Lanting Beruga bermalam di desa Ranting Cemara beberapa hari lamanya.
Ketika hari ke tiga, sebelum Lanting Beruga pergi dari penginapan sederhana di desa ini, tiba-tiba dia mendengarkan keributan di luar.
"Ada perampok!" suara kentongan bambu terdengar begitu nyaring. Lanting Beruga belum tidur malam ini, masih melakukan meditasi untuk menyesuaikan energi batin yang dia peroleh dari Raja Bandawasa dengan energi batinnya.
Mendengar kentongan bambu berbunyi saling sahut menyahut, membuat Lanting Beruga bergegas keluar dari penginapan.
"Paman, apa yang terjadi?" tanya Lanting Beruga, menghadang seorang pelayan penginapan yang lari dengan wajah panik.
"Anu ...ada ...ada ...anu ..."
"Paman jangan takut," ucap Lanting Beruga, "Bicara yang pelan, tarik napas dalam-dalam!"
"Anu anak muda, ada perampok datang ..."
Lanting Beruga mengangguk tanda mengerti, dia kemudian pergi meninggalkan penginapan menuju pusat terjadinya kekacau
Selagi menuggu update Lanting, silahkan baca buku karya teman saya, Arya Wiguna Wadah Terpilih
Setelah menelan ramuan yang diberikan oleh Lanting Beruga, kondisi Coyo Wigoro kembali membaik. Nafasnya yang nyaris terputus, kini kembali seperti semula.Coyo Wigoro menatap tubuh bagian belakang Lanting Beruga, jelas tidak mengetahui siapa pemuda baik yang baru saja menolong dirinya.Namun Coyo Wigoro sedikit heran ketika melihat wajah Lila Sari yang tampak sangat tegang."Dinda Lila Sari ..." ucap Coyo Wigoro, "Aku baik-baik saja, kenapa wajahmu menjadi begitu tegang.""Itu karena ..." Lila Sari berkata pelan, membuat wajah Coyo Wigoro mendadak pucat.Sementara di sisi lain, Perampok itu berniat mundur setelah serangannya sama sekali tidak mampu melukai pakaian yang dikenakan oleh Lanting Beruga.Pakaian yang aneh memang, Lanting Beruga masih mengenakan pakaian dari kulit siluman kelinci yang dijahitnya dengan tangan sendiri. Lanting Beruga bukan ahli seni dan desain, jadi sudah pasti pakaian itu benar-benar tidak pantas disebut sebagai
Semalaman ini, Lanting Beruga dan Coyo Wigoro saling bertukar pengalaman. Coyo Wigoro bercerita mengenai keamanan desa yang semakin hari semakin melemah.Ada banyak pendekar desa gugur dalam pertarungan ketika berhadapan dengan banyaknya para perampok yang datang ke tempat ini.Jika hal ini semakin berlarut, maka bukan mustahil Desa Ranting Hijau akan menjadi desa tertinggal seperti desa-desa yang lain.Ya, desa ini begitu jauh dari pusat ibu kota. Prajurit Sursena tidak mungkin datang ke desa ini, lagipula Sursena sendiri sedang dalam membangun pertahanan ulang setelah perang yang terjadi beberapa tahun yang lalu.Setelah pagi harinya, Lanting Beruga berpamitan kepada Coyo Wigoro dan Lila Sari."Saudara Lanting ..." Lila Sari memberikan buntelan yang berisi pakaian ganti dan beberapa makanan khas daeran ini. "Bagimu pakaian ini mungkin sangat murah, mengingat kau sekarang merupakan pendekar yang sanga hebat-""Aku masihlah Lanting Ber
Di dalam Sekte Macan Giok, terlihat sosok pemuda bersama pemuda lain sedang menghakimi beberapa tetua yang sudah tua."Aku tidak akan menuruti perkataanmu ..." ucap Tetua tua itu, kemudian tamparan keras mendarat tepat di wajah pria malang itu. "Tidak, "ucap dirinya, "kau tidak bisa melakukan hal ini kepada kami.""Ha!" pemuda itu mendaratkan kepalan tinju lagi ke arah wajah pria tersebut, "Aku adalah pimpinan Sekte Macan Giok-""Tidak ada yang mengangkatmu menjadi kepala sekte, Angga Nurmeda.""Sepertinya kau sudah lupa, siapapun yang bisa mengalahkan kepala Sekte, akan menggantikan dirinya!" Angga Nurmeda tersenyum sinis sebelum kemudian menendang wajah tetua itu hingga terjungkal di permukaan dasar bangunan sekte.Ya, Angga Nurmeda kembali ke Sekte Macan giok setelah melalui banyak liku hidup akibat kekahalan di perang Sursena beberapa tahun yang lalu.Dia bersama Kakas Mangkuraga dan dua temannya yang lain berhasil mengalahkan beberapa p
Telapak tangan Angga Nurmeda mendarat tepat di batang leher Gurunya, membuat beberapa urat di sana putus dan tulang leher yang patah.Darah merah keluar dari mulut pak tua tersebut, menyembur hingga menodai wajah Angga Nurmeda.Namun."Aku mengutukmu ..." ucap Pria Tersebut, "Ketika bulan purnama bersinar terang, saat itulah kau akan menghadapi seorang lawan yang begitu tangguh, 100 jurusmu tidak akan mampu melawan satu jurusnya, pada saat itu terjadi kau akan mati dengan penderitaan.""Tidak ada orang yang mampu menghadapi semua jurusku," timpal Angga Nurmeda, kemudian Gurunya menutup mata di tangan muridnya sendiri.Beberapa tetua yang ada di sana menutup mata, sungguh tidak menduga jika murid kebanggan Macan Giok berlaku tega, membunuh Guru yang membinanya dari kecil.Angga Nurmeda bukan orang kaya, dia hanya pemuda miskin yang kebetulan memiliki bakat cukup baik dibidang ilmu beladiri.Beberapa belas tahun yang lalu, Gurunya
Lanting Beruga berjalan melenggang masuk ke dalam kawasan Sekte Macan Giok. Dia melihat ada beberapa penjaga di pintu masuk, tampaknya sedang bermain dadu sambil dengan ditemani kendi-kendi tuak.Ada lima kendi tuak besar di dekat mereka, dapat dipastikan orang-orang ini tidak dalam posisi baik-baik saja."Paman sekalian," ucap Lanting Beruga, menggaruk kepalanya sambil bertingkah bodoh, "apakah benar ini adalah Sekte Macan Giok?""Ha?" seorang pria mencegahkan kepalanya, matanya agar menyipit mungkin karena pengaruh minuman keras, "hoi anak muda, kenapa kau datang ke tempat ini?""Jadi benar ini adalah Sekte Macan Giok?" tanya Lanting Beruga lagi, kemudian dia memutar matanya, menyadari jika pria yang jatuh pingsan tadi merupakan bagian dari penjaga-penjaga ini, bukitnya pakaian mereka sedikit sama, meskipun tidak ada lambang Sekte. "Sial, aku sudah salah mengasihani orang.""Aku sedang mencari pimpinan kalian?" ucap Lanting Beruga, "Bisakah aku m
Tetua itu langsung memasang juru, menyerang Lanting Beruga dengan energi tenaga dalamnya. Selarik cahaya hijau terang menerobos udara, mengarah ke tubuh Lanting Beruga.Namun, pemuda itu tepat tidak bergeming dari tempatnya. Dengan mengangkat tangan kanan ke atas, Lanting Beruga kemudian mengayunkannya ke bawah.Pada saat yang sama, sebuah pedang merah terbentuk di telapak tangan Lanting Beruga.Pedang itu menghancurkan selarik cahaya yang datang ke arah dirinya. Seolah memotong benda yang lunak, serangan dari tetua Sekte Macan Giok hancur begitu mudah.Jelas sangat terkejut, Tetua itu cukup yakin telah menggunakan banyak tenaga dalam untuk menyerang pemuda tersebut, tapi kenapa bisa dihancurkan dengan mudah.Tidak terima, tetua itu kembali menyerang Lanting Beruga dengan jurus-jurus level tinggi yang dimilikinya. Namun di sini, level tinggi tidak lebih kuat dari level rendah di Serikat Satria.Mungkin yang setara dengan level rendah di Seri
Lanting Beruga mulai serius, dia tidak bisa mengasihani para tetua ini, lebih-lebih tampaknya para tetua ini bukan berasal dari Sekte Macan Giok. Lebih tepatnya, mereka berasal dari Sekte Aliran sesat yang kini masuk ke dalam Sekte Macan Giok.Tanpa sedikitpun ragu, Lanting Beruga mengayunkan pedangnya. Darah mulai menodai pakaian pemuda tersebut, sesekali ada juga darah yang hinggap di wajahnya.Hanya dalam beberapa waktu yang singkat, Lanting Beruga berhasil mengalahkan semua tetua yang melawan dirinya.Sisa-sisa tetua harus mengalami kelumpuhan setelah kaki mereka terkena pisau bayangan pemuda tersebut.Masih dengan mata yang dingin, Lanting Beruga memandangi mayat yang bergeletakan disekitar dirinya, "Kalian memilih jalan yang salah ..." ucap Lanting Beruga.Kemudian pemuda tersebut menoleh ke arah tetua yang masih terluka, belum meninggal, "apa kau ingin seperti mereka?" tanya Lanting Beruga."Ti ...tidak ..." salah satu tetu berb
Angga Nurmeda baru saja melepaskan serangkaian serangan energi, tapi sedetik kemudian dia menyesali perbuatannya. Lanting Beruga bisa menghancurkan serangan tersebut seolah dia memotong benda yang lembut.Mungkin Angga Nurmeda perlu tahu, pedang di tangan Lanting Beruga merupakan salah satu pusaka yang banyak dicari oleh para pendekar-pendekar hebat. Pedang sisik naga hijau.Pusaka itu memang tidak memiliki roh, tapi penempaan pusaka tersebut menggunakan logam berkualitas paling baik.Di tangan Lanting Beruga, pedang itu bisa menjadi pemutus ikatan antara nyawa dan raga, atau malah sebaliknya dapat membantu ikatan nyawa dan raga yang nyaris terputus."Sejak kapan dia sekuat ini?" Angga Nurmeda mulai memaki Lanting Beruga dalam hati.Pemuda itu jelas telah berlatih sungguh-sungguh untuk menjadi pendekar tanpa tanding, dan tampaknya dia telah mencapai level tersebut di usia yang terbilang sangat muda. Angga Nurmeda merasa dirinya adalah pemuda paling