Ada beberapa hal yang ingin ditingkatkan oleh Rambai Kaca mengenai jurus untuk menghadapi musuhnya.Seperti jurus Kilat Putih yang masih jauh dari kata sempurna, atau jurus aura naga petir yang masih berada di level dua, dan lebih dari itu dia juga belum mempelajari jurus lain pada kita Dewa Naga.Namun tampaknya, dibandingkan harus mempelajari jurus Lonceng Naga yang merupakan jurus pertahanan tingkat tinggi, Rambai Kaca memilih untuk meningkatkan jurus Aura Naga Petir."Untuk mengalahkan Nyi Arum, aku harus menguras banyak tenaga dalam," ucap Rambai Kaca, "mungkin sudah saatnya aku meningkatkan jurus aura naga petir."Dalam situasi yang gawat darurat, aura naga petir acap kali menjadi penentu dari kemenangan Rambai Kaca dalam menghadapi musuh yang jauh lebih kuat dari dirinya.Sebelumnya, dia hampir menguras setengah dari tenaga dalamnya hanya untuk menghentikan pergerakan Nyi Arum.Untuk saat ini, aura naga petirnya masih berada di tahap ke dua. Hanya bisa mengunci satu pendekar le
Bayangan yang besar, tapi dibalik bayangan itu terasa begitu mengerikan sekali, tapi Rambai Kaca yang sudah berhari-hari di siksa di tempat ini telah kehilangan rasa takutnya. Dia tidak peduli bayangan apa itu, tidak peduli pula apakah itu akan membahayakan dirinya, karena apapun yang dia rasakan hanyalah penyiksaan."Bagaimana rasanya berada di sini, anak muda?" Suara itu terdengar begitu berat lagi dalam, seperti suara orang tua yang sudah mendekati ajalnya.Rambai Kaca mengadahkan kepalanya dengan perlahan, dan melihat sosok pria tua berjanggut panjang dan pakaian compang-camping telah berdiri melindungi tubuhnya dari sengatan cahaya matahari.Pria itu bertanya dua kali kepada Rambai Kaca, hingga remaja itu akhirnya menjawab dengan suara yang tak kalah lebih lirih dari pria tua tersebut."Aku tidak bisa merasakan apapun lagi, kecuali sakit yang teramat sangat," ucap Rambai Kaca."Nak, menyerahlah!" ucap dirinya, "dengan begitu kau akan kembali ke duniamu.""Apa maksudmu, kakek tua
Tulisan itu adalah sambungan dari gulungan jurus aura naga petir. Ya, jurus itu sama sekali tidak lengkap, Rambai Kaca mendapatkannya di perpustakaan Naga Utara.Setelah menyelami dan berusaha memahami, pada akhirnya dia mendapatkan sebuah petunjuk.Ya, sebelumnya dia berada di dalam bawah sadar. Pertemuan dirinya dengan raja Naga Saba tentu pula tidak berlangsung di alam nyata, ini seperti kondisi Lanting Beruga saat bertemu dengan Roh Api yang ada didalam alam bawah sadarnya.Ini mungkin momen pertama bagi Rambai Kaca, tapi bukan berarti pertemuan-pertemuan yang dialaminya di alam bawah sadar tidak menimbulkan dampak pada tubuh nyata.Jika seorang pendekar mati di alam bawah sadarnya, maka dapat dipastikan tubuh di alam nyata juga akan mati. Sebab kala itu terjadi, jiwa seorang pendekar memang tidak berada di tubuhnya, melainkan di dalam sebuah dimensi lain tapi demikian masih saling terhubung satu sama lain.Setelah mendapatkan petunjuk mengenai aura naga petirnya, membuat Rambai K
Pria yang ada di dalam bayang-bayang adalah aliran hitam,dia sengaja menebar banyak jamur di sepanjang lorong. Namun jamur itu bukanlah jamur biasa, jamur itu akan menyebarkan spora ke udara lalu masuk ke dalam hidung setiap orang yang akan melewati lorong tersebut.Spora ini beracun, walau tidak membunuh, tapi efek dari racunnya bisa meningkatkan emosi seseorang. Hal ini sedang dialami oleh Kidang Alang, dimana saat ini dia acap kali meninggikan suara di hadapan Rambai Kaca.Bukan hanya itu, dia bahkan sesekali memaki situasi di dalam lorong ini.Yang aneh adalah, Rambai Kaca sepertinya tahan terhadap efek jamur tersebut. Dia masih tenang, tidak kehilangan kepribadiannya, bahkan masih bisa mengontrol emosi Kidang Alang yang mulai meledak-ledak.Jikalah yang menghirup spora jamur tersebut adalah Lanting Beruga,mungkin dia sudah menghancurkan banyak batu di dalam ruangan ini, karena kecendrungan emosi pria itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Rambai Kaca."Airrrrr!" Kidang Alang
"Saudara Rambai Kaca, aku minta maaf ...!" Kalimat ini terus berulang diucapkan oleh Kidang Alang sepanjang perjalanan mereka, setelah pemuda itu mendapatkan penawar racun jamur.Di belakang mereka, terdengar suara caci maki yang dilakukan oleh para pendekar aliran hitam.Sesekali terdengar suara perkelahian, teriakan lalu maki memaki.Setelah mendapatkan penawaran racun jamur, Kidang Alang dengan sengaja memasukan jamur-jamur ke dalam mulut mereka semua.Dia bahkan tidak tahu, yang mana jamur beracun, atau atau jamur biasa. Karena kesal, Kidang Alang mengambil semua penawar yang dimiliki oleh aliran hitam,dan membiarkan mereka dikuasai oleh emosi yang meluap-luap.Jika dugaan Kidang Alang benar, kemungkinan besar, aliran hitam ini akan saling bunuh dalam beberapa waktu ke depan."Aku tidak bisa mengendalikan emosiku, karena jamur sialan itu ..." ucap Kidang Alang, seraya memelas agar Rambai Kaca mau memaafkan dirinya."Sudahlah, kenapa aku harus marah kepadamu? lagipula, melihat alir
Rambai Kaca hanya memasang secawan air biasa untuk melepaskan dahaganya yang menyiksa.Dalam beberapa percakapan antara Kidang Alang dan pemilik kedai, diketahui jika tuak-tuak ini diselundupkan dari dunia lain. Biasanya tuak ini dijual dengan harga yang relatif lebih mahal, entah kenapa hari ini sedikit lebih murah?Selidik demi selidik, akhirnya Kidang Alang bisa menggali sedikit informasi mengenai pak tua ini.Dulunya dia berandalan yang diburu oleh kerajaan Naga Barat, karena ketahuan menyelundupkan beberapa tuak dari dunia lain.Dalam situasi yang begitu genting, dia berlari ke dalam perbatasan, dan akhirnya tiba di sini.Rupanya, dia memiliki banyak rekan kerja di luar desa, yang siap mengirim tuak-tuak berkualitas baik ke sini.Tuak-tuak ini kemudian dijual kepada pedagang, tapi tidak jarang pula prajurit yang datang ke sini, untuk memesan tuaknya."Pejabat kerajaan Naga Barat menyukai tuakku," ucap pria itu."Apa setiap hari, desa ini selalu ramai?" tanya Kidang Alang."Ramai
Rambai Kaca tidak peduli saudagar kejam itu sedang membentaknya, dia masih menunggu gadis kecil yang kehausan dan kesakitan setelah mendapatkan perlakukan buruk dari tuannya."Lukamu sangat parah, dik ..."ucap Rambai Kaca, seraya mencoba memeriksa tubuh gadis kecil itu, "kau harus diobati.""Terima kasih Kakak," ucap gadis itu, tersenyum lebar ke arah Rambai Kaca, kemudian menyodorkan cawan minuman lagi, "aku baik-baik saja, terima kasih karena memberiku air. Sekarang aku akan bekerja lagi.""Hentikan, usia sekecil dirimu tidak pantas melakukan semua ini!" ucap Rambai Kaca.Gadis itu hanya menimpali ucapan Rambai Kaca dengan senyum kecil, lalu hendak berjalan meninggalkan pemuda itu.Beberapa bocah kecil di belakangnya, yang sempat berhenti melangkah, kini kembali melanjutkan langkah kaki mereka yang ringkih."Adik kecil!" panggil Rambai Kaca.Lagi-lagi gadis kecil itu hanya tertawa kecil ke arah Rambai Kaca, tapi tidak lama kemudian, tubuhnya mulai terhuyung, dan hampir saja jatuh t
Gadis kecil yang sakit kini telah bangun, dia menatap wajah Rambai Kaca yang sejak pertama selalu menutupi kepalanya dengan kain hitam.Matanya berkaca-kaca, tapi demikian gadis itu menolak untuk menangis."Apa sekarang, Kakak adalah Tuanku?" tanya gadis tersebut. "jangan khwatir, aku akan bekerja keras untuk membayar semua uang yang kau habiskan untuk mengobatiku. Aku berjanji."Mendengar hal itu, entah kenapa air mata Rambai Kaca tanpa sadar menetes membasahi pipinya.Alangkah menderita gadis kecil ini, hingga menangis saja dia tahankan meski tubuhnya masih diselimuti oleh rasa sakit.Tidak banyak anak kecil yang bisa bertahan melewati kerasnya hidup di Desa Goa ini, tidak banyak.Mungkin hanya satu orang saja berbanding satu juta anak yang ada di seluruh dunia."Apa yang kau pikirkan sekarang, Dik?" tanya Rambai Kaca."Aku hanya berpikir, jika sekarang aku mendapatkan seorang Tuan yang lebih baik dari tuan-tuanku terdahulu."Rupanya, ini sudah ke lima kali dia berganti tuan. Dari s
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m