Lima hari lamanya berada di atas punggung kura-kura raksasa, hampir membuat Lanting Beruga mati karena bosan. Tidak ada hal yang bisa dia lakukan di sini kecuali menyambar ikan, selebihnya waktu demi waktu hanya dilalui dengan tidur atau sesekali mengusik Guru Kilat Putih yang sedang melakukan meditasi untuk mempelajari aliran petir dalam aura alam miliknya.Madam juga lebih banyak berdiam diri, hanya akan berbicara hal-hal penting yang membosankan."Apakah manusia jika sudah tua akan lebih banyak berdiam diri seperti mereka ...." Lanting Beruga bergumam kecil, sembari duduk menjauhi dua rekannya, sesekali dia akan memasukan ujung jari kelingking pada lubang hidung kemudian bergumam lebih banyak lagi.Namun tiba-tiba kura-kura besar ini melakukan reaksi yang tidak biasa. Perjalanan yang biasanya begitu tenang dan lambat, kini sedikit lebih menegangkan dari sebelumnya.Lanting Beruga langsung melompat ke depan, menatap apa yang terjadi sehingga membuat kura-kura ini bertingkah aneh."P
"Hoi dua orang tua bodoh, buka mata kalian, bantu aku, atau kita akan tersesat!" Lanting Beruga terus berteriak keras memanggil Guru Kilat Putih dan Madam, tapi apapun yang dia lakukan tidak berhasil membuka mata dua orang tua itu. Ini menyebalkan, Lanting Beruga mengeluarkan kata-kata makian setiap saat melihat ke belakang dan mendapati dua orang itu masih duduk seperti semula dengan mata terpejam.Dalam beberapa waktu yang cepat, Lanting Beruga telah menggunakan belasan kali jurus naga bayangan yang benar-benar menguras stamina dan juga roh api miliknya.Sialnya, perjalanan ini masih sangat jauh, Lanting Beruga tampaknya harus menggunakan puluhan kali jurus tersebut agar selamat dari amukan binatang buas penunggu lautan Segitiga Iblis ini.Peluh telah bercucuran di wajah Lanting Beruga, tidak sempat menetes karena langsung menguap saat tubuhnya diselimuti dengan aura panas.Kepala Kura-Kura raksasa juga mulai memerah, mungkin pula akan membuat dirinya mati dalam beberapa waktu ke de
Belum pula mendekati pulau tersebut, Garuda Kencana yang berada di kedalaman pulau tersebut mulai merasa gelisah."Apa yang terjadi?" Intan Ayu mendekati sahabatnya itu, karena merasa tidak biasa melihat tingkah aneh Garuda Kencana yang gelisah.Tidak menjawab Intan Ayu, Garuda Kencana malah terbang ke arah lautan. Intan Ayu dengan sontak mengiringi Garuda Kencana, karena khawatir mungkin ada masalah yang mengharuskan Garuda Kencana pergi dengan cepat.Namun setelah dia tiba di pinggiran pantai, Intan Ayu melihat gelombang air di tengah lautan. Mulanya gadis itu mengira itu adalah musuh, tapi Garuda Kencana masih terus melaju ke arah sana, sambil sesekali berkicau keras.Ini jelas bukan bertanda buruk, kicauan bahagia yang keluar dari mulut Garuda Kencana menandakan sesuatu yang baik sedang mendekati pulau ini.Sementara itu, di tengah lautan alias di atas kepala kura-kura raksasa, Lanting Beruga berteriak keras memanggil Garuda Kencana."Kencana! oiiiii ....aku kembali!""Klik klik k
Beberapa waktu kemudian, Lanting Beruga dan Intan Ayu berjalan-jalan di tepi hutan yang berada cukup jauh dari Markas Utama Kelompok Sayap Putih.Dua muda-mudi itu saling bercerita panjang lebar dan sesekali muncul gurauan di antara mereka berdua.Intan Ayu sepertinya begitu senang hari ini, sampai-sampai dia tidak pernah berhenti tersenyum setiap kali memandang wajah Lanting Beruga.Sesekali dia bahkan menarik kumis tipis pemuda itu, hingga Lanting Beruga meringis kesakitan, lalu gadis itu akan tertawa dengan senang.Mereka sengaja memutuskan untuk berjalan menuju Anjungan, seraya menikmati setiap momen pertemuan dengan suka cita.Anjungan Lanting Beruga berada cukup jauh dari Markas Utama dan mungkin bisa dibilang paling jauh dibandingkan dengan anjungan yang lain.Setelah Lanting Beruga pergi, Anjungan itu tidak ditempati oleh siapapun, kecuali kadang kala ada pelayan yang akan membersihkan anjungan itu setiap minggunya.Intan Ayu malah memilih tinggal di kedalaman hutan bersama de
Di sisi lain, Serikat Naga mulai dibingungkan dengan menghilangnya Sang Jenius dari pengawasan mereka. Sudah lebih dari dua bulan yang lalu, Sang Jenius meninggalkan Serikat Naga. Dia meminta izin untuk ke bumi tengah dan melihat perkembangan acara lelang, tapi nyatanya setelah utusan Serikat Naga pergi ke dunia tengah, mereka tidak menemukan Sang Jenius di sana. Bahkan, acara lelang ternyata tidak diselenggarakan pada tahun ini.Ini benar-benar aneh. Mula-mula mereka berpikir jika Sang Jenius mungkin sudah diculik, tapi pernyataan itu tentu sangat salah.Sang Jenius telah kembali ke tempat asalnya, yaitu Sekte Hayna Darah dan bergabung dengan saudaranya.Bukan hanya itu, Serikat Naga juga dibingungkan dengan menghilangnya kabar mengenai Ares. Pria yang menjadi ujung tombak bagi Serikat Naga.Ya, rupanya semenjak penyerangan yang dilakukan Ares ke Sekte Lentera Es, hingga hari ini, pria itu tidak kembali. "Aku khawatir jika Ares telah menipu kita ..." kini salah satu petinggi Bangsa
Di tempat lain lagi, kini Asoka dan Set sedang duduk bersama di pinggir tebing yang menjulang begitu tinggi. Di sebelah kanan mereka ada lautan luas yang terbentang hingga jauh mata memandang.Sesekali akan terdengar suara gemuruh ketika ombak lautan menerjang dinding cadas yang terjal. Memekakkan telinga.Atau sesekali mereka bisa melihat burung-burung camar menari di awang-awang kemudian turun menukik dan menyambar ikan kecil di lautan."Lihatlah burung camar itu! mereka kuat dan lincah, dan menjadi pemburu bagi ikan-ikan kecil di lautan ...." Set kemudian menuangkan arak pada dua cawan kemudian mempersilahkan Asoka untuk menegaknya, suara seruputan arak terdengar dari bibir dua orang itu, kemudian terdengar pula suara 'ah' setelah keduanya selesai menghabiskan satu cawan arak. "Setelah kau bekerja sama dengan Petinggi Bangsawan Dunia, kau juga secara mengejutkan telah mencapai level langit tinggi pada jalur kependekaran, ini adalah kabar yang membuat aku sangat terkejut!""Aku tida
Set tidak bisa menahan diri untuk tidak bersedih saat menatap Pimpinan Sekte Bintang Biru yang terbujur lemah di atas pembaringan. Dia telah berjuang melawan dewa kematian bertahun-tahun lamanya, tapi hingga saat ini kondisi Pimpinan masih seperti demikian. Kadang kala, terlintas di benak Set untuk mengakhiri penderitaan Pimpinan Sekte, dengan membiarkannya pergi ke alam baka.Namun beberapa orang lain tampaknya belum menyerah. Para tabib selalu berupaya untuk menyembuhkan luka dalam yang diterima Pimpinan Sekte Bintang Biru. Lalu semenjak Set berada di Serikat Naga beberapa sumber daya langka berhasil dia bawa ke sini, untuk menyembuhkan penyakit Pimpinan Sekte.Dibanding beberapa tahun yang lalu, kondisi Pimpinan Sekte bisa dibilang sudah sedikit lebih membaik. Paling tidak suhu tubuhnya sudah lebih hangat.Namun semuanya bisa saja terjadi, kematian mungkin akan datang jika para tabib tidak siaga.Teman Set, yang bertugas mengelola dan memimpin Sekte bernama Lius juga telah mengup
Namun tepat sebelum mereka melaksankaan rencana penyerangan kepada Sekte Bulan Biru, tiba-tiba lonceng keras berbunyi di atas menara pengintai.Salah satu penjaga menara berteriak lantang, "Ada musuh datang, ambil posisi untuk bertahan!"Mendengar hal itu, sontak seluruh pendekar yang ada di dalam markas maupun di luar markas segera ambil posisi siaga. Mereka manarik senjata dan memakai zirah perang untuk menghadapi segala kemungkinan.Lalu kemudian, salah satu dari petinggi itu bertanya, siapa yang berani mendatangi Benua ini dan mendekati Markas Utama Hayna Darah."Mereka ...mereka itu adalah ...." Pria di atas menara tidak bisa melanjutkan ucapannya karena begitu takut sekaligus terkejut.Rupanya yang datang adalah lima orang tua yang merupakan Petinggi Bangsawan Dunia, lima orang yang telah mencapai pendekar level dewa.Di belakang lima orang itu, selain Ares seluruh seluruh petinggi Serikat Naga yaitu Satria Naga emas juga mengiringi langkah kaki lima petinggi Bangsawan Dunia itu
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m