Jadwal operasiku sudah ditentukan. Seminggu lagi dari sekarang aku akan menjalani pemeriksaan dan jika semuanya oke, mungkin dua atau tiga hari berikutnya aku akan masuk ruang operasi.
Awalnya aku tak masalah dengan hal ini. Kapan saja jadwal operasinya, silakan saja. Secara mental, aku siap.
Tapi setelah berita ini sampai di telingaku, aku jadi shock dan terguncang. Dokter menganjurkanku untuk tetap melakukan latihan rutin ringan agak kondisiku tetap fit. Tapi aku kembali melemah. Bukan collapse yang mengkhawatirkan seperti sebelumnya, hanya saja rasa kecewa, shock dan tak percaya kini mempengaruhi keadaan tubuhku dan membuat ku jadi lemah.
Aku tak ingin makan, tak ingin bergerak, tak ingin bertemu siapapun.
Daddy sudah datang padaku dan menjelaskan keadaann
Richard’s “Why? You hate me. I'm a burden to you.” “I’m not!” Jawabanku keluar tanpa berpikir, agak terlalu cepat untuk meyakinkan seseorang. “Tu penses que je te déteste? Kau mengira aku membencimu? Kenapa?” Aku menjauhkan tubuhnya sepanjang jengkalan lenganku dan menahannya di sana. Dia menundukkan wajahnya, menghindari bertatap mata denganku. Dari tarikan nafasnya dan getaran bahunya, jelas sekali kalau saat ini dia sedang menangis. No, stop crying, Princess. It hurt me too seeing you hurt like this. Dia benar, tentu saja. Aku pernah tidak terlalu menyukainya dan menganggapnya hanya sebagai suatu kewajiban. Bahkan, pada awalnya, Pak Tua sampai harus memohon padaku agar aku mau menjaga anaknya. Lagi. Saat itu aku masih
Richard sudah pergi setelah memaksaku makan. Sepertinya marah padaku. Karena apa? Aku tidak merasa melakukan ataupun mengatakan sesuatu yang salah. Semua yang kukatakan padanya adalah fakta yang coba dibantah semua orang. Entah kenapa.Makan sudah, minum obat sudah. Dan kini semua pekerjaanku untuk hari ini selesai. Tak ada lagi tersisa untuk kulakukan. Seharusnya aku beristirahat. Tapi mataku nyalang enggan terpejam. Aku berusaha tidak memikirkan apapun tentang kerajaan dan tentang keluargaku. Mencoba menjadi salah satu materi yang beterbangan di alam semesta dan memerhatikan materi lain yang ada di sekitaran.Aku berhasil setelah tiga kali percobaan dan setelah berkali - kali menghela nafas dalam dan panjang. Duduk dengan tenang, kaki bersila dan dengan punggung bersandar pada bantal di belakangku, perhatianku kini tertuju pada bentangan langit di luar jendel
"Dan lagi, things go so much hard for me karena bahkan sampai sekarang aku tak tahu siapa ayah kandungku. Alors, Mira, aku sedikit banyak tahu apa yang kau rasakan. Kau tidak sendirian. Serius, kau bisa berbagi padaku jika kau mau." Aku menatap Corrine lama, tanpa berkedip. Gadis ini… kenapa dia mendadak menceritakan hal ini padaku? "What makes you?" Bisikku pelan. Gagal memahami kenapa dia mengatakan hal ini padaku. "Mungkin karena dari awal aku ingin sekali dekat denganmu, tapi tak bisa karena kau selalu menarik diri dan seperti tak ingin memiliki hubungan dengan keluarga ini." Hei! "Bukannya terbalik?!" Aku berseru tak terima. Corrine tertawa melihat wajah
Richard’s Cedric menelpon, mengabarkan bahwa Pak Tua tak akan pulang ke rumah malam ini. Padahal aku beberapa hari kemarin secara spesifik memintanya untuk meluangkan waktu agar bisa menghabiskannya bersama Mira. Putrinya itu membutuhkannya saat ini. Kesal tapi aku bisa apa? Aku baru saja kembali masuk ke dalam rumah setelah briefing singkat dengan para penjaga di depan saat aku melihat Corrin menarik Mira dari dalam kamarnya dan membawanya ke sebuah ruangan yang berada di sebelah ruang kerja Pak tua. Ruang apa itu? Selama bekerja dengan pak Tua, ada beberapa ruangan yang belum pernah kumasuki. Karena tidak perlu dan tidak pernah di suruh, dan tidak diperbolehkan. Ruangan yang baru saja dimasuki oleh Corrine dan Mira masuk dalam kategori ruangan yang belum pernah kumasuki karena tidak perlu dan tak pernah d
Kepalaku pusing luar biasa. Sensasi berputar sekaligus digedor di waktu bersamaan yang membuat kedua mata seakan tertarik keluar secara paksa dan membuat perut seakan teraduk.Aku kembali memejamkan mataku dan berniat menunggu beberapa saat saat suara dengkuran halus terdengar dari arah kanan atasku. Penasaran, aku mendongak dan mengintip dengan sebelah mataku."Astaga!!"Seseorang yang awalnya tidur dengan lelap di sampingku itu langsung terbangun dan duduk. Matanya dengan sigap memindai sekitar. Setelah yakin dia tak menemukan apapun yang mencurigakan, dia berbalik padaku yang kini beringsut sambil memegangi masing - masing selimut di depan dada, meskipun aku yakin aku masih berpakaian, dan tangan yang lainnya memegang Kepala bagian kiriku yang terus saja berdentan nyeri.
Richard'sTawaku menghilang begitu pintu kamar Mira tertutup di belakangku. Segera aku menuju ke belakang untuk membersihkan diri dan bersiap memberikan instruksi hari ini kepada para penjaga di depan.Hari ini jadwal masih lumayan padat untukku. Aku harus melapor keadaan maison ini kepada Pak Tua di Istana dan mengecek keadaan Monsieur Laurent fi rumah sakit. Kondisinya mulai membaik, walaupun aku ragu dia akan masih bisa bertugas seperti semula atau tidak.Aku bertemu Corrine di akhir koridor yang akan memasuki dapur."Bonjour," sapanya enteng mengucapkan selamat pagi padaku. "Tidurmu nyenyak?" Tanyanya sambil tersenyum.Aku tak tahu apa maksudnya, tapi, bagiku terasa seperti sindiran saat ini.
Corrine menemaniku sebentar pagi ini untuk sarapan sebelum dia harus pergi ke istana tadi pagi. Setelahnya, karena masih agak lemas, meskipun sudah tak sakit lagi, aku hanya berdiam diri di kamar. Menonton saluran disney dari TV. satu - satunya saluran yang masih tersambung dengan TV di kamarku, membaca buku atau berkutat dengan penpad ku untuk mencoba melukis suasana menyambut musim semi di luar. Cuaca pasti sedang sangat indah di luar. Tapi di sinilah aku. Hanya bisa menikmatinya dari balik jendela. Meskipun jendelanya terbuka, tapi ada dua penjaga berjaga di halaman depan kamarku. Dan mereka akan langsung berlari menghampiri untuk menegur dan menyuruhku kembali ke dalam kamar saat melihatku mencoba keluar.Yang menyenangkan adalah, adanya ponsel! Sungguh, betapa aku berterima kasih pada mereka para penemu ponsel pintar. Hampir segala fitur ada, dan itu membuat hari - hari sepiku di sini tak terlalu memb
Selama aku di sini, ada beberapa orang yang aku harap tak akan pernah berurusan dengan mereka. Dan orang ini adalah salah satunya. Malah, orang ini menempati daftar paling atas dalam list tersebut.Abraham Villich. Mantan tunangan mendiang Arlaine.Semua yang bernama belakang Villich pada dasarnya ada dalam list hitamku. Aku sama sekali tak ingin berurusan dengan mereka.Aku sendiri bukan orang yang suka mencari keributan. Meskipun kesan awal orang - orang padaku, adalah sebagai trouble maker. Tapi aku lebih memilih menghindari masalah daripada menghadapinya langsung. Ya, aku sebisa mungkin lari dari masalah dan menghindarinya hingga saat aku tak bisa lagi menghindar.Tapi dengan Villich, aku merasa tak pernah ada urusan. Sehingga menghindarinya adalah sesuatu yang
Kali ke dua aku naik pesawat. Aku gugup, dan terus menerus ke toilet sejak tadi. Ada satu penjaga yang mengawalku sampai aku boarding nanti. Namun aku menolak untuk terus diikuti sampai Indonesia.Di sini aku memang keluarga kerajaan, tapi di sana aku bukan siapa-siapa. Untunglah Daddy mau mengerti hal ini. Aku sedang menunggu panggilan untuk boarding. Dan lagi-lagi, aku teringat akan alasanku pergi."Stop, Mira. Terima saja. Cinta pertamamu tak berjalan lancar. Kau harus melupakannya."Aku menarik satu kali nafas panjang tepat saat panggilan pertama pesawat yang akan membawaku ke Indonesia terdengar. Aku dan beberapa penumpang pesawat lainnya mengantri untuk verifikasi terakhir sebelum masuk pesawat dan masuk dengan tertib.Tak seperti penerbanganku sebelumn
Granny melarangku untuk berpikir pergi dari sini adalah yang terbaik. Bahkan setelah dua hari berlalu. Dia ingin aku kuat, dan dia meyakinkan bahwa semua yang ada di sini keluargaku. Bahwa aku tak sendirian di sini."Kita bisa mengganti pengawalmu jika kau tak ingin bertemu dengan Richard. Tapi aku tak setuju jika kau pergi meninggalkan kami. Semua keributan ini akhirnya berakhir, dan kita bisa hidup dengan tenang bersama, kenapa kau malah memikirkan untuk pergi?"Dari situ aku sadar, Granny benar. Bagi semua orang, ini adalah kemenangan. Hanya aku yang merasa kalah dalam hal ini, dan itu karena Richard. Aku merasa buruk setelah mendengar hal itu."Maaf, aku jadi egois."Granny Louisa menggeleng. "Kau memang tak bisa kembali ke sana, tapi kau bisa berkunjung sebent
Richard'sAku menonton berita di televisi dengan tatapan puas. Phillip, ibunya, JJ, Cedric dan anak buahnya yang terbukti membelot sudah diringkus. Pengadilan kasus mereka memang belum ditetapkan kapan, namun, mereka tak akan lepas dari sanksi sosial kali ini. Dulu, Pak Tua terlalu baik hati untuk mengumumkan perbuatan mereka pada media. Namun sekarang tidak lagi."Makanlah dulu. Kau memang sudah tampak sehat, tapi kau masih perlu banyak waktu dan asupan bagus untuk memulihkan tenagamu."Aku mendongak menatap gadis yang beberapa hari terakhir menemaniku di sini. Dia gesit dan telaten mengurusku. Itu hal yang bagus, bukan? Saat terbaring tak berdaya, ada seseorang yang tulus mengurusmu.Betapa beruntungnya diriku?"Lyn.."
Aku meninggalkan Corrine berdua dengan Abe Villich di balkon rumah sakit agar mereka saling berbicara. Semoga saja keputusanku tak salah. Aku sedikit khawatir karena Corrine terlihat amat pucat dan kaget saat melihat Abe ada di sana. Pria itu pasti mengikuti kami tadi saat keluar untuk berbicara.Aku masih berada di balik pintu balkon selama beberapa saat, hanya untuk memastikan bahwa Corrine baik-baik saja. Sungguh. Aku tak berniat menguping. Aku masih ingat apa yang dilakukan Abe pada Corrine dulu hingga membuat Corrine yang biasanya ceria menjadi amat pendiam dan tertekan."Katakan, Corry. Apa yang mereka katakan tentangmu sehingga kau ikut tanpa perlawanan seperti itu." Suara Abe dingin dan tegas. Bahkan aku yang bukan lawan bicaranya saja berjengit, apalagi Corrine.Aku bisa mendengar suara tangis saat ak
“Tak bisakah kita sedikit lebih cepat?” Aku memajukan tubuhku untuk berbicara pada supir dengan nada tak sabar.“Cherie…”Kurasakan tangan Daddy menggengam tanganku dan meremasnya pelan. Mungkin menegur, atau mungkin juga sekedar menguatkanku karena kejadian-kejadian yang terjadi hari ini. Aku hanya menatapnya dengan tatapan putus asa. Namun aku kembali ke kursiku dan duduk dengan rapi. Mencoba untuk tenang meskipun rasanya sudah tak karuan lagi di dalam diriku.Tiga jam lalu kami dihubungi oleh Corrine yang berbicara dengan sangat cepat dan nyaris tak jelas tentang jangan pulang ke istana dan pergi ke tempat lain karena istana tak aman. Dia tak menjelaskan lebih jauh dan hanya terus mengulang kalimat itu. Kami baru saja sampai di istana, namun kami tak masuk dan langsung melanjutkan k
Richard’sPolisi dan pasukan tambahan datang tepat waktu untuk menyelamatkan kami. Seperti dugaanku, ada beberapa orang dari pasukan Cedric yang membelot dan berkhianat dengan pria itu. Hal itu membuat pasukan yang kubawa menjadi kalang kabut dan kami sempat terpukul mundur karena bingung siapa lawan dan kawan di sini.Untungnya, polisi ada yang membawa senapan paintball sehingga kami bisa menandai siapa saja yang berkhianat dengan peluru cat merah di punggungnya. Ini membantu kami mengidentifikasi siapa yang berada di tim kami dan tim lawan.Corrine sempat di bawa ke ruangan lain oleh Phillip, tapi aku berhasil mengejarnya setelah menumbangkan Cedric dengan mematahkan bahunya.“Sorry, Pal, tapi kau pantas mendapatkannya. Ibi bahkan tak setimpal dengan
Aku terbelalak tak mempercayai mataku. Di depan kami, muncul dua orang yang sama sekali tak kuduga akan kutemui di sini. Mereka yang menjadi dalang penculikan Corrine? Kenapa?!“Cedric? JJ?” Aku mengucap dengan nada tak percaya. “Why?! Kenapa kalian melakukan ini?”“Apakah itu belum jelas, mademoiselle?”JJ menjawab sembari berjalan melenggang mendekat pada Putra Mahkota… bukan. Richard memanggilnya Phillip, karena dia sudah bukan lagi Putra Mahkota. JJ mendekat pada Phillip dan mereka mulai menempelkan tubuh mereka satu sama lain. Pemandangan yang langsung membuatku mual! Rupanya JJ adalah partner sesama jenis Phillip?! Bukankah…“Oh, maafkan, kami terlalu larut dalam dunia kami yang penuh cinta. JJ. Kekasih
Richard’s“Akhirnya kalian datang juga. Aku terkesan.”“Kau…”“Apa maksudnya ini?!”Pertanyaan Mira dan pak Tua saling bersahutan saat melihat pemilik rumah yang dan sandera yang mereka cari sedang duduk sambil bermain catur di ruang baca. Aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjuku erat. Mencoba menahan amarahku yang meperti mengancam ingin menelanku bulat-bulat.Aku sudah memiliki kecurigaan sejak menemukan lokasi di mana Corrine berada. Tak banyak yang tahu bahwa rumah ini bukan lagi milik Abe Villich. Namun aku dan Cedric adalah sedikit di antara orang-orang yang tahu bahwa sejak Arlaine meninggal. Rumah ini dibeli oleh Abe Villich sebagai hadiah pernikahan untuk Arlaine
Granny Louisa menangis tersedu mendengar cerita tentang Corrine dariku.Pada akhirnya, aku tak punya pilihan untuk tidak mengatakannya. Lagi pula, mengenai hal ini, aku juga butuh berdiskusi tentang beberapa hal. Tentang apa peranku di sini. Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan jika penjahatnya benar-benar tertangkap. Atau bagaimana caranya agar penjahatnya tertangkap dan Corrine kembali pada kami dengan selamat.Betul kata Daddy. Aku tak tahu apa yang seharusnya kulakukan di saat seperti ini. Betul kata Madame Villich, aku hanya boneka di sini yang tak akan bisa menggantikan posisi siapa pun. Aku muncul hanya karena panggung terlalu sepi."Richard sedang mencarinya, Granny. Aku yakin dia pasti akan berusaha dengan seksama dan membawa Corrine pulang dengan selamat."