali muncul adalah Putri Rismananti, gadis cantik dengan tubuh tinggi. Dia membawa sebuah pedang, berjalan tenang seperti air yang menghanyutkan.Semua gadis, ingin seperti dirinya, cantik dan kuat. Dia melambangkan kekuatan dari dewi kayangan, begitu bijak dalam mengambil keputusan.Kemudian di susul oleh pemuda lain. Altar Buana, cucu Jendral ke dua Sabdo Jagat.Selain tampan, Altar Buana kabarnya begitu ramah dan baik hati. Sifat ptriot yang dia miliki, mungkin diturunkan dari Kakeknya.Sama hal seperti Sabdo Jagat, dia membawa sebuah tongkat bercorak emas, dengan ukiran cantik menghiasai pangkal dan ujung tongkat tersebut.Konon katanya, tongkat itu dibuat dari tulang ular yang berhasil dia bunuh ketika sedang menjalankan misi berbahaya."Meski mungkin bukan sebuah pusaka, tapi aku merasakan tongkat itu mengeluarkan aura yang kuat ..." Dewangga baru saja memberikan tanggapan."Tentu saja, itu adalah ular b
Lanting Beruga mendapatkan kursi paling belakang sekali di deretan perserta. Setiap kursi memiliki nomor, yang merupakan nomor urut dari tenaga dalam mereka.Ada sebuah batu mustika berwarna putih, yang digunakan untuk mengukur kadar tenaga dalam seseorang dengan tepat.Setiap peserta hanya perlu mengalirkan tenaga dalam mereka pada batu mustika itu, lalu akan timbul satuan tenaga dalam mereka dalam bentuk garis melengkung yang bercahaya seperti pelangi.Sayang sekali, Lanting Beruga tidak memiliki tenaga dalam, jadi tidak ada garis cahaya melengkung dari batu mustika itu.Dan jelas saja, dia adalah peserta yang paling lemah."Aku pikir dia hanya memiliki tenaga dalam yang kecil, tapi rupanya dia sama sekali tidak memiliki tenaga dalam.""Omong kosong macam apa ini, aku tidak pernah menemukan orang seperti dirinya.""Dia lebih buruk dari sampah," ucap Ritra Banyu."Jendral tua itu ... dia memang sudah pikun."Setelah beb
Loka masih tersenyum, tapi raut wajahnya sedikit masam ketika Lanting Beruga mengeluarkan sebilah pedang dari telapak tangannya."Dia telah membuat tanda samudra?""Hanya orang yang sangat kaya bisa membuat tanda itu!""Siapa sebenarnya pemuda ini?"Para Jendral mulai berbisik, yang lain menganggap Lanting Beruga adalah anak orang kaya yang menyamar sebagai orang miskin, sementara yang lain malah menganggap Dewangga benar-benar pikun karena mau membiayai pembuatan Tanda Samudra."Hanya karena kau memiliki tanda samudra, bukan berarti kau bisa mengalahkanku!" Loka kembali mencibir.Dengan sombongnya, dia memasang kuda-kuda pertahanan. "Jurus Dinding Menahan Badai.""Bisikan Dewa Kematian."Dengan otot kuatnya, Lanting Beruga menderu dengan cepat, mengayunkan pedangnya yang langsung mengenai tubuh Loka.Murni serangan pisik, tidak ada bantuan dari roh api. Jurus Bisikan Dewa Kematian benar-benar tidak bisa di bendung lawan
Satu-satunya orang yang tidak tergiur oleh hadiah itu hanyalah Lanting Beruga. 100 sumber daya pengeras tulang tidak biasa memuaskan dirinya, karena level pisik pemuda itu sudah sangat tinggi. Jadi dia tidak akan menantang siapapun, dan memilih untuk menutup matanya, kembali hanyut di dalam pemahaman. "Aku ingin menantang Bandang Sura!" Seorang peserta yang ada di nomor 12 berdiri. Dari tadi Bandang Sura dan dua orang lain memang belum tersentuh tantangan peserta lain. Pria botak yang duduk di sebelah Angga Nurmeda itu hanya sibuk membaca buku yang entah apa isinya, segera berdiri. "Siapa yang menantangku?" "Aku!" jawab pria tadi. Bandang Sura tidak menolak tantangan, secara tenaga dalam dia adalah nomor dua terkuat dari seluruh peserta, di belakang Angga Nurmeda. Hanya ada satu orang yang dapat mengalahkannya, Angga Nurmeda itu sendiri, pikir Bandang Sura. Bandang Sura melompat ke atas Arena Pertandingan, diikuti oleh
Bandang Sura, menatap Subansari dengan tajam, dia berpikir akan menahan teknik apapun yang diarahkan ke tubuhnya, meski itu adalah Teknik Awan Berarak level tinggi sekalipun.-Tarian Dewa Angin-Jendral Dewangga sedikit terkejut, dia belum pernah mengajari Subansari jurus tarian dewa angin, jadi darimana dia belajar jurus tersebut.Satu-satunya orang yang terlintas di pikiran Dewangga adalah Lanting Beruga, mungkin pemuda itu yang mengajarinya.Benggala Cokro mengelus dagunya, tidak menduga jika Subansari telah menguasai jurus level tinggi dari Sekte Awan Berarak."Gadah Perungu Dewa."Bandang Sura tidak ingin kalah, jadi dia mengeluarkan jurus tertinggi yang dia miliki.Satu helai daun melayang di antara mereka berdua, seolah tanda bersiap untuk menyerang.Ketika daun itu jatuh tepat di dasar arena, dua orang itu bergerak bersamaan.Wush ...sing.Subansari melewati tubuh Bandang Sura, tapi pedangnya kini berlumur
Intan Ayu dan Danur Dara mulai bertarung dengan sengit, pemuda yang menggunakan tombak dan gadis yang menggunakan pedang.Teknik pedang emas cendrung menggunakan serangan jarak jauh, melepaskan energi pedang untuk menyerang lawan. Dan pada puncak dari kekuatan teknik tersebut, mereka bisa mengendalikan pedang seperti mengendalikan jari tangan mereka sendiri. Seperti yang ditunjukan oleh Benggala Cokro ketika bertarung di atas kapal.Di sisi lain, Lanting Beruga mengamati semua gerakan yang ditunjukan oleh Intan Kumala dan juga Danur Dara.Secara alamiah, pemuda itu bisa meniru jurus yang dia lihat. Bukankah dia juga menghapal Tarian Dewa Angin hanya dengan melihatnya saja?"Benar, aku melihat gerakan itu!" ucap Lanting Beruga. "Gerakan yang dilakukannya ketika mengahadapi para perampok."Lanting Beruga tersenyum kecil, gerakan Intan Kumala ketika menyelamatkannya dahulu masih tergambar jelas di pikirannya, dan hari ini dia bisa melihat gerakan itu
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m