Masih jam 6 pagi. Setelah melakukan hubungan intim dengan Raka, ia pergi mandi dan segera melaksanakan salat. Lalu, ia duduk di teras villa yang menghadap ke pemandangan hijau pedesaan dan entah kenapa villa ini lebih seperti kabin di tengah hutan. Menyegarkan mata, menyejukkan hati, dan menenangkan perasaannya.Bohon kalau Kyra tidak merasa sakit pada bagian pinggangnya. Raka memang lembut dan sangat hati-hati. Rasa sakit yang ia rasakan tidak seperti habis dipukuli Pratama. Sakitnya malah menyenangkan. Kyra menikmati semuanya, dan ia tak menyangka bisa begitu memuaskan. Ia berharap, Raka juga merasakan hal yang sama dengan yang ia rasakan. Grep!Kyra tersentak kaget saat seseorang memeluknya dari belakang. Kyra langsung mendongak dan melihat Raka. Belum sempat ia menikmati wajah Raka yang entah bagaimana semakin terlihat tampan, suaminya itu langsung mendaratkan bibirnya pada bibirnya. Masih pagi, dan mereka sudah puas menikmati tubuh masing-masing subuh tadi, ta
Tiga hari berlalu sengan cepat dan tanpa terasa. Kyra tampak menikmati bulan madu mereka yang sangat singkat. Kalau dirinya tidak harus mengurusi skripsi, dan kalau Kyra juga tidak harus kuliah, mereka pasti bisa menikmati bulan madu lebih lama lagi. Namun, Raka sudah berencana bahwa ia akan mengajak Kyra untuk bulan madu lebih lama lagi di akhir tahun nanti, tepat saat liburan semester."Wah! Gimana, nih, bulan madunya?" tanya Pratama pada Raka ketika ia dan Kyra keluar dari puntu kedatangan bandara dan langsung menyapa ayah mertuanya. "Aman, 'kan?"Raka mengangguk. "Ya, aman, kok."Ia mencium punggung tangan Nirmala setelah Kyra berpelukan dengan sang bunda. Raka menyadari ada perubahan ekspresi di wajah Kyra, dan hal itu membuat Raka sadar bahwa Nirmala telah merusak kebahagiaan yang telah ia berikan pada Kyra selama tiga hari ini. Entah apa, tapi Raka akan mencaritahu itu setelah mereka punya waktu berdua nantinya."Ayo, ke mobil. Kami dan papa-mamamy udah s
Raka panik, sangat panik. Ia terbirit-birit meninggalkan kampus begitu mendapatkan telepon dari Kyra bahwa ia sedang kesakitan. Saat sampai di rumah minimalis pemberian orang tua mereka, ia telah menemukan Kyra tergeletak di atas lantai dengan tidak sadarkan diri. Dari pakaian yang Kyra pakai, istrinya itu sepertinya baru sampai di rumah. Memang, hari itu Raka tidak bisa pulang bersama Kyra, dan ia merasa sangat bersalah.Kini, Raka berdiri dengan panik di depan ruang tindakan IGD. Ia tak tenang, bahkan ia tak bisa berpikir dengan jernih. Sudah dua hari sejak mereka pulang dari berbulan madu, dan memang dua hari ini ia lihat Kyra kehilangan nafsu makannya, kerap batuk di malam hari dan tidak bisa tidur nyenyak. Meski selalu berkata baik-baik saja dan menolak dibawa ke rumah sakit, Raka tak percaya. Dan, benar saja. Kelalaiannya ini menyebabkan Kyra sampai harus dilarikan ke IGD dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan."Ka!"Raka menoleh cepat ke arah pintu IGD, me
Kyra sudah biasa dengan tekanan, tapi nental dan fisiknya tidak bisa bekerja sama untuk menerima tekanan dari luar. Bukan tekanan secara fisik, tapi secara mental. Semenjak mengenal Raka, ia menjadi lebih lemah terhadap tekanan. Ia sudah terlalu nyaman dengan perlakuan Raka yang amat sangat memanjakannya dan membebaskannya.Ia masih ingat dengan jelas ucapan Nirmala ketika menjemputnya di bandara lima hari lalu. "Jangan mempermalukan saya dengan fisik lemahmu sampai kamu nggak bisa kasih keturunan untuk Raka. Saya melahirkanmu bukan karena menginginkan anak lemah, tapi mencari penerus yang sempurna untuk suami saya." Ucapan itu jelas memberitahukannya bahwa ia sama sekali bukan bagian dari keluarga ayah dan bundanya. Ia benar-benar hanya benda yang dibuat untuk memenuhi keinginan Pratama dan Nirmala.Ia pingsan tiga hari lalu karena memang kelelahan mempersiapkan pernikahan, bersenang-senang saat berbulan madu, dan peranan terbesar adalah tuntutan Nirmala. Tak ada hari
Sebagai istri, Kyra tahu bahwa ia akan menanggung banyak tuntutan dibanding sosok suami, terutama di mata orang tua dan mertua yang cara berpikirnya masih menganut zaman dulu, ketika istri adalah 'pelayan' untuk suami. Istri dituntut untuk bisa memasak, mengurus rumah, melayani suami, membuat anak, mengurus anak, dan seterusnya. Tak akan ada hentinya. Kyra tahu konsekuensi itu ketika memutuskan untuk menerima perjodohan dan pernikahan dengan Raka.Tanpa sepengetahuan Raka, Kyra sudah banyak mencari tahu apa yang harus ia lakukan untuk menjadi seorang istri. Ketika berkaitan dengan hubungan seksual dan anak, Kyra bahkan sudah membicarakannya dengan Merlin dan Hera - dokter kandungan kenalan Merlin. Dan, saat ini, selagi menunggi Raka kembali dari kampus, Kyra mengundang dua orang itu untuk berbicara dengannya. Tapi, mood-nya malah dirusak oleh kelakuan ayah dan bundanya.Cklek.Kyra rasanya tak akan bisa beristirahat meski sudah berakhir di rumah sakit seperti ini. K
"Apa itu keluarga?" Pertantaan itu terngiang di dalam otak Kyra semenjak Pratama dan Nirmala datang dan mengungkapkan kekecewaan dan menunjukkan bahwa keluarga mereka sama sekali tidak harmonis. Selama ini, Kyra tidak pernah mengerti apa arti 'keluarga'. Dan, ketika ia mengenal Raka dan akhirnya menikah, Kyra pun mulai membandingkan kehidupan keluarga Mahesa dengan kehidupan keluarga kecilnya bersama Raka.Saling mendukung, memberikan perhatian, merawat dikala sulit, tak pernah menuntut, tak pernah memaksa, tak ada kesenjangan gender, dan semacamnya. Kyra merasa bahwa ia nyaman dengan 'keluarga' yang terbentuk antara dirinya dan Raka. Karena itulah, selain tuntutan dari orang tuanya, Kyra juga berharap bahwa keluarganya bersama Raka akan lebih lengkap dengan kehadiran seorang anak. Tentu saja, Kyra masih takut dan belum siap untuk memiliki anak. Namun, setidaknya kini ia sudah mengharapkan itu."Jangan stres, harus hepi, banyak makan makanan bergizi, dan rutin olah raga
Sebenarnya, Kyra berbohong bahwa ia memang ingin memiliki anak. Ia berbicara seperti itu pada Raka karena ia tak mau membuat Raka terus mengkhawatirkannya, tak mau juga mendengar ucapan-ucapan mrnyakitkan dari kedua orang tuanya, atau meruntuhkan harapan mertuanya. Bisa dikatakan, apa yang Kyra lakukan selama ini hanya untuk menyemangati dan menghibur diri sendiri. Namun, ternyata semua itu tak berjalan baik untuknya. Ia kerap dihantui rasa tak tenang. Banyak pertanyaan yang selalu terlintas di benaknya."Bagaimana kalau nggak bisa sekali jadi?""Bagaimana kalau aku keguguran?""Apa aku bisa hidup sampai melahirkan anak?""Apa anak kami bakal sehat sempurna?"Sudah sebulan sejak Kyra keluar dari rumah sakit, bahkan ia sudah menjalani aktivitas normal seperti sebelumnya. Malam, ia tetap memberikan pelayanan pada Raka setidaknya dua kali dalam seminggu. Tetap menggunakan pengaman, dan kalau tidak, Kyra harus meminum obat untuk menjaga agar ia tidak hamil. Namu
Raka kalang kabut saking paniknya saat dikabari Vino bahwa istrinya hampir pingsan di kampus sore itu. Ia yang sedang pergi ke Jakarta untuk urusan bisnis perusahaan yang akan ia dapatkan pun langsung kembali ke Bandung secepat yang ia bisa. Ia bersyukur memiliki sahabat seperti Vino, dan teman seperti Jess. Berkat mereka, Kyra tidak perlu menderita sendirian.Akhir pekan itu, untunglah Raka tidak perlu ke Jakarta. Ia beralasa pada Angga, ia ingin berduaan dengan Kyra karena seminggu ini Raka sibuk bolak-balik Jakarta-Tangerang-Bandung. Untunglah Angga mengerti, apalagi jika terkait masalah keturunan. Meski diam, tapi Raka tahu bahwa Angga juga menginginkan agar ia dan Kyra segera memberikannya cucu."Masih lemes?" Raka menaruh tangannya di kening Kyra. "Masih panas. Kamu nggak tiduran di kamar aja? Istirahat yang banyak. Inget janji kamu. Sampai akhir tahun ini, kalau kondisi kamu up and down terus, aku nggak izinin kamu hamil," tegasnya.Kyra mengangguk, lalu ia m