Kami melanjutkan tour sekitar rumah dalam diam. Ayah Richard bahkan sempat bertanya apakah ada yang salah, karena kami pergi tadi dengan perasaan antusias dan baik-baik saja namun kembali dalam diam dan bahkan, walaupun aku tidak ingin mengakuinya, canggung luar biasa.
Rasanya aku ingin berteriak mengatakan padanya bahwa baru saja, di istal, dengan disaksikan kuda-kuda itu, putramu menciumku! Hard and intense! Dan itu adalah ciuman pertamaku! Dan… rasanya… luar biasa.
Aku memegang bibirku yang masih terasa kebas. Tidak menyangka bahwa sentuhan antar dua daging tak bertulang bisa terasa begitu luar biasa. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat jantungku berpacu kencang dan tubuhku panas dingin.
Oh No, no, no, Mira! Kendalikan pikiranmu! Kau tidak ingin tambah malu saat alarm jantungmu berbunyi di saa
Hari ini hari ulang tahunku. Dua puluh tahun. tidak ada yang istimewa. Hidupku masih sama biasanya seperti yang sudah-sudah. Aku tidak bisa bilang membosankan. Karena kenyataan bahwa nyawaku kapan saja bisa hilang baik karena penyakitku atau karena orang-orang jahat yang mengincar Daddy.Kami pulang hari ini dari peternakan orang tua Richard ke Villa. Tidak lama seharusnya, tapi serasa bagai seabad karena kami berdua saling bungkam.Aku yang mendiamkannya sejak semalam. Dia masih mencoba mengajakku berbicara semalam saat makan malam yang kujawab sekenanya. Aku juga tidak ingin jika orang tuanya mengetahui apa yang sebelumnya terjadi pada kami.Tai pagi ini, kami saling diam. Aku hanya membuka mulut saat berpamitan tadi, selebihnya, aku diam sembari memandang keluar jendela mobil. Mengucapkan selamat ulan
Mungkin karena musim liburan. Atau karena berita mencekam tentang penculikan putra mahkota itu kini sudah menyebar ke seluruh negeri, suasana kota jadi sepi dan lengang. Kami tidak mampir kemana - mana dan langsung pergi ke rumah.“Kau yakin tidak ingin langsung ke istana?” tanyaku saat Richard mengikutiku turun dari mobil.“Tugasku di sini, Mira. Menjagamu.”Entah otakku yang sedang tidak berfungsi dengan baik, atau memang semua perkataan Richard jadi ambigu akhir - akhir ini. Arti yang dimaksud selalu bisa membuatku salah paham. Sejak kejadian di istal kuda siang itu, aku jadi tak bisa berpikir jernih tentang apapun yang berkaitan dengannya.“Aku tidak akan kemana - mana. Rumah akan kukunci semua.”
Richard’s Tidak ada hal mencurigakan di sekitar rumah. Aku kembali masuk untuk mandi dan bersiap untuk melapor ke istana. Prosedur untuk mengabarkan bahwa aku sudah kembali ke kota dan siap bertugas sepenuhnya. Cedric sudah sampai di istana. Dia bilang situasinya masih sama seperti semalam. Belum ada update apapun. CCTV di lorong kamar Putra Mahkota mati secara misterius sehingga kami tidak mendapatkan bukti apapun. Penurut pelayan khusus Pangeran, beliau masih ada di istana untuk makan malam bersama Ratu sore itu. Makan malam yang singkat karena ratu ada undangan untuk peresmian cruise di Ghent, dan Putra Mahkota diantarkan kembali ke kamar. Sampai di sini, semua terekam jelas dan akurat. Beberapa saat kemudian, semua CCTV di sayap tersebut mengalami kerusakan. Putr
Richard’s “Richard, periksa CCTV di pos Laurent dan kirim ke tempatku segera.” Titah Pak Tua. Aku bergegas mengerjakannya. Tetap sibuk adalah pengalih perhatian terbaik dari semua hal mengerikan yang terjadi belakangan ini. Terlebih, karena mereka mendapatkan Mira saat gadis itu berada dalam pengawasanku. Aku segera keluar, menuju Pos Laurent. Si Tua itu sudah dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. CCTV di pagar dimatikan. Ya, benda itu sudah tidak merekam lagi sejak kemarin malam. Bahkan tidak ada footage saat aku dan Mira sampai sore tadi. Selain itu, semuanya berjalan dengan baik. Hanya saja, dengan posisi CCTV yang tidak se detail CCTV pagar, sangat susah mengidentifikasi pelaku. Selain mobil yang kami pakai, hanya terekam satu mobil lagi masuk ke dalam rumah. Yaitu Mobil yang mengantarkan Milg
Seseorang melepas penutup mataku. Cahaya dari jendela besar di sebelah kananku membuat mataku mengernyit karena terbuka tiba - tiba. Aku sangat tidak sabar melihat mereka, walaupun aku yakin itu percuma. Aku tidak kenal siapapun di sini. Tapi aku ingin menatap mata mereka. Apa yang membuat mereka melakukan ini?Mataku bertemu dengan mata paling biru yang pernah kulihat. Tatapan dinginnya seketika membuat dadaku sesak. Siapa dia?“Halo Mira.”Dia bahkan tau namaku?!***Orang itu sudah pergi. Dia tidak mengatakan apa - apa lagi selain ‘Halo Mira’. Aku sudah tidak dalam keadaan terikat lagi. Mereka meninggalkanku dalam sebuah kamar, yang walaupun terlihat sudah amat lama tidak ditempati dan kosong, masih
Richard’s Cedric kembali malam itu membawa hasil pemeriksaan ponsel Corrine. Aku dan beberapa pengawal istana yang bertugas di sini ikut dipanggil ke ruangan Pak Tua. Sejak dua hari yang lalu penjagaan di maison diperketat. Pak Tua juga syok karena mereka bisa menembus penjagaan Laurent di depan dengan sangat mulus. Laurent belum siuman. Kata dokter, kadar obat bius dalam darahnya terlalu banyak hingga membuatnya koma. Kami masih beruntung karena dia masih bisa diselamatkan mengingat usianya yang tak muda lagi, walau belum siuman. Telat sedikit, kami bisa kehilangan dia untuk selamanya. Dan saksi kasus ini akan semakin sedikit. Sore tadi petugas gambar forensik menemui Corrine dan Milgueta untuk membuat sketsa supir yang menyamar menjadi Gerlain. Mereka masih disana, meminta agar tidak diganggu agar konsentrasi M
Richard’sFootage CCTV yang dikirimkan Abe Villich pada kami sungguh tak terduga. Kami semua diam, berusaha mencerna plot twist yang terjadi di sini.Walaupun agak gelap, dan hanya menampilkan sedikit sudut balkon kamar Putra Mahkota, kesimpulan awal sudah bisa ditarik dari sini. Putra Mahkota tidak diculik. Dia pergi dengan sukarela dengan mobil yang menjemputnya.“Ratu sudah melihatnya?” Pak Tua bertanya. Rahangnya kaku dan suaranya amat tenang. Menandakan tensi yang berusaha dia tahan.“Belum. Saya menunjukkannya terlebih dulu pada anda.” Abe Villich menjawab sama datarnya. Raut wajahnya sama sekali tidak berubah. Tetap menyebalkan, seolah habis menginjak tahi ayam.Dia memang bukan oran
“Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku, Mira.”Orang yang mengaku Putra Mahkota tadi berkata begitu sebelum pergi meninggalkan kamar yang kutempati. Sudah. Dia hanya berkata seperti itu. Tanpa menjelaskan apa tepatnya yang harus kulakukan dan apakah aku mau melakukannya.Aku banyak berpikir sejak dia meninggalkan kamar yang kutempati ini. Kalau dia Putra Mahkotanya, berarti berita tentang penculikan Putra Mahkota adalah bohong?! Lalu? Apa dia sedang merencanakan skenario penculikan dirinya sendiri? Dia terlihat amat nyaman di sini. Seperti ini semua adalah daerah kekuasaannya. Baiklah, memang secara wilayah, daerah ini mungkin masih masuk dalam wilayak kerajaan. Maksudnku dia terlihat... Tidak cranky sepertiku, walaupun saat ada yg berkunjung aku selalu mencoba berpura - pura bahwa tidak ada yang aneh dengan situasiku di sini.
Kali ke dua aku naik pesawat. Aku gugup, dan terus menerus ke toilet sejak tadi. Ada satu penjaga yang mengawalku sampai aku boarding nanti. Namun aku menolak untuk terus diikuti sampai Indonesia.Di sini aku memang keluarga kerajaan, tapi di sana aku bukan siapa-siapa. Untunglah Daddy mau mengerti hal ini. Aku sedang menunggu panggilan untuk boarding. Dan lagi-lagi, aku teringat akan alasanku pergi."Stop, Mira. Terima saja. Cinta pertamamu tak berjalan lancar. Kau harus melupakannya."Aku menarik satu kali nafas panjang tepat saat panggilan pertama pesawat yang akan membawaku ke Indonesia terdengar. Aku dan beberapa penumpang pesawat lainnya mengantri untuk verifikasi terakhir sebelum masuk pesawat dan masuk dengan tertib.Tak seperti penerbanganku sebelumn
Granny melarangku untuk berpikir pergi dari sini adalah yang terbaik. Bahkan setelah dua hari berlalu. Dia ingin aku kuat, dan dia meyakinkan bahwa semua yang ada di sini keluargaku. Bahwa aku tak sendirian di sini."Kita bisa mengganti pengawalmu jika kau tak ingin bertemu dengan Richard. Tapi aku tak setuju jika kau pergi meninggalkan kami. Semua keributan ini akhirnya berakhir, dan kita bisa hidup dengan tenang bersama, kenapa kau malah memikirkan untuk pergi?"Dari situ aku sadar, Granny benar. Bagi semua orang, ini adalah kemenangan. Hanya aku yang merasa kalah dalam hal ini, dan itu karena Richard. Aku merasa buruk setelah mendengar hal itu."Maaf, aku jadi egois."Granny Louisa menggeleng. "Kau memang tak bisa kembali ke sana, tapi kau bisa berkunjung sebent
Richard'sAku menonton berita di televisi dengan tatapan puas. Phillip, ibunya, JJ, Cedric dan anak buahnya yang terbukti membelot sudah diringkus. Pengadilan kasus mereka memang belum ditetapkan kapan, namun, mereka tak akan lepas dari sanksi sosial kali ini. Dulu, Pak Tua terlalu baik hati untuk mengumumkan perbuatan mereka pada media. Namun sekarang tidak lagi."Makanlah dulu. Kau memang sudah tampak sehat, tapi kau masih perlu banyak waktu dan asupan bagus untuk memulihkan tenagamu."Aku mendongak menatap gadis yang beberapa hari terakhir menemaniku di sini. Dia gesit dan telaten mengurusku. Itu hal yang bagus, bukan? Saat terbaring tak berdaya, ada seseorang yang tulus mengurusmu.Betapa beruntungnya diriku?"Lyn.."
Aku meninggalkan Corrine berdua dengan Abe Villich di balkon rumah sakit agar mereka saling berbicara. Semoga saja keputusanku tak salah. Aku sedikit khawatir karena Corrine terlihat amat pucat dan kaget saat melihat Abe ada di sana. Pria itu pasti mengikuti kami tadi saat keluar untuk berbicara.Aku masih berada di balik pintu balkon selama beberapa saat, hanya untuk memastikan bahwa Corrine baik-baik saja. Sungguh. Aku tak berniat menguping. Aku masih ingat apa yang dilakukan Abe pada Corrine dulu hingga membuat Corrine yang biasanya ceria menjadi amat pendiam dan tertekan."Katakan, Corry. Apa yang mereka katakan tentangmu sehingga kau ikut tanpa perlawanan seperti itu." Suara Abe dingin dan tegas. Bahkan aku yang bukan lawan bicaranya saja berjengit, apalagi Corrine.Aku bisa mendengar suara tangis saat ak
“Tak bisakah kita sedikit lebih cepat?” Aku memajukan tubuhku untuk berbicara pada supir dengan nada tak sabar.“Cherie…”Kurasakan tangan Daddy menggengam tanganku dan meremasnya pelan. Mungkin menegur, atau mungkin juga sekedar menguatkanku karena kejadian-kejadian yang terjadi hari ini. Aku hanya menatapnya dengan tatapan putus asa. Namun aku kembali ke kursiku dan duduk dengan rapi. Mencoba untuk tenang meskipun rasanya sudah tak karuan lagi di dalam diriku.Tiga jam lalu kami dihubungi oleh Corrine yang berbicara dengan sangat cepat dan nyaris tak jelas tentang jangan pulang ke istana dan pergi ke tempat lain karena istana tak aman. Dia tak menjelaskan lebih jauh dan hanya terus mengulang kalimat itu. Kami baru saja sampai di istana, namun kami tak masuk dan langsung melanjutkan k
Richard’sPolisi dan pasukan tambahan datang tepat waktu untuk menyelamatkan kami. Seperti dugaanku, ada beberapa orang dari pasukan Cedric yang membelot dan berkhianat dengan pria itu. Hal itu membuat pasukan yang kubawa menjadi kalang kabut dan kami sempat terpukul mundur karena bingung siapa lawan dan kawan di sini.Untungnya, polisi ada yang membawa senapan paintball sehingga kami bisa menandai siapa saja yang berkhianat dengan peluru cat merah di punggungnya. Ini membantu kami mengidentifikasi siapa yang berada di tim kami dan tim lawan.Corrine sempat di bawa ke ruangan lain oleh Phillip, tapi aku berhasil mengejarnya setelah menumbangkan Cedric dengan mematahkan bahunya.“Sorry, Pal, tapi kau pantas mendapatkannya. Ibi bahkan tak setimpal dengan
Aku terbelalak tak mempercayai mataku. Di depan kami, muncul dua orang yang sama sekali tak kuduga akan kutemui di sini. Mereka yang menjadi dalang penculikan Corrine? Kenapa?!“Cedric? JJ?” Aku mengucap dengan nada tak percaya. “Why?! Kenapa kalian melakukan ini?”“Apakah itu belum jelas, mademoiselle?”JJ menjawab sembari berjalan melenggang mendekat pada Putra Mahkota… bukan. Richard memanggilnya Phillip, karena dia sudah bukan lagi Putra Mahkota. JJ mendekat pada Phillip dan mereka mulai menempelkan tubuh mereka satu sama lain. Pemandangan yang langsung membuatku mual! Rupanya JJ adalah partner sesama jenis Phillip?! Bukankah…“Oh, maafkan, kami terlalu larut dalam dunia kami yang penuh cinta. JJ. Kekasih
Richard’s“Akhirnya kalian datang juga. Aku terkesan.”“Kau…”“Apa maksudnya ini?!”Pertanyaan Mira dan pak Tua saling bersahutan saat melihat pemilik rumah yang dan sandera yang mereka cari sedang duduk sambil bermain catur di ruang baca. Aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjuku erat. Mencoba menahan amarahku yang meperti mengancam ingin menelanku bulat-bulat.Aku sudah memiliki kecurigaan sejak menemukan lokasi di mana Corrine berada. Tak banyak yang tahu bahwa rumah ini bukan lagi milik Abe Villich. Namun aku dan Cedric adalah sedikit di antara orang-orang yang tahu bahwa sejak Arlaine meninggal. Rumah ini dibeli oleh Abe Villich sebagai hadiah pernikahan untuk Arlaine
Granny Louisa menangis tersedu mendengar cerita tentang Corrine dariku.Pada akhirnya, aku tak punya pilihan untuk tidak mengatakannya. Lagi pula, mengenai hal ini, aku juga butuh berdiskusi tentang beberapa hal. Tentang apa peranku di sini. Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan jika penjahatnya benar-benar tertangkap. Atau bagaimana caranya agar penjahatnya tertangkap dan Corrine kembali pada kami dengan selamat.Betul kata Daddy. Aku tak tahu apa yang seharusnya kulakukan di saat seperti ini. Betul kata Madame Villich, aku hanya boneka di sini yang tak akan bisa menggantikan posisi siapa pun. Aku muncul hanya karena panggung terlalu sepi."Richard sedang mencarinya, Granny. Aku yakin dia pasti akan berusaha dengan seksama dan membawa Corrine pulang dengan selamat."