Cukup lama Lanting Beruga menemani dua anak asura itu. Hingga akhirnya salah satu dari mereka yang mengalami luka parah bisa tertolong juga.Tangis bahagia akhirnya pecah pula, satu sama lain saling memeluk, menciptakan suasana yang begitu haru.Melihat hal itu, Lanting Beruga hanya tersenyum tipis, benar-benar tidak menduga jika anak-anak asura saling mencintai satu sama lain. Berbeda dari apa yang dia dengar di dunia manusia, dimana anak-anak biasanya cendrung angkuh dan menghalalkan segala cara untuk menjadi kuat."Kau pasti manusia ...."ucap Anak Asura yang baru saja sembuh dari luka dalamnya, "ibuku pernah menceritakan mahluk seperti kalian di dunia lain, kau memang mirip dengan apa yang ada di dalam cerita ibuku. Kau tidak punya tanduk, ekor dan sayap."Lanting Beruga menggaruk kepalanya beberapa kali, jelas tidak mengetahui apa yang sedang diucapkan oleh anak asura tersebut."Kau pasti tidak tahu apa yang kami ucapkan bukan, sama seperti kami yang tidak tahu bahasa yang kau gun
Seorang wanita menyeramkan datang pula setelah dipanggil oleh tetua desa. Wajahnya hitam dengan mata yang buta, dia tidak mempunyai sayap, tepatnya kedua sayap penyihir tersebut telah hilang mungkin patah atau mungkin pula ada yang memenggalnya.Ketika penyihir itu mendekati Lanting Beruga, dia tampaknya sedikit ketakutan. Memang benar dia buta, tapi dia masih bisa merasakan keberadaan Lanting Beruga dengan jelas, bahkan lebih jelas dari asura yang memiliki mata."Manusia ini bukan manusia sembarangan, ada banyak misteri di dalam dirinya yang tidak dapat dijabarkan dengan kata-kata..." gumam penyihir tersebut.Kemudian dia menciptakan sebuah jimat yang diletakan tepat di leher Lanting Beruga. Jimat tersebut berupa kalung dengan liontin batu berwarna hitam.Setelah memakai jimat tersebut, penyihir itu kemudian menanyakan nama pria tersebut."Lanting Beruga ...." ucapnya."Akhirnya kau bisa menggunakan bahasa ras bangsa kami ...." Penyihir itu tersenyum kecil, hanya menampakan dua gigi
Perjalanan Lanting Beruga di dunia Asura rupanya tidak sesederhana yang dia pikirkan. Meskipun Garuda Kencana telah menggunakan seluruh kecepatannya untuk melaju dengan sangat cepat, tapi nyatanya untuk mencapai tujuannya masih sangat lama.Dia baru berjalan 3 hari tiga malam, tapi tujuannya masih belum mencapai setengah perjalanan.Burung kecil yang diciptakan penyihir masih melaju cepat, tampaknya memang tidak kelelahan. Namun karena ha ini, Garuda Kencana malah lebih menggila lagi.Dia terbang melebihi kecepatan suara, sangat cepat hingga jika ada benda di atas pundak burung itu pasti terlempar jauh. "Kau benar-benar gila," ucap Lanting Beruga."Burung kecil itu membuat aku kesal," ucap Garuda Kencana."Bukankah dia bukan mahluk hidup?""Tetap saja membuat aku kesal," jawab Garuda Kencana."kau ini ...."Setelah terbang melintasi langit, Lanting Beruga akhirnya mulai melihat adanya tanda-tanda keberadaan sebuah pemukiman besar.Pemukiman itu berada di tengah-tengah barisan gunung
Lanting Beruga berpikir keras untuk menutupi bau di tubuhnya, tapi sialnya dia tidak menemukan benda yang bisa dijadikan untuk menyamarkan aroma darahnya.Hingga akhirnya, dia teringat akan lumpur. Kebetulan sekali, dia menemukan genangan lumpur tidak jauh dari tempatnya.Baru pula hendak mencelupkan dirinya ke dalam genangan tersebut, tiba-tiba Asura Kuno langsung berteriak di dalam relung kepalanya."Lanting, jangan kau lakukan itu, kau bisa mati .... coba perhatikan dengan baik!"Lanting Beruga memperhatikan genangan lumpur, rupanya sangat panas. Ini adalah lumpur belerang dari gunung merapi. Lanting Beruga tidak mungkin bertahan dari panasnya lumpur tersebut dengan posisi tubuh seperti ini. Mungkin tidak akan mati karena dia punya tulang dan otot yang sangat kuat, tapi tetap saja hal ini akan membuat dirinya terluka.Karena itu, Asura Kuno menyarankan agar Lanting Beruga tidak melakukan tindakan yang bodoh."Hehehe ....kau benar," ucap Lanting Beruga.Pemuda itu kemudian mencari b
Lanting Beruga tertawa kecil mendengar semua pembicaraan itu. Dia kemudian berbisik kecil di telapak tangannya, "Kencana, sepertinya kau akan diincar oleh seorang ratu asura karena telah membunuh ular kesayangannya.""Bukankah kau juga berperan dalam hal ini?" gumam Asura Kuno di kepala Lanting Beruga."Hehehe ...sepertinya memang begitu, kita dalam masalah sekarang.""Kau masih bisa tertawa, itu artinya kau masih sangat tenang," timpal Asura Kuno.Namun ucapan itu tidak perlu dijawab oleh Lanting Beruga. Kenapa dia memiliki energi batin yang melimpah, itu karena dirinya memiliki mental dan jiwa yang kuat. Bagaimana dia takut akan ratu asura tersebut?Di sisi lain, Ratu Asura itu alias Dewi Kematian mulai mengintrogasi satu persatu asura di tempat tersebut. Namun tentu saja tidak ada yang mau mengku, bahkan mereka saja tidak tahu mengenai kematian ular berkepala tiga itu.Hal ini membuat Dewi Kematian menjadi sangat geram. Tampaknya dia ingin sekali menghabisi seluruh asura di pemukim
"Ini adalah akibatnya bagi siapapun yang berani berbicara dengan diriku," ucap Dewi Kematian itu. "Sekarang, mengakulah siapa yang telah membunuh ular kesayanganku!"Tidak mungkin ada yang mengaku, tapi mereka juga tidak bisa tidak mengaku, karena pada akhirnya kejadiannya akan tetap sama. Dewi Kematian akan membunuh mereka.Sekarang asura-asura itu hanya terdiam membisu, sambil berharap jika Dewi Kematian ini mengampuni mereka yang jelas-jelas tidak bersalah.Dewi Kematian menatap banyak asura itu satu persatu, kemudian dia mendekati asura kecil.Sepertinya, dia akan membunuh asura kecil tanpa dosa tersebut.Melihat hal itu, hampir saja Lanting Beruga keluar dari persembunyiannya dan bertarung melawan Dewi Kematian itu, tapi tiba-tiba bawahan Dewi Kematian berbisik di telinga Dewi Kematian."Dewi, Raja Asura dari barat membuat kekacauan di laut hitam.""Apa yang dilakukan tua bangka itu di wilayahku?""Kami tidak tahu, tapi sebaiknya Dewi segera pergi ke Laut Hitam untuk memastikanny
Di Laut Hitam.Seorang raksasa yang merupakan raja dari negri lain yang berbeda dengan Negri yang dipimpin oleh Dewi Kematian.Dia sedang mengamuk di sana, menghancurkan apapun yang ditemuinya. Banyak sekali Asura yang berada di bawah pimpinan Dewi Kematian meregang nyawa karena raksasa besar tersebut.Tidak tanggung-tanggung, ukuran raksasa itu hampir dua kali pohon kelapa di dunia nyata. Dia memiliki sepasang sayap yang lebar, seandainya sayap itu direntangkan maka beberapa rumah manusia di bawahnya tidak akan terkena sinar matahari atau pula tetes air hujan."Raja Raksasa, kenapa kau membuat kekacauan di wilayah kami?" salah satu Asura yang merupakan petinggi Dewi Kematian terlihat kelelahan setelah berusaha menghentikan amukan Raja raksasa tersebut. "Apa kau berniat melanggar perjanjian perdamaian antara kita?""Perjanjian perdamaian katamu?" Raja Raksasa itu malah mengangkat gadah besar dan melayangkan senjata itu ke arah petinggi Dewi Kematian tadi.Nyaris saja gadah itu membunu
Pertarungan antara Raja Raksasa dan Dewi Kematian tampaknya memang tidak bisa dihindari. Meskipun Dewi Kematian memang mengatakan yang sebenarnya, Raja Raksasa tetap tidak akan percaya dengan ucapannya. Lagipula, ras Asura ini memang menyukai pertarungan. Hanya mencari alasan saja untuk memulai baku hantam.Saat ini, telah terjadi ledakan yang begitu besar di tepian pantai laut hitam akibat ulah raja raksasa tersebut.Hutan dan semua benda yang ada di sekitar mereka berdua mendadak lenyap, dan rata dengan tanah.Debu berhamburan ke udara, begitu tajam sampai-sampai segenggam debu bisa membunuh satu asura kasta rendah yang berada di dekat mereka.Tidak ada yang berniat mendekati dua pemimpin yang sedang bertarung, tidak ada. Para petinggi Asura yang berada di bawah kekuasaan Dewi Kematian menjauh di atas gunung yang tidak jauh dari bibir pantai itu.Mereka tentu saja lebih memilih untuk melihat dari pada terlibat pertarungan antara dua pemimpin tersebut.Dalam beberapa waktu yang cuku
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m