Satria Naga Emas itu benar-benar ingin menunjukan kepada Lanting Beruga kekuatan yang sesungguhnya, yang tidak pernah digunakannya kepada tetua ataupun para pendekar yang lain.Satria Naga Emas kini diliputi oleh rasa percaya diri, dan dia mulai memperagakan ketrampilannya saat menggunakan pedang energi di tangannya.Hal ini membuat tetua utama yang berada tidak jauh dari lokasi mereka menjadi sangat terkejut. Berpikir bahwa Satria Naga Emas itu telah menyembunyikan semua kekuatan saat menghadapi dirinya.Namun Lanting Beruga malah tersenyum dingin menatap ketrampilan lawannya. Dia turun dari batu besar, berjalan dia tas permukaan salju dengan langkah kaki yang tegap lagi mantap.Perlahan pula, dari tangannya muncul sebilah pedang yang tak lain adalah Pedang Sisik Naga Hijau.Perlahan-lahan pedang itu mulai memancarkan aura panas dan cahaya merah kuning yang redup.Kali ini, tetua utama malah bertambah tercengang. Dia tidak pernah melihat Lanting Beruga menyelimuti pedangnya dengan c
Serangan demi serangan terus mengarah ke murid Guru Kilat Putih itu. Pertarungan kini menjadi begitu sengit, banyak hal terjadi di dalam pertarungan ini, dan jika mereka melakukan sedikit kesalahan saja, maka arah pertarungan ini akan mulai berubah.Sejauh ini, Lanting Beruga masih sangat unggul dibandingkan dengan tiga lawannya. Beberapa luka tipis memang sempat dialami oleh Lanting Beruga, tapi pedang sisik naga hijau sudah lebih dari 10 kali menebas semua lawan-lawannya.Kali ini pula, Lanting Beruga berhasil menorehkan luka yang cukup besar di belakang tubuh salah satu satria naga emas.Luka itu telah merobek zirah perang yang mereka gunakan, bahkan tidak hanya sampai di sana, luka itu nyaris memotong beberapa tulang belakang satria naga tersebut."Teman, aku akan membantumu!" salah satu satria naga emas, berusaha mengalirkan aura alam ke tubuh temannya, mencoba untuk menghentikan pendarahan tapi hal itu malah membuat dirinya membuka celah.Lanting Beruga tidak akan membuang kesem
Dalam keadaan yang begitu kritis, menentukan hidup dan mati dari seorang Pimpinan Sekte Lentera Es, tiba-tiba muncul kekuatan yang membuat Ares mundur beberapa puluh langkah jauhnya. Petirnya juga telah meninggalkan tubuh Madam, dan sialnya dia merasakan bahwa petir itu juga berbalik menyerang dirinya sendiri."Kekuatan dari Roh Air ..." Ares langsug menyadari hal itu, dia paham jika air adalah elemen yang sulit untuk dikalahkan dengan elemen petir miliknya. Ini artinya, air juga merupakan musuh alami dari dari elemen petir yang dia miliki.Setelah beberapa saat kemudian, muncul bayangan gurita raksasa yang menyelimuti seluruh tubuh Madam. Kekuatan itu juga telah membuat Madam terangkat puluhan jengkal dari permukaan es.Ketika Madam menyapukan telapak tangan ke arah Ares, mendadak dari dalam tanah muncul gelombang air yang begitu besar, langsung bergerak ke arah Ares sang Ksatria Naga Emas.Ares langsung menghilang dari tempatnya, menghindari gelombang tersebut, tapi Madam mengetahui
Guru Kilat Putih kini mulai memiliki rasa percaya diri yang begitu besar. Dia sangat yakin jika persentase kemenangan dirinya saat ini akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tadi."Sekarang aku mulai!" ucap Guru Kilat Putih.Sing.Pria itu langsung lenyap dari tempatnya, dan entah hanya butuh berapa detik saja dia telah berada di belakang lawannya alias Harald.Setelah dia menguasai elemen petir dalam aliran aura alamnya, rupanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Guru Kilat Putih meningkat pula pada level selanjutnya.Tebasan pedang yang diarahkan oleh Guru Kilat Putih rupanya tidak mampu dihindari oleh Harald, membuat pria itu berteriak keras karena kesakitan. Dalam keadaan seperti ini, jika ada yang melihat pertarungan mereka, pastilah mereka akan melihat pula bahwa Harald sedang diselimuti oleh banyak petir.Tebasan yang dilakukan oleh Guru Kilat Putih bukan hanya melukai pundak Harald, tapi juga sengatan listrik itu telah membakar sebagian kecil daging yang ditebasnya.Menc
Ini adalah kekuatan level dewa, tanpa kekuatan Roh Air Madam tidak bisa menahan serangan Ares yang dipenuhi dengan amarah yang meluap-luap.Teknik pertahan yang digunakan oleh Madam perlahan-lahan mulai melemah, kemudian hancur.Tombak berselimut petir, sekarang tiada penghalang lagi untuk menikam tubuh wanita berusia 500 tahun tersebut. Kematian sudah begitu dekat, dan sekarang hanya tinggal beberapa jengkal lagi kematian itu akan merenggut nyawa Madam.Namun tiba-tiba.Booom.Tombak petir terlempar puluhan depa jauhnya, menghantam sebuah bukit kecil yang berada tidak jauh dari gunung ini. Ledakan besar terjadi di sana, cahaya putih terang menyilaukan mata, seolah telah merenggut semua cahaya yang ada di bumi ini.Guncangan yang diakibatkan oleh ledakan itu dapat dirasakan hampir di 1/4 bagian benua ini. Tanah merekah, menciptakan banyak jurang yang dalam di sekitar lokasi kejadian.Kiranya serangan itu tadi mengenai tubuh Madam, entah apa yang terjadi dengan wanita itu saat ini. B
Madam tidak tahu apa yang baru saja dikatakan oleh Lanting Beruga mengenai Ares sang Ksatria Perang, kenapa pria itu melepaskan nyawa Ares dan tidak membunuhnya. Padahal, Ares adalah sosok manusia yang paling berbahaya bagi kelangsungan Sekte Lentera Es, sementara Lanting Beruga bisa saja membunuh pria itu dengan cukup mudah."Tanpa cawan Banyu," ucap Lanting Beruga, "Dia tidak akan menyerang dirimu.""Jadi benda itu sangat berharga, ya?" tanya Madam."Mereka memiliki dua cawan banyu, tapi keduanya telah berada di tanganku, akan membutuhkan waktu yang sangat lama bagi mereka untuk menciptakan cawan banyu lagi."Madam hanya mengangguk tanda mengerti, dia tidak lagi mempermasalahkan mengenai Ares atau pula kelangsungan Sekte Lentera Es ke depannya.Sekarang yang paling penting adalah, menyebarkan informasi kemenangan ke seluruh benua, karena pasti seluruh rakyat kini sedang diliputi dengan rasa takut.Hal lain yang perlu mereka lakukan adalah, mengurus para pendekar yang terluka, mengu
Lima hari lamanya berada di atas punggung kura-kura raksasa, hampir membuat Lanting Beruga mati karena bosan. Tidak ada hal yang bisa dia lakukan di sini kecuali menyambar ikan, selebihnya waktu demi waktu hanya dilalui dengan tidur atau sesekali mengusik Guru Kilat Putih yang sedang melakukan meditasi untuk mempelajari aliran petir dalam aura alam miliknya.Madam juga lebih banyak berdiam diri, hanya akan berbicara hal-hal penting yang membosankan."Apakah manusia jika sudah tua akan lebih banyak berdiam diri seperti mereka ...." Lanting Beruga bergumam kecil, sembari duduk menjauhi dua rekannya, sesekali dia akan memasukan ujung jari kelingking pada lubang hidung kemudian bergumam lebih banyak lagi.Namun tiba-tiba kura-kura besar ini melakukan reaksi yang tidak biasa. Perjalanan yang biasanya begitu tenang dan lambat, kini sedikit lebih menegangkan dari sebelumnya.Lanting Beruga langsung melompat ke depan, menatap apa yang terjadi sehingga membuat kura-kura ini bertingkah aneh."P
"Hoi dua orang tua bodoh, buka mata kalian, bantu aku, atau kita akan tersesat!" Lanting Beruga terus berteriak keras memanggil Guru Kilat Putih dan Madam, tapi apapun yang dia lakukan tidak berhasil membuka mata dua orang tua itu. Ini menyebalkan, Lanting Beruga mengeluarkan kata-kata makian setiap saat melihat ke belakang dan mendapati dua orang itu masih duduk seperti semula dengan mata terpejam.Dalam beberapa waktu yang cepat, Lanting Beruga telah menggunakan belasan kali jurus naga bayangan yang benar-benar menguras stamina dan juga roh api miliknya.Sialnya, perjalanan ini masih sangat jauh, Lanting Beruga tampaknya harus menggunakan puluhan kali jurus tersebut agar selamat dari amukan binatang buas penunggu lautan Segitiga Iblis ini.Peluh telah bercucuran di wajah Lanting Beruga, tidak sempat menetes karena langsung menguap saat tubuhnya diselimuti dengan aura panas.Kepala Kura-Kura raksasa juga mulai memerah, mungkin pula akan membuat dirinya mati dalam beberapa waktu ke de
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m