Rambai Kaca bergerak seperti kilat, dan kini dia telah berada tepat di hadapan musuhnya.Terbelalak mata musuh seperti akan keluar dari dalam kelopak, mana kala dia melihat senyum kecil yang tersungging di bibir tipis Rambai Kaca.Bocah itu seolah sedang memberi pertanyaan kepada lawannya, 'dimana aku harus menyerang dirimu'Namun karena mengingat tidak boleh membunuh, Rambai Kaca akhirnya mendaratkan Jurus Taring Naga Menyambar Sukma tepat di tulang rusuk lawannya.Percikan petir bertegangan tinggi menyengat kulit, membuat jatuh tak sadarkan diri dengan mata mendelik ke atas, dan rambut yang berdiri, sedikit keriting dan mengeluarkan asap."Itu adalah jurus milik Sesepuh Manik Angkeran," ucap salah satu murid, "aku yakin itu, tapi kenapa caranya berbeda setelah digunakan oleh bocah tersebut? daya hancur dari serangan itu meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan ketika digunakan oleh Sesepuh Manik Angkeran.""Hahaha ...itulah Saudara Rambai Kaca yang kalian anggap lemah," timpal K
Tanpa terasa, pertarungan telah berjalan cukup lama, sudah banyak peserta yang gugur mengikuti tahap selanjutnya, dan pulang dengan tangan yang hampa.Yang tersisa hanyalah beberapa orang kuat, yang memang layak untuk mengikuti pertandingan selanjutnya.Sekarang terlihat jika Kidang Alang baru saja menyelesaikan pertandingannya, dan kembali ke bangku peserta dengan berbangga hati.Dia berhasil mengalahkan lawan hanya dengan satu jurus saja, membuat dirinya setara dengan para murid hebat yang lain, seperti Jaka Pati, Jalangka dan juga Rambai Kaca.Rambai Kaca sendiri telah melakukan tiga kali pertarungan, dan semua lawannya dikalahkan hanya dengan satu serangan cepat. Ya, walaupun tidak ada yang tahu jika dia menggunakan Aura Naga Petir setiap kali melumpuhkan lawannya.Selain Rambai Kaca, Jaka Pati juga telah bertarung sebanyak 3 kali, dan menyelesaikan lawannya hanya dengan satu jurus saja.Beberapa penonton terdengar membandingkan kekuatan Rambai Kaca dengan Jaka Pati, dan menurut m
Sejauh ini, Rengkah Karang sengaja tidak menggunakan tenaga dalamnya, hanya berfokus pada energi pisiknya saja.Tujuannya untuk menarik perhatian banyak senopati, tapi tentu saja pula karena dia memang cukup kuat dari segi fisiknya.Dengan banyak serangan lawan, Rengkah Karang hampir dapat dipastikan bisa bertahan.Namun, ketika lawan mulai merasa frustasi karena tidak mampu untuk menglahkannya, di saat itulah Rengkah Karang mulai menunjukan sisi kejamnya sebagai seorang pendekar.Sekarang, setelah lima kali lawan menghantam dirinya, Rengkah Karang mulai memasang kuda-kuda.Dia akan menggunakan tenaga dalamnya.Pedang besar di angkat ke arah langit, lalu aliran tenaga dalam membuat pedang itu berubah warna menjadi hijau tua yang bercahaya terang.Sekuat tenaga Rengkah Karang mengayunkan pedangnya ke depan, tepat ke arah lawannya.Setelah beberapa saat kemudian, muncul bayangan pedang besar dari pedang miliknya.Ukuran bayangan pedang itu cukup besar, nyaris sebesar pohon kelapa di dun
Sayembara hari ini akhirnya telah berakhir, hanya tertinggal 8 hingga 9 orang saja yang tersisa pada setiap arena pertandingan.Sayangnya, Rambai Kaca tidak bertemu dengan musuh yang terlalu kuat, jadi dia tidak bisa menunjukan kemampuannya.Yang jelas, 5 orang murid terkuat yang berasal dari Padepokan Naga Utara semuanya berhasil masuk ke babak selanjutnya."Sayembara selanjutkan akan diadakan besok pagi," ucap seorang senopati. "Kami sudah menyiapkan kamar untuk kalian tinggali sampai hari esok, mungkin ada tiga orang dalam satu kamar."Sementara itu, ratusan murid yang gagal harus pulang dengan tangan hampa dan rasa kecewa. "Berjuang lebih kuat lagi!" ucap para penonton.Bukan hanya para murid, banyak juga para prajurit muda yang merasa kecewa karena telah gagal dalam sayembara tersebut."Saudara Rambai Kaca," ucap Kidang Alang, berlari tergopoh-gopoh mendekati murid Manik Angkeran itu, "Bolehkah aku tinggal di kamarmu!""Tentu saja," jawab Rambai Kaca, "lagipula tidak ada orang y
Semakin malam, obrolan tiga orang itu tampak semakin menarik, dan kini Kidang Alang atau pula Cindra Wati bisa melihat tawa lepas sosok Rambai Kaca yang dianggap begitu dingin terhadap siapapun.Rupanya, dia juga sangat gemar bercanda.Namun, obrolan mereka mendadak terhenti ketika kedai itu juga kedatangan beberapa orang pelanggan."Sepertinya, kalian sedang membicarakan hal yang menarik, ngomong-ngomong apa boleh kami bergabung bersama kalian bertiga?"Orang yang datang adalah Rengkah Karang, pemuda yang kejam dengan pedang besar yang berbentuk aneh.Melihat kedatangan Rengkah Karang, Cindra Wati mulai merasa tidak nyaman dan mengajak Rambai Kaca serta Kidang Alang untuk kembali ke kamar mereka masing-masing.Namun, Rengkah Karang tanpa permisi kini duduk di antara Rambai Kaca dan Cindra Wati, seraya sesekali menggoda gadis tersebut."Hentikan tindakan kurang ajarmu, Rengkah Karang!" bentak Cindra Wati, menepiskan tangan kasar Rengkah Karang yang mencoba membelai wajahnya."Dinda Ci
Saat menjelang subuh, Rambai Kaca mendadak terbangun karena panggilan alam untuk pergi ke kamar kecil.Setelah beberapa saat kemudian, ketika dia baru saja menutup pintu kamar kecil, sayup-sayup Rambai Kaca mendengar suara orang sedang berbicara satu sama lain. Tampaknya ada lebih dari tiga orang sedang membahasa sesuatu yang sangat penting.Karena penasaran, Rambai Kaca memutuskan untuk keluar dari dalam kamarnya, dan mengikuti sumber suara tersebut.Sekarang tibalah Rambai Kaca di belakang penginapan, dia bersembunyi di balik rumpun bunga yang tumbuh subur di antara pohon yang tinggi.Kini dia melihat tiga orang sedang berdiskusi, tapi yang aneh adalah, mereka bertiga mengenakan pakaian serba hitam, sangat tidak mirip dengan prajurit atau pula dengan pejabat kerajaan.Walaupun jarak mereka cukup jauh,tapi telinga Rambai Kaca masih bisa menangkap beberapa poin penting yang diucapkan oleh tiga orang aneh tersebut."Semuanya sudah dipersiapkan dengan matanya?" tanya salah satu dari mer
"Ini adalah sayembara terkahir," ucap salah satu senopati. Untuk pertama kali, senopati berbicara dari kuris kebesarannya.Sayembara ini akan dilakukan menjadi tiga tahapan. Tahap pertama, setiap peserta akan diarahkan ke sebuah hutan istana yang berada tidak jauh dari halaman ini.Masing-masing peserta diminta untuk mencapai sebuah bukit kecil di tengah hutan tersebut, dan durasi waktu yang ditetapkan sangatlah singkat dan terbatas.Yang berhasil mencapai bukit kecil akan melanjutkan babak ke dua dalam sayembara, sementara yang tidak tepat waktu akan tersingkirkan.Pada dasarnya, peserta diwajibkan memiliki teknik meringankan tubuh yang mumpuni agar bisa tiba di puncak bukit tepat waktu. "Kami akan membagi kalian menjadi lima kelompok," ucap senopati tersebut. "Kami tidak peduli kalian akan saling menolong atau saling menjatuhkan, aturannya hanya satu, yang berhasil tiba di puncak bukit akan melanjutkan sayembara pada babak berikutnya."Sang Juri kemudian mulai mengundi nama-nama,
Hanya tersisa beberapa peserta saja di kelompok pertama tersebut, selebihnya para peserta menyerah bahkan tidak jarang para peserta itu malah jatuh pingsan tak sadarkan diri karena tidak mampu menghadapi begitu banyak ranjau yang ditemuinya di dalam hutan tersebut.Memang jika dilihat kelompok pertama ini tidak begitu kuat kebanyakan para peserta yang berada di dalam kelompok pertama ini adalah mereka yang memiliki mental dan semangat juang yang lemah.Bahkan yang menurut para Senopati memiliki bakat dan potensi yang bagus rupanya ketika mereka mendapatkan halangan dan rintangan mereka tidak mampu melewatinya.Dalam beberapa jam kemudian yang berhasil mencapai puncak bukit tersebut hanya tersisa dua orang saja.Jelas jelas ini sudah diprediksi oleh kebanyakan panitia penyelenggara yang menciptakan halangan dan rintangan di dalam hutan tersebut."Rupanya hanya dua orang saja yang mampu mencapai puncak bukit itu, itu lebih bagus dari yang kupikirkan sebelumnya.""Apa menurutmu rintangan
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m