Setelah waktu istirahat tiba. Aku bergegas menghentikan Banda keluar kelas.
"Banda, tunggu..." Teriakku."Cie..." Goda teman-teman sekelas, buat Banda yang tadi berhenti justru bergegas meninggalkan kelas dengan cepat."Apa'an sih. Jangan godain Banda. Dia jadi grogi gitukan." Ucapku juga gugup.Saat Banda makan di kantin. Aku duduk di depannya karena kebetulan dia cuma sendiri. Banda bersiap mengangkat makanannya dan ingin pindah tempat duduk. Dengan cepat aku memegang tangannya. Tidak ku sangka, genggemannya terlepas dari piring yang dia bawa dan jatuh ke lantai hingga pecah.
Aku segera membantu Banda yang lagi mengambil pecahan kaca. Saat aku mencoba memungut pecahan itu. Tangan kami bersentuhan. Tiba-tiba tangan Banda terluka terkena pecahan piring.
"Tanganmu berdarah Banda, sini aku obati." Ucapku cemas.
Ketika aku ingin memegang tangannya yang terluka. Justru Banda menjauhkan tangannya. Dia mengikat sendiri tangannya yang terluka denganSampai di pertigaan, aku berhenti dan membiarkan Banda melewatiku. Banda mengambil jalan lurus. Berbeda dengan jalanku pulang. Aku mengambil jalan ke kanan. Terus berjalan seakan takut Banda kembali mengikutiku. Langkahku terhenti saat mau memasuki jalan yang paling tidak ku suka. Di kanan dan kirinya dipenuhi dengan jejeran pohon besar yang berbaris rapi dan dedaunannya yang lebat seakan memberi atap di langit-langit. Seperti terowongan gelap. Terlalu menakutkan untuk aku masuki. Aku menelpon kak Fernan kembali, tapi keduluan kakak yang menelponku. Aku mengangkatnya dengan senang."Maaf. Kakak udah pulang duluan. Kamu pulang sendiri aja." Ucap kak Fernaj lalu menutup telpon, tidak memberi aku kesempatan untuk bicara."Grrrr..." aku benar-benar kesal. Rasa kesalku memudar setelah ada cahaya senja yang tiba-tiba muncul menerangi jalan dari arah belakang. Aku segera menoleh ke belakang dan baru sadar, tadi ada awan yang menghalangi cahayanya dan sekarang awan itu menjauh
"Terima kasih." Ucapku ke Banda."Kamu harus membalas kebaikanku nanti." Jawab Banda. Sudah ku duga. Dia membantuku karena ada maunya."Kamu juga menginginkan apa yang diinginkan Wali Kelas padaku." Tanyaku cemas."Aku jauh menghargai perempuan dibandingkan dia." Jawab Banda kemudian pergi begitu saja. Aku membersihkan ruangan kosong itu. Karena terlalu lama kosong dan bahkan gelap. Ruangan itu benar-benar sulit dibersihkan. Tiba-tiba cahaya mentari merangsek masuk. Berkatnya meskipun suasana ruangan agak gelap, masih bisa membuatku melihat isinya. Kejadian ini seperti saat fajar menghilangkan malam. Mungkin tadi mentari tertutup awan. Jadi, ruangan ini benar-benar tidak bisa dilihat isinya. Setelah bersusah payah akhirnya ruangan ini selesai aku bersihkan. Tubuh dan seragamku basah dengan keringat. Aku harus bejemur dulu sebelum masuk kelas. Aku duduk di tengah lapangan. Karena terlalu lama bekerja, membuatku haus."Ini minumlah!" Tiba-tiba ada yang memb
Siswi itu sambil memasang muka manisnya memperkenalkan diri, "Perkenalkan namaku Andini. Aku dari SMA Modeling Khusus Cewek. Kalian pasti tahukan, yang diterima di sana pasti cantik-cantik. Selain tempat untuk sekolah, di sana juga dijadikan tempat bisnis. Para cowok-cowok kaya akan mudah memilih istri mudanya di sana...""Sudah hentikan." Potong Wali Kelas."Langsung saja sampaikan harapanmu di sekolah ini!" Perintah Wali Kelas.Andini kembali bicara, "Saya berharap kalian para cewek, tidak iri dengan kecantikanku..." Kembali dipotong Wali Kelas."Maksudnya, dia berharap dapat berteman sekaligus belajar di sini." Ucap Wali Kelas ke kami dengan wajah cemas."Tidak usah bicara lagi, silahkan kamu duduk." Perintah Wali Kelas dengan sedikit kesal ke Andini. Aku juga tidak suka dengan sifat sombong Andini. Tapi dia justru menghampiri kursi kosong di sampingku dan duduk di sana. Membuatku cuma bisa tersenyum terpaksa di hadapannya. Kok dia duduk di sebelahku sih uc
Malam harinya aku minta izin ke ibu untuk ke sekolah.Awalnya ibu tidak mengizinkanku jika tidak bersama kak Fernan. Tapi setelah Andini datang menjemputku. Ibu mengizinkan bahkan dia seperti terharu."Ibu senang sekarang kamu punya teman. Ibu hampir khawatir kamu bernasib sama dengan ibu yang tidak mempunyai teman. Ibu harap kamu jaga pertemanan kalian." Pesan ibu ke aku membuaku merasa kasihan dengan kehidupan ibu."Iya bu. Saya tidak akan pernah mengecewakan ibu." Balasku. Di sekolah ada Banda menunggu. Dia tersenyum melihatku dan cemberut melihat Andini. "Di mana Vikri? Dia yang undang tapi dia yang telat." Tanyaku ke Banda."Kamu menunggu kehadiranku." Ucap Vikri yang tiba-tiba datang sambil memasang kamera."Buat rekam adegan apa?" Tanya Banda langsung."Ini buat catat kegiatan kita!" Balas Vikri menggambarkan sifatnya yang tidak mau ribet. Andini sempat menghilang cukup lama. Kemudian muncul, "Maaf, aku ada keperluan mendadak." Ucap A
Saat jalan dengan ibu, aku bertanya, "Kenapa bukan kakak yang jemput. Kan kasihan ibu." Ucapku."Kakakmu lagi tidak ada di rumah." Ucap ibu."Kakak keluar malam?" Tanyaku kaget."Dia tadi ditelpon temannya, minta diantar pulang." Balas Ibu."Cewek ya bu, teman kakak." Tebakku."Iya." Jawab ibu sambil tersenyum."Siapa cewek itu, bu?" Tanyaku penasaran."Ibu tidak tahu tapi nanti pasti kakakmu akan memberi tahu." Di rumah, aku lelah dan langsung tidur. Keesokan harinya. Saat aku bangun, dan memeriksa kakak di kamarnya dengan mengetuk pintu berkali-kali. Tapi kakak tidak membukanya. Sampai ibu menegurku."Filio, kak Fernan tidak ada di kamarnya. Dia tahu kamu sudah punya teman. Jadi dia pergi ke sekolah duluan. Pagi-pagi sekali karena ada urusan penting katanya." Jelas ibu.Aku sudah terbiasa diantar kakak pergi dan pulang, jadi saat ke sekolah tidak bersama kakak lagi, membuatku sedih. Andini menjemputku dan kami pergi ke sekolah bersama.
Banda membukakannya untukku. Saat aku meminumnya, napasku mulai baikan. Tapi masalah lain muncul. Darahku seketika naik. Saat melihat kak Fernan bersama Andini berduaan. Dengan rasa kesal aku menghampiri mereka yang terlihat berbincang. Banda juga mengikutiku. Sedangkan Vikri tidak. "Jadi kamu mendekatiku biar bisa mendekatinya!" Marahku di hadapan Andini dan kak Fernan."Kamu cemburu melihatku dekat dengan orang lain?" Ucap Andini bikin aku bingung."Akhhh..." Aku pusing dan kesal. Aku tidak bisa bilang aku cemburu lihat kak Fernan dekat dengan gadis lain karena kak Fernan, kakak kandungku sendiri. Aku juga gak bisa iyakan perkataan Andini, aku cemburu lihat dia dengan dengan orang lain karena kami sama-sama perempuan. Aku lalu meninggalkan mereka. "Kamu sebenarnya suka sama Fernan, atau Andini?" Tanya Banda malah bikin aku emosi."Tidak dua-duanya!" Ucapku kesal."Jadi kamu kesal kenapa?" Tanya Banda tambah aku naik darah saja."Sebenarnya ma
Aku mengantarkan minuman dan kue untuk kakak. Aku teringat dengan keanehannya, "Kak, aku mau tanya?"Kakak menghampiriku. Bulu kudukku seketika merinding, cahaya senja yang terlihat indah tiba-tiba terlindungi oleh awan hingga membuat langit mendung dan gelap, "Iya, tanya saja!"Dengan keadaan gugup aku beranikan bicara, "Mereka tadi, seperti takut melihat kakak! Apa yang kakak perbuat?"Kakak melepaskan jaketnya, membuatku cemas, "Kakak mau apa?" Tanyaku panik.Kak Fernan malah tersenyum, "Berhubung tidak ada ibu, tidak apa jika aku melakukannya, aku sudah menginginkan ini sejak lama." Kak Fernan melepaskan jaketnya di depanku, "Apa yang kamu lihat?"Aku takut, tapi tetap memberanikan diri menjawab, "Dada kakak yang bidang dan kekar!"Kakak malah tersenyum, membuatku semakin cemas. Lalu dia mendekat, "Aku masih mengenakan kaos. Apa matamu tembus pandang?"Aku dengan gugup menjawab, "Tapi baju kakak ketat." Dia duduk di meja yang ada di hadapanku
Meskipun saat ini aku bingung. Aku segera mengambil payung itu. Untuk tetap teduh dari hujan sampai ke sekolah. Dengan jalan kaki tanpa henti akhirnya aku sampai juga tanpa seragam yang basah. Aku masih diperbolehkan masuk kelas. Itu karena aku punya imunitas sebagai ketua kelas. Guru menjelaskan dengan tulisan di kelas karena suara tidak terdengar gara-gara hujan. Tiba-tiba lampu kelap kelip. Bikin pelajaran sudah terganggu tambah terganggu. Bukannya kesal, siswa di sampingku yang menempati bangku Andini malah senang, "Kaya lampu disko ya sekolah kita. Di tambah musik hujan dan guntur. Makin asik saja." Bicaranya bisik-bisik. Suasana yang sunyi tiba-tiba ricuh, "HOREEE!"Teriak siswa-siswi saat guru menuliskan, "Maaf, pelajaran hari ini harus berakhir cepat!" Saat guru keluar kelas. Suasana kembali mencekam. Lampu benar-benar mati. Semua murid tidak bisa bahagia kayak tadi. Peraturan kelas yang sangat ketat membuat kami terkurung di dalam