Di dalam ruangannya, Lanting Beruga menemui Ketua Devisi, tapi tidak seperti ruangan-ruangan pribadi Ketua Devisi yang lain, ruangan ini cukup sederhana meskipun memang luas.
Tidak ada benda-benda istimewa di dalam ruangan ini, hanya ada beberapa tong tuak yang diletakan bersusun di sudut lantai.
Kursi sang ketua juga tidak terlalu mewah, terkesan sangat sederhana padahal jika dia mau dia bisa membeli apapun dengan gajinya sebagai Ketua Devisi.
Satu-satunya yang berharga bagi orang itu hanya pedang yang ada di pinggangnya.
"Tuak!" ucap Ketua Devisi.
"Tidak," jawab Lanting Beruga, "air putih saja."
Pria itu tertawa mendengar ucapan Lanting Beruga, biasanya pemuda yang telah beranjak dewasa mulai penasaran dengan tuak dan wanita. Namun dua hal itu tidak terlalu menarik bagi Lanting Beruga.
Ketua Devisi meletakan pedang di atas meja. "Aku hanya memiliki satu benda berharga, yaitu pedang ini."
Pedang itu mungkin bukan sebuah pusaka
Tanda-tanda yang ada di dalam gulungan kecil itu benar-benar ada di dalam diri Lanting Beruga.Seorang yang tidak memiliki tenaga dalam akan lahir, pada saat itu tubuhnya akan dijadikan wadah dari sebuah roh pusaka.Ketika dia bergerak, bayangan merah akan muncul di belakangnya.Orang itu, memiliki dua mata yang berbeda, dan akan memilih jalan paling sulit dari semua jalan yang orang lain pilih.Dari tanda-tanda ini, Ketua Devisi sangat yakin Lanting Beruga adalah wadah dari pusaka tersebut, hanya saja dia tidak menduga jika Lanting Beruga bisa mengendalikan kekuatan roh itu.Pada akhirnya Lanting Beruga berlatih di dalam Istana Bayangan dengan pasilitas latihan paling baik di tempat ini.Tidak ada satu orangpun yang mau mengusik pemuda tersebut, tidak ada, bahkan para tetua terbaik sekalipun."Angkara Jagat, Dewa Api." Lanting Beruga berteriak, ketika mengayunkan pedangnya.Meski mungkin hanya sebuah istana saja, tapi di
Beberapa tetua mencoba mendobrak pintu ruang latihan, tapi tidak berhasil menghancurkannya."Bocah kurang ajar, buka pintunya cepat!""Elang Api, keluar kau!" teriak Bangau Liar. "Kami akan membunuhmu hari ini!""Orang Gila seperti dirimu tidak layak hidup, kau harus mati karena telah menghina para tetua."Berkali-kali pintu ruangan itu dihantam oleh pukulan-pukulan yang mengandung kekuatan dahysat, tapi tetap tidak berhasil menghancurkannya.Ketua Devisi telah melindungi pintu ruangan itu dengan kekuatannya, sehingga tidak ada satupun tetua di sini yang bisa menghancurkan tempat itu."Bagaimana caramu memberinya makan?" tanya Bangau Liar, menarik lagi kerah baju Camar Laut, tapi sayang pemuda itu sudah menghembuskan nafasnya.Camar Laut sudah meninggal tepat setelah dia benar-benar menutup matanya."Tidak berguna ..." Bangau Liar membanting tubuh Camar Laut sekali lagi, menginjak kepalanya hingga separuh tulang kepalanya retak
Lanting Beruga menatap ke arah tetua itu dengan dingin, mata merahnya tidak henti melepaskan energi batin yang mencoba merobek jiwa-jiwa lawannya.Untuk sesaat Tetua itu menjadi sedikit tegang, tangan bergetar dan mata yang membuka lebar."Aku adalah tangan kanan Ketua Devisi ..." ucap Lanting Beruga, suaranya bernada rendah tapi maknanya begitu dalam, "apa kalian semua ingin menantangku?""Kau harus bertanggung jawab karena membuat Bangau Liar menjadi seperti ini?!" tetua yang lain membentak Lanting Beruga."Kalau begitu bagaimana tanggung jawab kalian karena telah membunuh temanku?" Lanting Beruga balik bertanya, seraya memandangi tubuh Camar Laut yang telah berpulang ke alam baka. "Kalian tidak malu?"Lanting Beruga membalas perlakukan Bangau Liar dengan merusak jiwanya, tidak akan mati tapi orang yang mengalami kerusaskan jiwa amat parah akan menjadi gila.Ya, Bangau Liar tidak akan tertolong bahkan dengan pengobatan terbaik di Serikat i
Situasi saat ini menjadi tegang, udara di sekitar tempat ini mendadak menjadi lembab, dan awan di langit berubah menjadi gelap.Tetua Ardhana menatap Lanting Beruga dengan penuh kebencian, sebelum kemudian dia menyerang pemuda itu dengan tebasan tangannya saja.Meski hanya tebasan tangan, tapi rupanya mampu memanggil kekuatan seperti sebuah sayap burung yang begitu besar.Sayap burung yang tercipta dari aura alam sedikit lebih mirip dengan teknik milik Bangau Liar, tapi memiliki tingkat kerusakan lebih hebat karena menggunakan aura alam dengan jumlah besar.Seolah sayap burung itu bergerak lambat, padahal begitu cepat.Pow Pow.Mata Lanting Beruga terbuka lebar, menganalisa kekuatan itu secepat yang bisa dilakukannya.Dalam ke adaan seperti ini, menghindar tidak mungkin bisa dilakukan, Lanting Beruga masih akan terkena imbas serangan.Jadi dengan cepat dia bisa menyimpulkan untuk menghancurkan serangan itu, tapi masalahnya baga
"Dia dapat mengimbangi kekuatan Tetua Ardhana?"Seorang tetua yang lain berkata dengan nada bergetar seolah tidak percaya. Apakah dia salah lihat, tentu saja tidak. Lanting Beruga mungkin tidak bisa mengalahkan seorang tetua meski level tulangnya sudah diperkuat, tapi lain hal jika dia juga menggunakan mata kirinya.Kekuatan dasar dari mata kiri adalah melihat hal yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Di tangan Lanting Beruga, mata kiri itu malah bisa melihat celah dan kelemahan dari susunan energi dalam sebuah jurus para pendekar."Menyerang ketika lawan lengah, dan bertahan ketika mereka menyerang."Metode tarik ulur diterapkan oleh Lanting Beruga saat ini, jika dia memaksa diri untuk fokus menyerang, sudah pasti dia kalah.Aura alam bukan sesuatu yang bisa dihancurkan dengan mudah."Apakah dia bisa mengalahkan Tetua Ardhana?" tanya murid senior yang lain."Bagaimana jika dia bisa mengalahkannya.""Maka dia bukan h
Pertarungan antara Lanting Beruga dan Tetua Ardhana berlangsung dengan begitu lama, pulau Bayangan sudah hancur di banyak sisi, tapi sejauh ini belum ada yang bersedia mengaku kalah.Lanting Beruga telah 5 kali terkena serangan telak Tetua itu, tapi sampai sekarang dia masih bisa bertarung dengan sangat baik.Sementara di sisi lain, sepertinya Tetua Ardhana sudah menguras banyak sekali aura alam di dalam tubuhnya, tapi nyatanya dia belum berhasil membunuh Lanting Beruga."Sial ..." gumam Tetua Ardhana, menyadari serangannya tidak sekuat sebelumnya. "Aura alam yang kumiliki mulai habis."Aura Alam hampir sama dengan tenaga dalam, memiliki kapasitas tertentu di dalam tubuh. Banyak atau sedikitnya aura alam yang diserap di dalam tubuh, tergantung dari pendekar itu sendiri, dan inilah yang membedakan level antara pendekar di luar jalur Tanpa Tanding.Menyerap aura alam tidak bisa dilakukan dengan cepat, begitu pula dengan tenaga dalam.Beberapa
Empat Tetua menyerang seorang pemuda yang lengah? dimana jiwa satria mereka beempat?Lanting Beruga memuntahkan darah dari dalam mulut, sebelum kejadian lain menimpa dirinya.Tubuh pemuda itu melambung ke atas langit, kemudian berangsur-angsur jatuh ke bumi, tapi pada saat empat orang tetua menyatukan kekuatan mereka untuk menghancurkan tubuh Lanting Beruga.Tidak ada pikiran jernih dari ke empat tetua itu, mereka tidak memikirkan akan berurusan dengan Ketua Devisi. Tidak.Yang mereka tahu hanya satu, bunuh Lanting Beruga di tempat ini, sekarang juga, selagi sempat. Atau dia akan jadi mala petaka dikemudian hari.Pow Pow.Mata Lanting Beruga berdenyut, pada saat yang sama dia melihat ke bawah, menemukan kekuatan yang begitu dahsyat sebentar lagi akan menghantam dirinya.Namun.Tiba-tiba dia merasakan waktu bergerak sangat lambat, Lanting Beruga bisa melihat dengan jelas orang-orang di bawah sana sedang memperingatkan dirinya.
Semua orang segera berlutut ketika sosok pria sangat berwibawa berdiri tepat dihadapan mereka. Lanting Beruga jatuh tepat di depan pria itu.Siapa dia? tentu saja Pimpinan Serikat Satria, pria itu datang tepat waktu sebelum Lanting Beruga menghabisi semua tetua yang ada."Apa yang terjadi?" tanya Pimpinan Serikat kepada beberapa tetua yang ada di sini, "katakan sejujurnya!""Begini Pimpinan ..." teman Lanting Beruga, wanita yang diajarinya menggunakan pedang menjelaskan kronologis yang terjadi di tempat ini.Mulai dari Lanting Beruga beruga diangkat sebagai tangan kanan Ketua Devisi Bayangan, sampai ketidak manusiawian beberapa tetua dengan merencanakan pembunuhan terhadap Lanting Beruga.Ketua Devisi telah menyingkirkan beberapa tetua yang mencoba membunuh Lanting Beruga, tapi pada dasarnya ada lebih banyak tetua yang tidak menyukai pemuda itu."Ketua Devisi meminta Saudara Elang Api untuk berlatih, karena dia memilih gulungan angkara