Untuk pertama kalinya, Rambai Kaca keluar dari Padepokan Naga Utara. Dia hanya memiliki sebuah peta yang akan memandu dirinya menjalankan sebuah misi bintang pertama.Dengan langkah santai, Rambai Kaca mulai pergi meninggalkan padepokan tersebut setelah 3 tahun lamanya berada di sana.Bagi bocah itu, lingkungan negri Naga Utara masihlah sangat asing. Sepanjang perjalan, matanya acap kali menemukan pemandangan indah yang tidak pernah ditemukan di Padepokan Pedang Bayangan.Pemandangan bawah laut.Dia menatap peta beberapa kali, hanya untuk memastikan bahwa jalannya tidak tersesat.Entah berapa desa yang dilewati oleh bocah tersebut, sampai akhirnya dia tiba di sebuah kampung kecil di arah utara Negri Naga Utara.Dia segera menemui pimpinan desa tersebut."Apakah benar ini adalah kediaman Ki Demang Sakasara?" tanya Rambai Kaca.Pria yang keluar dari dalam rumahnya, bertubuh kurus dan sedikit bungkuk. Janggutnya panjang sampai menyentuh perutnya, matanya sipit dengan kelopak yang berkeru
Satu musuh jatuh di tanah dengan kondisi batang leher yang terbakar."Aku masih belum bisa mengontrolnya," gumam Rambai Kaca.Bocah itu telah mengurangi daya hancur dari jurus tersebut, agar tidak langsung membunuh lawan. Namun yang terjadi masih jauh dari rencanannya, musuh langsung mati tiga detik setelah terkena serangan bocah tersebut. Jika dia menggunakan kekuatan yang lebih besar, barang kali batang leher musuh langsung hancur.Melihat jurus yang baru saja digunakan oleh Rambai Kaca, dua pencuri yang lain mulai diselimuti ketakutan.Namun bocah itu bergerak begitu cepat berkat jurus kilatan putih, dan berhasil menjatuhkan satu orang pencuri yang lain.Tersisa hanya satu pencuri lagi, dan ini adalah pencuri yang paling kuat di banding dengan dua temannya yang lain.Pertarungan ke duanya cukup berimbang untuk beberapa saat, dimana pencuri itu bisa menghindari beberapa kali serangan Rambai Kaca.Seberkas cahaya terang muncul dari telapak tangan pencuri tersebut, bergerak cepat ke
Cindra Wati merupakan murid seorang sesepuh nomor dua terbaik di Padepokan Naga Utara.Dianggap sebagai salah satu sesepuh yang menjadi pondasi kekuatan padepokan tersebut.Sesepuh Raung Wanara, demikian nama dari sesepuh tersebut.Dia memiliki banyak murid berbakat, dan salah satu murid berbakat yang dimilikinya adalah Cindra Wati, beserta 4 orang murid yang lain.Cindra Wati sendiri merupakan sedikit dari banyak murid wanita yang ditakuti oleh murid-murid umum lainnya, karena kemahiran gadis itu memainkan pedang.Untuk usianya, Cindra Wati sebenarnya sudah tua jika dibandingkan dengan Rambai Kaca yang seorang manusia. Namun, bagi ras naga, usia Cindra Wati terbilang masih sangat muda,bahkan belum pantas dikatakan sebagai anak remaja.Sementara pemuda yang selalu bersama dengan dirinya, adalah murid terbaik ke ketiga yang dibina oleh Sepuh Raung Wanara.Seperti Cindra Wati, hanya sedikit murid yang mau berurusan dengan pemuda tersebut. Kidang Alang, demikian nama dari pemuda tersebut
Situasi di dalam bangunan bertingkat menjadi begitu tegang. Pemilik bangunan itu, menatap Rambai Kaca dengan sinis, tapi bocah itu masih begitu tenang.Tidak ada ketakutan terpampang di wajah Rambai Kaca. Bocah itu kemudian memindahkan bangku ke samping, dan mulai berjalan mendekati lawan.Dia menyapukan pandangan sepintas, ada lagi yang turun dari lantai dua ke dalam ruangan ini. Total musuhnya kini menjadi 7 orang, belum termasuk pemilik bangunan ini.'Ini kali pertama diriku melawan musuh yang banyak,' ucap Rambai Kaca, 'eh, ini akan menjadi sedikit menyenangkan.'"Bunuh dia!" perintah pimpinan bangunan tersebut.7 orang bergerak cepat untuk melumpuhkan Rambai Kaca, mereka menggunakan berbagai macam jenis senjata, mulai dari pedang, golok, dan belati.Pertarungan tidak dapat dielakan.Sebuah serangan menderu dari arah atas, tapi dengan lompatan ke belakang, Rambai Kaca berhasil menghindari serangan tersebut.Belum pula dia sempat menarik nafas, serangan lain datang dari arah sampin
"Alasan yang tidak masuk akal!" Pria pemilik bangunan langsung menyerang Rambai Kaca dengan sebuah jurus pedang jarak dekat.Nyaris saja Rambai Kaca terkena tebasan pedang itu, jika bukan dirinya masih memiliki waktu untuk menggunakan teknik kilat putih.Alhasil, tebasan pedang hanya mendarat pada perabotan yang ada di dalam ruangan ini.Beberapa kali, pria itu melepaskan serangkaian serangan yang berbahaya. Ini berhasil menyudutkan Rambai Kaca, lebih lagi, tenaga dalam bocah itu mulai terkuras habis karena selalu menggunakan jurus kilat putih."Aku harus menemukan kelemahannya," ucap Rambai Kaca, seraya mencoba memahami serangan yang dilakukan oleh lawan.Di sebuah kesempatan, tebasan itu berhasil menggores tipis wajah Rambai Kaca. Darah mulai menetes dari luka di wajah bocah tersebut."Tampaknya, kau kehabisan tenaga dalam, benarkan Bocah?" Pria itu mulai merasa di atas angin, "kau tidak punya banyak waktu untuk terus menghindari serangan demi seranganku."Namun, ketenangan Rambai K
Kidang Alang menatap wajah pria yang duduk di sudut dengan wajah ketakutan, dia pria pencuri yang disandra ole Rambai Kaca."Kenapa kau hanya diam saja?!" bentak Kidang Alang. "Apa kau tidak melihat pelaku yang membantai semua orang ini?"Di kuasai oleh ketakutan, pria itu tidak bisa menjawab pertanyaan Kidang Alang. Lagipula, dia takut jika Rambai Kaca menggunakan jurusnya."Kau tidak ingin menjawab!" bentak Kidang Alang."Kakang, jangan marah seperti itu!" ucap Cindra Wati, "mungkin dia juga sebagai korban di sini."Kidang Alang mengendus kesal, pria itu mulai menyusuri setiap sisi bangunan, mencoba menemukan sebuah petunjuk mengenai pelaku pembunuhan.Bodohnya, dia tidak tahu jika semua orang mati adalah penjahat yang bisa mengancam Padepokan Naga Utara.Sementara itu, Rambai Kaca masih bersembunyi, tampaknya dia tidak ingin Kidang Alang mengetahui keberadaannya. Lagipula dalam situasi seperti ini, mungkin Kidang Alang akan menyalahkan Rambai Kaca. Jadi bersembunyi adalah solusi c
Cindra Wati kini sedang menghadapi 3 musuh sekaligus, sama seperti Kidang Alang. Dari pandangan mata Rambai Kaca, Cindra Wati terlihat lebih lincah dalam permainan pedang dibandingkan dengan Kakang Seperguruannya, Kidang Alang.Namun, Cindra Wati masih terkendala dengan tenaga dalam, sehingga jurus-jurus yang digunakannya tidak sekuat milik Kidang Alang.Sekarang terbukti, Cindra Wati masih bisa menghadapi lawannya tanpa terluka sementara Kidang Alang telah dua kali terkena serangan musuhnya.-Jurus Pedang Naga Perak-Cindra Wati tebang ke udara, lalu melepaskan 5 tebasan ke arah musuh. Lima tebasan berbentuk pedang bening bergerak cepat dan menghantam salah satu dari tiga lawannya."Ahkkk ..." bandit itu jatuh ke tanah dengan darah keluar dari dalam mulutnya, "Sialan, gadis ini lebih kuat dari yang aku duga.""Kalahkan gadis ini terlebih dahulu!" salah satu bandit berteriak keras.Karena hal ini, Cindra Wati malah harus berurusan dengan 7 bandit sekaligus. Kidang Alang yang berada j
"Bocah manusia ..." gumam Kidang Alang, "murid dari sesepuh cacat itu?!" jelas Kidang Alang tidak menduga jika Rambai Kaca bisa menghabisi lima bandit hanya dalam hitungan singkat, tidak lebih dari 20 detik, atau mungkin hanya 15 detik saja.Kecepatan Rambai Kaca dalam menyerang itu, tidak pernah dilihat oleh Kidang Alang di Padepokan Naga Utara, lebih lagi teknik perpindahan tempat yang dilakukan oleh Rambai Kaca.Di sisi lain, pria yang pernah berurusan dengan Kidang Alang di Perpustakaan dulu, hanya terdiam tak memberikan reaksi apapun, tampaknya hanya dia yang tahun tentang kekuatan Rambai Kaca, karena dia sendiri sudah pernah merasakan sengatan jurus Aura Naga Petir bocah tersebut.Rambai Kaca menyapukan pandangan ke sekeliling, menghitung cepat jumlah musuh yang masih tersisa saat ini."Ada 12 orang lagi?" gumam Rambai Kaca.Itu artinya, kelompok Kidang Alang hanya bisa membunuh 3 orang saja selama pertempuran ini berlangsung, sementara lima orang lainnya dihabisi oleh Rambai Ka
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m