Kini mereka hanya tinggal menunggu hari yang pas untuk menjalankan rencana. Dua hari telah berlalu, tapi rencana belum juga dilakukan, kemudian dua hari lagi, hingga setelah 7 hari menunggu waktu yang tepat, akhirnya hari ini rencana tersebut dapat dilakukan.Kebetulan pula situasi di desa sedikit lebih ramai dibandingkan hari-hari sebelumnya. Ada banyak saudagar dan para pendekar dari berbagai kalangan datang ke Desa Goa.Rambai Kaca sudah lebih dahulu pergi meninggalkan rumah Rengit, di susul dengan Kidang Alang.Mereka berpisah di sebuah persimpangan, meskipun pada akhirnya tujuan mereka tetap sama, yaitu Istana Desa Goa.Gadis kecil yang pada akhirnya dikenal sebagai Suka Cinte, juga mulai menjalankan rencananya dengan sebaik mungkin. Dia secara diam-diam memberikan para budak makan dan minuman lalu menitipkan sebuah pesan yang ditulis pada makanan yang diberikan. Tentu saja, tindakan ini hanya bisa dilakukan ketika para Tuan budak sedang tidak mengawasi.Para budak membaca pesa
Dalam sekejap mata, tawanan yang tidak bertenaga kini menjadi pasukan yang siap berperang melawan Raja Desa Goa.Mereka yang yang memiliki latar belakang sebagai pendekar, sudah terbiasa lapar dan dahaga, tapi mendapatkan makanan gratis setelah dikurung beberapa tahun di penjara membuat amarah mereka mulai memuncak.Perasaan pesimis menjalani sisa kehidupan kini dibuang jauh-jauh. Mereka dengan sigap mengambil senjata yang sebelumnya juga telah disiapkan di sini, dan bertanya kepada Rambai Kaca, kapan mereka akan memulai perang.Meski secara tidak langsung, Rambai Kaca tidak menempatkan diri sebagai pemimpin dalam pasukan ini, tapi semua tawanan telah menganggap dirinya sebagai sosok yang harus ditaati.Sementara di sisi lain, Rengit masih menyelesaikan masalahnya dengan empat prajurit yang tak lain adalah temannya saat menjalankan misi dari Raja Barat.Terdengar perdebatan antara ke lima orang itu, dan masing-masing mereka tampaknya ingin membunuh Rengit, tapi dihentikan oleh Rambai
Dengan satu perintah, semua tawanan yang telah berhasil menghimpun tenaganya, kini mulai keluar dan berbaur bersama warga desa. Namun tampilan sederhana ini, tersimpan sebuah rencana yang siap menikam lawan.Rambai Kaca sendiri, adalah orang pertama yang langsung menghabisi beberapa prajurit. Kebetulan sekali, dia melihat tiga prajurit sedang membentak beberapa warga di ujung desa, dan tanpa basa-basi remaja itu melumpuhkan semuanya dengan aura naga petir.Ke tiganya terpaku tak bicara, sebelum kemudian aliran petir menyengat tubuh hingga gosong.Rambai Kaca sengaja tidak menimbulkan kerusakan pada organ tubuh lawan, untuk meminimalisir jejak yang ditinggalkan.Dia kemudian menyembunyikan jasad musuh diantara tong-tong besar yang ada di belakang rumah warga.Warga itu melihat Rambai Kaca, tapi segera mengerti apa yang akan diucapkannya ketika beberapa prajurit lain datang ke rumah ini."Apa kau melihat para tawanan?""Tawanan, aku melihat banyak orang di desa ini, bagaimana aku bisa m
"Rambai Kaca?" tanya Rengit, "Sekarang semua prajurit sudah kembali ke Istana, mereka menunggu kedatangan kita!"Rambai Kaca sudah menduga hal ini sebelumnya, dia tahu jika kondisi sudah tidak terkontrol, para prajurit pasti akan ditarik ke Istana untuk melindungi satu-satunya orang yang paling berharga, yaitu Raja Bodoh anak dari salah satu orang terkuat di Aliran Hitam."Apa kita akan memancing mereka keluar dari persembunyian?" tanya Kidang Alang."Tidak akan berguna," timpal Rambai Kaca. "Mereka tidak mungkin melakukan kesalahan ke dua kalinya, terakhir yang mereka ketahui, keluar dari Istana membuat pasukannya berkurang begitu banyak."Rambai Kaca memutuskan untuk menghentikan serangan terlebih dahulu. Mereka mengumpulkan semua tidak jauh dari Istana, dan memutuskan untuk mengintai sementara waktu.Namun rencana lainnya adalah, Rambai Kaca bisa dengan leluasa membebaskan para budak yang terikat oleh tuannya.Jelas para prajurit tidak akan berani keluar dari Istana, jadi para Tuan
Mengetahui bahwa semua budak dan warga keluar dari Desa Goa, membuat semua prajurit menjadi marah, tapi tidak ada satupun dari mereka yang berani melaporkan hal ini kepada Raja bodoh yang setiap saat tidak memikirkan desa ini. Ya, raja yang selalu tinggal di ranjang bersama dengan budak-budaknya.Yang tersisa di tempat itu hanyalah warga yang masih berpikir Raja bisa membunuh para pemberontak, alias pasukan Rambai Kaca.Namun, walau demikian, Rambai Kaca tidak ingin menyakiti para warga ini. Dia tidak peduli dengan keputusan mereka, tapi jika Raja mati, kemungkinan besar para warga yang berpihak dengan aliran hitam ini akan terkena dampaknya."Mereka menggiring semua warga keluar dari Desa, jika seperti ini kita akan kehilangan upeti," ucap salah satu prajurit.Mereka saat ini tidak bisa bertindak apapun untuk mencegah gerbang desa terbuka. Istana Desa menjadi benteng dari pemberontakan, jika mereka keluar dari lingkungan Istana, kemungkinan besar Rambai Kaca dan pasukannya akan sege
Dengan ekspresi datar dan pandangan dingin, Rambai Kaca mulai melakukan serangan. Tangannya kini diselimuti oleh elemen petir, menghantam setiap pendekar yang berada di hadapannya.Di belakang remaja itu, Kidang Alang dengan permainan pedang mulai menghadapi beberapa pendekar yang datang menghentikan langkah kakinya."Kurang ajar!" ucap Kidang Alang, merasa tidak senang karena dipisahkan oleh aliran hitam dengan Rambai Kaca. Dengan cepat, Kidang Alang merenggut beberapa nyawa, tapi hanya seperti itu saja, dia sudah kehilangan jejak Rambai Kaca.Pemuda itu masih mencari keberadaan sahabatnya, hingga pandangannya teralihkan ketika mendengar beberapa teriakan di atas tembok Istana. Para pendekar aliran hitam alias prajurit Desa Goa berjatuhan dari tembok, dan pelakunya tentu saja adalah Rambai Kaca.Ya, Rambai Kaca sengaja mengincar pendekar pemanah yang berdiri di atas tembok, juga yang berada di atas menara pengintai.Bukan tanpa alasan, kenapa dia mendahulukan pasukan pemanah diban
Dalam hitungan menit, semua pendekar yang berada di menara pengintai habis oleh satu orang remaja. Remaja itu adalah Rambai Kaca, bergerak cepat seperti kilat, menyambar nyawa musuh yang kebingungan menyaksikan pertunjukannya."Dimana dia- Ahkkk!" satu pendekar terakhir kini mati dengan cahaya putih menyelimuti tubuhnya, cahaya petir, sebelum kemudian seluruh kulit berubah hitam karena gosong.Rambai Kaca berdiri di atas menara pengintai, memandangi Istana yang tertutup rapat.Dia bahkan tidak melihat ke bawah, karena percaya bahwa Kidang Alang dan yang lainnya bisa menghadapi sisa-sisa pendekar aliran hitam.Mungkin satu-satunya orang yang berbahaya di kelompok tersebut, adalah pimpinan prajurit Istana. "Aku serahkan semuanya kepada kalian!" ucap Rambai Kaca."Ya, pergilah!" timpal Kidang Alang, "kami akan mengurus di sini."Seolah begitu percaya, Kidang Alang kali ini tidak akan mengikuti Rambai Kaca. Dia sendiri sudah menentukan siapa lawan yang pada akhirnya harus dia kalahkan,
Kidang Alang akhirnya berhasil mengesekusi semua bawahan Raja, tapi demikian dia menahan nyawa raja untuk beberapa waktu.Kidang Alang menjanjikan kebebasan kepada Raja itu, jika dia bisa memberikan informasi yang berguna bagi Rambai Kaca, tapi setelah mendapatkannya, Kidang Alang langsung menghabisinya dengan cepat.Kini setelah semuanya beres, Rambai Kaca menyerahkan sepenuhnya Desa Goa dalam kepada Rengit."Kau boleh melakukan apapun," ucap Rambai Kaca, "aku hanya ingin semua budak dibebaskan."Dengan senyum penuh arti, Rengit kemudian menerima mandat dari Rambai Kaca.Semua harta dikeluarkan dari Desa, tampaknya akan dibagi rata setelah mereka keluar dari Desa Goa ini.Para budak yang telah dibebaskan merasa begitu lega, tapi tidak dengan warga yang telah memihak kepada Raja."Kalian sudah salah memilih teman," ucap Rengit. "Sekarang apa yang harus aku lakukan kepada kalian semua?"Pertanyaan itu bernada ancaman. Ada sekitar 20 warga yang berpihak kepada Raja saat ini, dikumpulkan
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m