Rumah Joglo terasa lengang sesaat Amirah memasuki teras depan. Ucapan salamnya tiada yang membalas seakan kediaman besar dan luas itu tak berpenghuni. Langkah kakinya tergesa-gesa ke halaman belakang barulah bertemu sang tuan rumah. "Hai Nduk, tumben pulang cepat?" sapa Bude Tantri merapikan pakaian yang sudah kering dijemur dari pagi. "Eh iya, di depan ada seorang tamu dari jauh yang ingin berjumpa Bude," balas Amirah gugup. "Tamu dari jauh itu siapa toh, Nduk?" tanyanya bingung lalu meletakkan seluruh pakaian ke sudut meja. "Kok sampai segitu pentingnya mau ketemu aku?" Amirah mengangkat bahu. Mau tak mau Bude Tantri berjalan ke ruang depan melihat tamunya dan sempat berhenti memanggil asisten rumah tangga menyiapkan minuman untuk mereka. Bimantara masih berdiri di luar memandangi rumah Joglo yang asri. Sontak dia menoleh ke belakang ketika terdengar sambutan ramah dari tuan rumah menyilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Sosok seorang ibu yang bersahaja di matanya. "Bude Tantr
Kaivan mengulangi beberapa kali nomor panggilan Amirah Lashira. Gagal dan selalu gagal. Merde - brengsek! Saking kesalnya membanting kuat gawai ke sofa melambung terus sampai ke lantai entah kemana diacuhkan begitu saja. Udara dingin menusuk pori-pori tak diindahkan lagi. Pemanas ruangan lupa dinyalakan karena beberapa hari lalu terbang ke negeri lain dan baru kembali ke Paris tengah malam ini. Kedua tangan digosokkan mencari sisi kehangatan sebelum membeku dihadang rindu. Amirah Lashira. Dua malam lalu ketika berada di Italia, sambungan telepon tak berfungsi sama sekali seolah janda itu ditelan bumi. Enggan rasanya mengontak Guntur sepupu Amirah untuk menanyakan keadaannya. Penthouse mewah seperti pemakaman sunyi tanpa kegembiraan di dalamnya. Diraihnya sebuah gelas kosong dan sebotol minuman lalu membawanya ke balkon luas menghadap menara Eiffel seakan mengejek Kaivan memilih mabuk alkohol akibat cinta berpeluk sebelah tangan. Pria tampan dan menawan hidup sendirian bergelimang
Perjalanan melelahkan berjam-jam dalam penerbangan panjang. Amirah dan Bagaskara tak pernah terbang sejauh ini. Untuk pertama kali dalam hidup mereka menuju ke negeri asing menemui orang asing. "Biarkan aku menggendongnya 'Ra, kamu juga sudah lelah kepayahan," pinta Bimantara agar menyerahkan Bagaskara ke pelukannya ketika mereka telah tiba di Perancis. "Ga Mas, makasih," tolak Amirah halus menolak kebaikannya. "Kau juga kerepotan membawa kami sampai ke sini, Bagas belum terbiasa situasi baru seperti sekarang ini." Ditengok sekeliling bandar udara megah Paris - Charles de Gaulle. Papan layar berisi informasi penerbangan padat. Penumpang lalu lalang silih berganti berangkat dan pergi. Sungguh luar biasa pengalaman dirasakan Amirah Lashira antara takut dan takjub. "Duduklah di sana 'Ra, biar aku saja yang menunggu bagasi datang." Bimantara menunjuk ke kursi dekat pengambilan barang. Hatinya riang gembira memandang janda beranak satu akhirnya memenuhi permintaan Tuan Setiawan Nareswa
Memasuki ruang makan Sebastian dikejutkan sesuatu yang luar biasa. Didapati wanita muda sedang mencuci perabotan kotor sesaat ingin mengambil minuman. "Hei, kau siapa, apa asisten rumah tangga yang baru?" Amirah menggeleng terburu-buru menyelesaikan pekerjaan. Sekilas paras tampan pria itu serupa Papa Bisma namun berkulit putih pucat bukan Asia. Tak dihiraukan pertanyaan yang terdengar mengejeknya. "Sebastian!" panggilan nyaring Oma Rania menyambut senang cucu kesayangan datang menengok dirinya. "Tumben kau ke sini, sayang, memang tak bekerja hari ini?" Kecupan ringan di pipi tuan rumah cantik jelita. "Cuma sebentar ada berkas penting perlu ditandatangani Opa Nareswara terus aku balik ke kantor lagi," ujarnya sambil melirik nakal wanita muda menarik perhatian sejak melihat pertama kali. "Oh, Opamu sedang keluar sebentar nanti segera kembali," sahut Nyonya Rania menggandeng Sebastian ke ruang keluarga menjauhi cucunya yang lain. "Oma, itu siapa?"Langkahnya terhenti sejenak menanyak
Opa Nareswara memberi pesan usai makan pagi. Amirah dan Bagaskara diperkenankan keluar mansion untuk berbelanja dan berwisata. "Tunggu saja nanti kalian dijemput, jangan kemana-mana sendirian aku tidak mau buyutku hilang di keramaian!" "Baiklah Opa, kami mengambil mantel hangat fdan memakai sepatu dulu di kamar." Bergegas Amirah dan putranya segera menghilang dari pandangan Nyonya Rania yang masih acuh walaupun sudah beberapa hari tinggal di mansion. Tak ada banyak pembicaraan antara mereka hanya Tuan Nareswara memanjakan cucu dan buyut lebih dari seharusnya. Itulah membuat kebencian istrinya makin menguat. "Pa, biarkan saja Amirah pergi sendiri, kau itu 'kan banyak pekerjaan apalagi proyek baru sedang ditangani dan Sebastian juga ikut sibuk di dalamnya!" protes Nyonya Rania. "Mama gimana 'sih kok tega melepas mereka di kota asing begini, kamu pikir orang Perancis mau meladeni wisatawan yang tak mengerti bahasa yang tidak mereka kuasai?" balas Tuan Setiawan Nareswara. Istrinya la
Esok malamnya Sebastian melancarkan aksi mendekati sepupu Amirah. Dia memiliki banyak waktu dengan janda itu daripada keparat Bimantara."Ra, temani aku keluar sebentar yuk?" desaknya."Mau kemana sudah malam begini aku 'kan harus temani Bagas tidur dulu," kilah Amirah halus."Jalan-jalan saja bertemu kawanku tak lama terus kita pulang," bujuknya merayu. "Ada Opa yang menemani Bagas memasang mainan kereta api kalau sudah mengantuk pasti dibawanya ke kamar."Amirah tetap menggeleng sampai pada akhirnya terdengar Opa Nareswara bersuara."Pergilah 'Ra, kalian 'kan saudara sepupu belum kenal akrab, orang tua dan adik bungsu Sebastian sedang pergi liburan ke Yunani nanti juga bertemu setelah mereka kembali."Andai saja Opa melarang Amirah lebih senang daripada harus berduaan Sebastian. Tapi sayang malah setuju pergi dan mau tak mau dia mengikuti sarannya."Tunggu, aku ganti baju dan ambil mantel dulu.""Ga usah begitu aja sudah cantik kok, di mobil ada selimut dan mantel cadangan lebih han
Malam ini Sebastian sukses memperdayai sepupu sendiri. Berkencan sebentar lalu mereka segera menikah. Jika perlu Amirah hamil karena perbuatannya di malam ini dan seterusnya. Oma dan Opa Nareswara terpaksa merestui atau bakal malu selamanya.Rencana jahat yang sangat sempurna!Digiring Amirah keluar hotel menuju parkiran mobil yang temaram pencahayaan lampu jalan. Nafsu Sebastian menggelegak ke permukaan tidak mampu lagi menahan sampai tujuan."Ayo sayang, kita pulang, sebaiknya cepat berbaring di ranjang biarkan diriku menghangatkan tubuhmu yang kedinginan sampai limbung begini," pancingnya membuka pintu untuknya. "Sorry 'Ra, ini harus aku lakukan demi masa depan kita berdua."Bruk! Pintu ditutup kencang. Sebastian langsung tergesa-gesa memutar ke kursi pengemudi.Tubuh Amirah terhempas ke belakang. Mantel hangatnya terbuka menampakkan blus cantik berleher rendah. Dua gundukan kenyal menggoda sontak pikiran cucu Nareswara melanglang liar kemana-mana. Bukannya dia menutup rapat malah
Terbangun Amirah sendirian di ranjang besar bukan miliknya. Pagi dingin menusuk di kulit yang halus. Oh, di mana aku?! Bola mata berputar ke sekeliling sudut kamar berdesain maskulin dan elegan. Kecemasan dirinya semakin menjadi memandang suasana yang berbeda dari biasa. Kaivan! Jantung Amirah berdegup keras menyebut nama mantan tunangan. Isi pikiran belum pulih sepenuhnya. Dan kepalanya masih berat begitupun tubuhnya kaku. Disibaknya selimut tebal mencari tahu tentang apa dialami pada dirinya semalam . Baru tersadar blusnya berubah kemeja putih Kaivan yang kebesaran. Ada apa ini?! Buru-buru keluar kamar mencari sosok pria itu tetapi tak ditemukan di manapun. Sendirian. Amirah kesepian ditinggalkan tanpa pesan. Pandangannya menatap sebuah balkon cantik menarik perhatian. Langkah pelan ragu-ragu menggeser pintu kaca. Cahaya matahari Paris menerangi seluruh bagian penthouse. Angin berhembus kencang dinginnya luar biasa. Amirah berdiri bersedekap penuh kekaguman. Menara Eiffel ti