Daddy masih menungguiku di kamar hingga aku selesai sarapan. Tidak habis, tapi lumayan lah, perutku tidak kosong lagi. Setelahnya, dia pamit turun dan mungkin tidak akan ada di rumah sampai malam. Dia diundang makan malam di tempat Monsieur Arnaud. Akan ada beberapa teman pensiunan pegawai kerajaan yang akan hadir di sana juga. Sebenarnya aku juga diundang, tapi karena kondisiku sedang tidak terlalu baik sekarang ini, Daddy bilang akan mencarikan alasan untukku.
“Richard ada di Villa jika kau membutuhkan sesuatu.” Katanya sebelum pergi meninggalkan kamarku.
“Okay.”
“Jangan kunci pintumu, dia mungkin akan mendobrak masuk jika kau tidak menjawab saat dia memanggil. Hanya untuk memastikan kau baik-baik saja.” Dia terkekeh di akhir kalimatnya.
Seandainya D
“Corrine pernah bilang tentang penculikan Mamaku? Saat hamil besar?” Aku agak kaget Corrine menceritakannya. Dia masih inget tentang kejadian itu? Setauku, dia yang paling trauma atas semua tindak kekerasan yang diterima oleh keluarganya. Dia bahkan sampai harus mengunjungi profesional dan memodifikasi ingatannya dengan Hypnotherapy. “Okay, ini juga cerita yang aku dapat dari orang-orang kerajaan. Dan beberapa dari membaca catatan arsip Ayahmu.” Saat itu Raja sedang sakit. Dari awal dinobatkan, Raja memang sering sakit - sakitan, sehingga Ratu lebih berperan di pemerintahan dan lebih sering muncul di public. Raja Masih memiliki seorang sepupu laki - laki, yang menurut hukum dan undang - undang pemerintahan, sah - sah saja naik tahta jika Raja terdahulu mangkat dan tidak memiliki penerus laki-laki.
“Nanti lagi. Kau tenangkan dirimu. Aku akan menyiapkan sesuatu, lalu kita bisa keluar untuk bersantai.”“Non. Lanjutkan.” Kataku keras kepala. Bukan tanpa alasan, aku hanya tidak ingin kepikiran sesuatu yang menggantung. “Lanjutkan ceritanya. Dan kenapa Daddy masih memakai benda itu disini, padahal dia sedang bebas tugas?”“Ayahmu memikirkan perasaanmu, makanya dia memutuskan untuk tetap memakai benda sialan itu.” Aku berjengit saat Richard memaki. Sepertinya dia juga tidak terlalu suka pada teman kecil Daddy yang satu itu. “Kau yakin ingin aku melanjutkan? Keadaanmu…. sedang tidak terlalu baik.”Aku mendengus. membenarkan dudukku. “Keadaanku buruk, tapi terimakasih untuk tidak mengucapkannya secara terang-terangan. Ya, aku ingin kau melanjutka
Entah kebetulan, atau memang sudah diatur sedemikian rupa, kamarku lagi - lagi berada di sebelah kamar Richard. “Di mana kamar orang tuamu?” “Di bawah. Kenapa?” “Kenapa kamar kita harus selalu berdekatan?” Aku protes. “Lebih mudah mengawasimu jika kau berada di dekatku. Dan itu memang kamar tamu.” Tambahnya sambil mengedikkan bahu seolah itu bukanlah sesuatu yang besar yang patut dikhawatirkan. “Aku akan bebers lalu menyusul Pap ke ladang. Kau beristirahatlah, mukamu pucat.” Ya, aku masih lemas, dan sekarang kepalaku pusing luar biasa. Tapi aku merasa sungkan jika tidak berbaur. Sedang bertamu, masa di dalam kamar saja. Mama pasti akan menegirku jika beliau masih ada. “Aku akan turun sebentar, lalu naik lagi untuk istirahat.” Richard menahan tanganku yang akan menutup pintu kamar. Tatapannya mengunci mataku dalam - dalam hingga membuat jantungku mulai menggila berdetak tak karuan. Aku harus ingat untuk selalu
Still Richard’s Kami turun agak telat. Mira memaksa untuk ikut makan malam di bawah, berdalih tidak enak pada Mam dan Pap jika tidak turun. Jadi kubiarkan dia bersiap sementara aku memakai baju. Melihatnya yang salah tingkah karena melihatku separuh telanjang tentu saja suatu hiburan, tapi wajahnya yang terus menerus memerah dan gerakan tangannya yang menekan dadanya membuatku agak iba. Dia sudah berjuang keras malam ini. “Maaf, aku membuat kalian telat makan malam. Terimakasih sudah menunggu.” Dia meringis pada Mam sesampainya di bawah. “Tentu saja kami harus menunggu. Apa sudah enakan? Tadi siang wajahmu pucat sekali.” Mam menyambutnya dan mendudukkanya di sampingku. “Masih menyesuaikan dengan cuacanya. Ternyata panas sekali.”
Badai semalam membuat kandang di belakang berantakan. Beberapa rumah jerami pakan sapi perlu dibenahi atapnya. Dan beberapa petak jagung yang mulai berbuah tumbang. Richard dan orang tuanya sibuk sedari pagi. Aku yang tidak melakukan apa-apa sebenarnya berniat membantu. Tapi mereka melarangku turun ke ladang dan membuatku sibuk di rumah menyiapkan kudapan dan minuman. Sebenarnya ini ideku sendiri, bukan permintaan mereka. Aku bingung hendak melakukan apa, karenanya aku turun dan menginspeksi dapur Ibu Richard. Dan voila, es teh lemon dan brownies kukus andalanku kini sudah siap. Semoga mereka tidak sakit perut setelah mencicipinya. Aku tidak pandai memasak. Tapi aku bisa membuat beberapa kue dan snack karena dulu sering membantu Oma membuat pesanan untuk tetangga. Biasanya jika tidak ada pesanan yang terlal
Kami melanjutkan tour sekitar rumah dalam diam. Ayah Richard bahkan sempat bertanya apakah ada yang salah, karena kami pergi tadi dengan perasaan antusias dan baik-baik saja namun kembali dalam diam dan bahkan, walaupun aku tidak ingin mengakuinya, canggung luar biasa.Rasanya aku ingin berteriak mengatakan padanya bahwa baru saja, di istal, dengan disaksikan kuda-kuda itu, putramu menciumku! Hard and intense! Dan itu adalah ciuman pertamaku! Dan… rasanya… luar biasa.Aku memegang bibirku yang masih terasa kebas. Tidak menyangka bahwa sentuhan antar dua daging tak bertulang bisa terasa begitu luar biasa. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat jantungku berpacu kencang dan tubuhku panas dingin.Oh No, no, no, Mira! Kendalikan pikiranmu! Kau tidak ingin tambah malu saat alarm jantungmu berbunyi di saa
Hari ini hari ulang tahunku. Dua puluh tahun. tidak ada yang istimewa. Hidupku masih sama biasanya seperti yang sudah-sudah. Aku tidak bisa bilang membosankan. Karena kenyataan bahwa nyawaku kapan saja bisa hilang baik karena penyakitku atau karena orang-orang jahat yang mengincar Daddy.Kami pulang hari ini dari peternakan orang tua Richard ke Villa. Tidak lama seharusnya, tapi serasa bagai seabad karena kami berdua saling bungkam.Aku yang mendiamkannya sejak semalam. Dia masih mencoba mengajakku berbicara semalam saat makan malam yang kujawab sekenanya. Aku juga tidak ingin jika orang tuanya mengetahui apa yang sebelumnya terjadi pada kami.Tai pagi ini, kami saling diam. Aku hanya membuka mulut saat berpamitan tadi, selebihnya, aku diam sembari memandang keluar jendela mobil. Mengucapkan selamat ulan
Mungkin karena musim liburan. Atau karena berita mencekam tentang penculikan putra mahkota itu kini sudah menyebar ke seluruh negeri, suasana kota jadi sepi dan lengang. Kami tidak mampir kemana - mana dan langsung pergi ke rumah.“Kau yakin tidak ingin langsung ke istana?” tanyaku saat Richard mengikutiku turun dari mobil.“Tugasku di sini, Mira. Menjagamu.”Entah otakku yang sedang tidak berfungsi dengan baik, atau memang semua perkataan Richard jadi ambigu akhir - akhir ini. Arti yang dimaksud selalu bisa membuatku salah paham. Sejak kejadian di istal kuda siang itu, aku jadi tak bisa berpikir jernih tentang apapun yang berkaitan dengannya.“Aku tidak akan kemana - mana. Rumah akan kukunci semua.”
Kali ke dua aku naik pesawat. Aku gugup, dan terus menerus ke toilet sejak tadi. Ada satu penjaga yang mengawalku sampai aku boarding nanti. Namun aku menolak untuk terus diikuti sampai Indonesia.Di sini aku memang keluarga kerajaan, tapi di sana aku bukan siapa-siapa. Untunglah Daddy mau mengerti hal ini. Aku sedang menunggu panggilan untuk boarding. Dan lagi-lagi, aku teringat akan alasanku pergi."Stop, Mira. Terima saja. Cinta pertamamu tak berjalan lancar. Kau harus melupakannya."Aku menarik satu kali nafas panjang tepat saat panggilan pertama pesawat yang akan membawaku ke Indonesia terdengar. Aku dan beberapa penumpang pesawat lainnya mengantri untuk verifikasi terakhir sebelum masuk pesawat dan masuk dengan tertib.Tak seperti penerbanganku sebelumn
Granny melarangku untuk berpikir pergi dari sini adalah yang terbaik. Bahkan setelah dua hari berlalu. Dia ingin aku kuat, dan dia meyakinkan bahwa semua yang ada di sini keluargaku. Bahwa aku tak sendirian di sini."Kita bisa mengganti pengawalmu jika kau tak ingin bertemu dengan Richard. Tapi aku tak setuju jika kau pergi meninggalkan kami. Semua keributan ini akhirnya berakhir, dan kita bisa hidup dengan tenang bersama, kenapa kau malah memikirkan untuk pergi?"Dari situ aku sadar, Granny benar. Bagi semua orang, ini adalah kemenangan. Hanya aku yang merasa kalah dalam hal ini, dan itu karena Richard. Aku merasa buruk setelah mendengar hal itu."Maaf, aku jadi egois."Granny Louisa menggeleng. "Kau memang tak bisa kembali ke sana, tapi kau bisa berkunjung sebent
Richard'sAku menonton berita di televisi dengan tatapan puas. Phillip, ibunya, JJ, Cedric dan anak buahnya yang terbukti membelot sudah diringkus. Pengadilan kasus mereka memang belum ditetapkan kapan, namun, mereka tak akan lepas dari sanksi sosial kali ini. Dulu, Pak Tua terlalu baik hati untuk mengumumkan perbuatan mereka pada media. Namun sekarang tidak lagi."Makanlah dulu. Kau memang sudah tampak sehat, tapi kau masih perlu banyak waktu dan asupan bagus untuk memulihkan tenagamu."Aku mendongak menatap gadis yang beberapa hari terakhir menemaniku di sini. Dia gesit dan telaten mengurusku. Itu hal yang bagus, bukan? Saat terbaring tak berdaya, ada seseorang yang tulus mengurusmu.Betapa beruntungnya diriku?"Lyn.."
Aku meninggalkan Corrine berdua dengan Abe Villich di balkon rumah sakit agar mereka saling berbicara. Semoga saja keputusanku tak salah. Aku sedikit khawatir karena Corrine terlihat amat pucat dan kaget saat melihat Abe ada di sana. Pria itu pasti mengikuti kami tadi saat keluar untuk berbicara.Aku masih berada di balik pintu balkon selama beberapa saat, hanya untuk memastikan bahwa Corrine baik-baik saja. Sungguh. Aku tak berniat menguping. Aku masih ingat apa yang dilakukan Abe pada Corrine dulu hingga membuat Corrine yang biasanya ceria menjadi amat pendiam dan tertekan."Katakan, Corry. Apa yang mereka katakan tentangmu sehingga kau ikut tanpa perlawanan seperti itu." Suara Abe dingin dan tegas. Bahkan aku yang bukan lawan bicaranya saja berjengit, apalagi Corrine.Aku bisa mendengar suara tangis saat ak
“Tak bisakah kita sedikit lebih cepat?” Aku memajukan tubuhku untuk berbicara pada supir dengan nada tak sabar.“Cherie…”Kurasakan tangan Daddy menggengam tanganku dan meremasnya pelan. Mungkin menegur, atau mungkin juga sekedar menguatkanku karena kejadian-kejadian yang terjadi hari ini. Aku hanya menatapnya dengan tatapan putus asa. Namun aku kembali ke kursiku dan duduk dengan rapi. Mencoba untuk tenang meskipun rasanya sudah tak karuan lagi di dalam diriku.Tiga jam lalu kami dihubungi oleh Corrine yang berbicara dengan sangat cepat dan nyaris tak jelas tentang jangan pulang ke istana dan pergi ke tempat lain karena istana tak aman. Dia tak menjelaskan lebih jauh dan hanya terus mengulang kalimat itu. Kami baru saja sampai di istana, namun kami tak masuk dan langsung melanjutkan k
Richard’sPolisi dan pasukan tambahan datang tepat waktu untuk menyelamatkan kami. Seperti dugaanku, ada beberapa orang dari pasukan Cedric yang membelot dan berkhianat dengan pria itu. Hal itu membuat pasukan yang kubawa menjadi kalang kabut dan kami sempat terpukul mundur karena bingung siapa lawan dan kawan di sini.Untungnya, polisi ada yang membawa senapan paintball sehingga kami bisa menandai siapa saja yang berkhianat dengan peluru cat merah di punggungnya. Ini membantu kami mengidentifikasi siapa yang berada di tim kami dan tim lawan.Corrine sempat di bawa ke ruangan lain oleh Phillip, tapi aku berhasil mengejarnya setelah menumbangkan Cedric dengan mematahkan bahunya.“Sorry, Pal, tapi kau pantas mendapatkannya. Ibi bahkan tak setimpal dengan
Aku terbelalak tak mempercayai mataku. Di depan kami, muncul dua orang yang sama sekali tak kuduga akan kutemui di sini. Mereka yang menjadi dalang penculikan Corrine? Kenapa?!“Cedric? JJ?” Aku mengucap dengan nada tak percaya. “Why?! Kenapa kalian melakukan ini?”“Apakah itu belum jelas, mademoiselle?”JJ menjawab sembari berjalan melenggang mendekat pada Putra Mahkota… bukan. Richard memanggilnya Phillip, karena dia sudah bukan lagi Putra Mahkota. JJ mendekat pada Phillip dan mereka mulai menempelkan tubuh mereka satu sama lain. Pemandangan yang langsung membuatku mual! Rupanya JJ adalah partner sesama jenis Phillip?! Bukankah…“Oh, maafkan, kami terlalu larut dalam dunia kami yang penuh cinta. JJ. Kekasih
Richard’s“Akhirnya kalian datang juga. Aku terkesan.”“Kau…”“Apa maksudnya ini?!”Pertanyaan Mira dan pak Tua saling bersahutan saat melihat pemilik rumah yang dan sandera yang mereka cari sedang duduk sambil bermain catur di ruang baca. Aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjuku erat. Mencoba menahan amarahku yang meperti mengancam ingin menelanku bulat-bulat.Aku sudah memiliki kecurigaan sejak menemukan lokasi di mana Corrine berada. Tak banyak yang tahu bahwa rumah ini bukan lagi milik Abe Villich. Namun aku dan Cedric adalah sedikit di antara orang-orang yang tahu bahwa sejak Arlaine meninggal. Rumah ini dibeli oleh Abe Villich sebagai hadiah pernikahan untuk Arlaine
Granny Louisa menangis tersedu mendengar cerita tentang Corrine dariku.Pada akhirnya, aku tak punya pilihan untuk tidak mengatakannya. Lagi pula, mengenai hal ini, aku juga butuh berdiskusi tentang beberapa hal. Tentang apa peranku di sini. Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan jika penjahatnya benar-benar tertangkap. Atau bagaimana caranya agar penjahatnya tertangkap dan Corrine kembali pada kami dengan selamat.Betul kata Daddy. Aku tak tahu apa yang seharusnya kulakukan di saat seperti ini. Betul kata Madame Villich, aku hanya boneka di sini yang tak akan bisa menggantikan posisi siapa pun. Aku muncul hanya karena panggung terlalu sepi."Richard sedang mencarinya, Granny. Aku yakin dia pasti akan berusaha dengan seksama dan membawa Corrine pulang dengan selamat."