Saat mereka berjalan menjauh dari reruntuhan, Kuro merasakan sesuatu yang aneh.Sebuah suara terdengar di dalam kepalanya."Kuro… ini belum selesai…"Ia berhenti berjalan dan menatap ke langit."Apa maksudnya…?"Kaien dan Gidi menoleh ke arahnya. "Ada apa, Kuro?"Namun sebelum ia bisa menjawab, tanah di depan mereka tiba-tiba terbelah, dan sebuah sosok muncul dari dalamnya.Sosok itu mengenakan jubah hitam panjang, dengan aura yang jauh lebih mengerikan dari Ryukiro."Kalian pikir sudah selesai?" suaranya dingin dan dalam. "Aku adalah Azaghar, dan aku adalah dalang di balik semua ini."Kuro mengepalkan tinjunya. "Jadi kau yang berada di balik semua kekacauan ini?"Azaghar menyeringai. "Ryukiro hanyalah pion kecil. Perjuanganmu baru saja dimulai, Raijin terakhir."Kaien dan Gidi menegang.Kuro menatap Azaghar dengan mata penuh tekad."Kalau begitu, aku akan menghadapimu!"Angin berembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Tanah yang sebelumnya retak kini memancarkan aura
Azaghar mengangkat tangannya, dan seketika itu juga, langit yang baru saja cerah kembali diselimuti kegelapan.Aura kegelapan yang dipancarkannya jauh lebih kuat dibanding Ryukiro."Tunjukkan padaku, Kuro. Apakah kau benar-benar layak mewarisi kekuatan Raijin?"Kuro menarik napas dalam-dalam. Tubuhnya masih lelah setelah pertarungan dengan Ryukiro, tetapi ia tidak punya pilihan.Kaien dan Gidi mundur, menyadari bahwa ini bukan pertarungan yang bisa mereka campuri.Azaghar mengangkat satu jarinya. Dalam sekejap, puluhan bola energi hitam melesat ke arah Kuro.Dengan sekuat tenaga, Kuro melompat ke udara, menghindari sebagian besar serangan. Tetapi beberapa di antaranya berhasil mengenainya, menyebabkan rasa sakit luar biasa."Ugh… kekuatannya… jauh lebih besar dari Ryukiro…"Azaghar tertawa. "Kau bahkan belum melihat yang sebenarnya."Ia mengangkat tangannya, dan dari tanah, makhluk-makhluk bayangan mulai muncul. Mereka adalah monster-monster dengan mata merah menyala dan tubuh yang se
Setelah pertarungan sengit melawan Azaghar dan makhluk bayangannya, Kuro jatuh berlutut, napasnya tersengal. Tubuhnya masih diselimuti petir biru keputihan yang baru saja membantunya menebas monster raksasa itu. Namun, ia tahu pertarungan ini belum selesai. Kaien dan Gidi berlari mendekat. "Kuro! Apa kau baik-baik saja?" seru Gidi. Kuro mengangguk pelan. "Aku masih bisa bertarung..." Azaghar menyipitkan matanya. "Kau terus bangkit, ya? Tapi aku penasaran... Seberapa jauh kau bisa bertahan?" Sebelum Azaghar bisa melancarkan serangan lagi, langit tiba-tiba berubah. Udara di sekitar mereka membeku, dan serpihan es mulai turun perlahan. Kuro merasakan sesuatu… energi yang berbeda, kuat, tetapi tidak berasal dari Azaghar. Azaghar mengernyit. "Ini... bukan kekuatanku." Dari balik reruntuhan, terdengar suara ledakan es yang memecah batuan. Sebuah cahaya kebiruan bersinar dari dalam tanah, dan perlahan, sesuatu muncul—sebuah kristal besar yang tampak bersinar seperti es murni. Kaien t
Relik Beku mulai bersinar lebih terang, dan tiba-tiba, Kuro merasakan tubuhnya ditarik ke dalam dunia lain. Saat ia membuka matanya, ia berdiri di tengah lautan es yang luas. Angin dingin bertiup kencang, menusuk kulitnya. "Apa ini…?" Dari kejauhan, muncul sosok berbentuk bayangan besar dengan mata biru bersinar. Ia berjalan mendekat, setiap langkahnya membuat es di bawahnya retak. "Untuk membuktikan bahwa kau layak memiliki kekuatan Relik Beku, kau harus menghadapiku," suara dalam bergema di udara. Kuro menarik napas dalam. "Baik! Aku siap!" Bayangan itu tiba-tiba melompat ke arahnya, menyerang dengan cakar es yang tajam. Kuro melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan cepat. "Raijin no Shinsei: Thunder Strike!" Kuro melepaskan serangan petirnya, tetapi serangan itu membeku sebelum menyentuh lawannya. "Apa?!" Bayangan itu menyerang lagi, kali ini dengan kecepatan lebih tinggi. Kuro mencoba menghindar, tetapi es di bawah kakinya licin, membuatnya kehilangan keseimba
Kuro berdiri tegak, matanya berkilat. Kali ini, ia tidak akan menggunakan petir seperti sebelumnya. Bayangan raksasa itu menyerang lagi, tetapi Kuro tidak menghindar. Ia merasakan energi dingin mengalir ke dalam tubuhnya, lalu mengangkat tangannya. BAM! Serangan itu mengenai tubuhnya, tetapi tidak menyakitinya seperti sebelumnya. Ia telah menyesuaikan tubuhnya dengan suhu dingin di sekitarnya. Kuro tersenyum. "Sekarang giliranku!" Ia mengayunkan tangannya ke tanah, dan tiba-tiba, es di bawahnya membentuk pilar yang menghantam lawannya ke udara. "Raijin no Shinsei: Glacier Thunder!" Dari tangannya, petir bercampur es melesat, menghantam bayangan itu dengan kekuatan besar. Bayangan itu meraung sebelum akhirnya membeku dan pecah menjadi serpihan kecil. Cahaya menyelimuti Kuro. Saat ia membuka matanya, ia sudah kembali ke dunia nyata. Penjaga Relik Beku tersenyum. "Kau telah lulus ujian." Relik Beku mulai berpendar, lalu energi biru es menyelimuti tubuh Kuro. Kini,
Dengan kekuatan baru, Kuro langsung menyerang Azaghar. Ia meninju tanah, menciptakan gelombang es bercampur petir yang melesat ke arah musuhnya. Azaghar melompat menghindar, tetapi Kuro sudah ada di atasnya, menendangnya ke bawah dengan kekuatan penuh. DUARR! Azaghar terhempas ke tanah, tetapi ia segera bangkit. "Jangan sombong, anak kecil!" Ia mengangkat tangannya, menciptakan tombak bayangan besar dan melemparkannya ke arah Kuro. Namun, dengan cepat, Kuro menciptakan perisai es untuk menahannya. "Seranganmu tidak akan semudah itu mengenainya sekarang," kata Kaien dengan kagum. Gidi tersenyum. "Ayo, Kuro!" Kuro melesat ke depan, bersiap memberikan serangan terakhir. Kuro merasakan adrenalin mengalir deras di tubuhnya. Dengan kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya, ia tidak lagi ragu-ragu. Setiap langkah yang ia ambil terasa ringan, dan setiap gerakan terasa lebih tajam. Azaghar menyipitkan matanya, merasakan tekanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Tc
Pertarungan antara Kuro dan Azaghar semakin sengit. Mereka saling bertukar serangan dengan kecepatan tinggi, petir dan kegelapan bertabrakan di udara. Namun, Azaghar mulai terdesak. Kuro mengangkat tangannya. "Ini adalah akhir dari segalanya, Azaghar!" Ia mengumpulkan seluruh kekuatannya ke dalam satu serangan terakhir. "Raijin no Shinsei: Absolute Zero Thunderstorm!" Petir dan es bercampur menjadi badai yang menyelimuti Azaghar. Azaghar menjerit, tubuhnya mulai membeku, lalu meledak menjadi pecahan bayangan. Saat badai mereda, hanya ada keheningan. Kaien dan Gidi berlari menghampiri Kuro. "Kau berhasil!" Kuro tersenyum lelah. "Ya… tapi ini baru permulaan." Kuro berdiri di tengah medan pertempuran yang kini sunyi. Salju perlahan turun dari langit, tertiup angin dingin yang menyelimuti tempat itu. Tubuhnya masih bergetar akibat serangan terakhir yang ia lepaskan. Kaien dan Gidi berlari ke arahnya, wajah mereka dipenuhi rasa kagum dan lega. "Kau luar biasa, Kuro!" seru Gidi d
Kuro, Kaien, dan Gidi melangkah keluar dari Kuil Beku, hawa dingin masih menyelimuti tubuh mereka. Kekuatan yang diberikan oleh Penjaga Relik Beku mengalir di dalam diri mereka, membuat tubuh mereka terasa lebih ringan, lebih kuat.“Kita harus segera kembali ke markas,” kata Kuro. “Aku ingin tahu apakah yang lain mendapat petunjuk tentang musuh baru ini.”Kaien mengangguk. “Kalau ada pengkhianat di antara kita, kita harus menemukannya sebelum terlambat.”Perjalanan mereka menuju markas berlangsung cepat. Begitu tiba, mereka langsung menuju ruang pertemuan di mana para sekutu mereka telah berkumpul.Di sana sudah ada Jiro, salah satu komandan terbaik mereka, bersama beberapa pejuang lainnya. Mereka menoleh saat Kuro masuk.“Kuro!” seru Jiro. “Kami mendengar tentang kemenanganmu melawan Azaghar. Tapi kenapa kau kembali dengan wajah penuh kegelisahan?”Kuro menatap mereka tajam. “Karena ini belum selesai.”Ia pun menceritakan sosok berjubah hitam yang muncul setelah pertempurannya dengan
Debu mulai mengendap. Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan kehidupan baru. Dunia telah selamat. Pertempuran dahsyat melawan Sang Penenun dan ancaman yang lebih besar telah berakhir. Namun, jejaknya tetap terukir dalam setiap sudut dunia. Bekas luka menganga di permukaan bumi, mengingatkan akan kekuatan dahsyat yang hampir menghancurkan segalanya. Kota-kota hancur, desa-desa porak-poranda, dan jutaan jiwa telah hilang. Namun, di tengah kehancuran itu, tumbuh tunas-tunas kehidupan baru. Tanaman-tanaman mulai tumbuh kembali, menunjukkan kekuatan regenerasi alam yang luar biasa. Manusia, yang telah kehilangan begitu banyak, mulai membangun kembali kehidupan mereka, mencari harapan di tengah keputusasaan. Kuro, pahlawan yang telah menyelamatkan dunia, tidak ada di sana untuk menyaksikannya. Pengorbanannya telah menyelamatkan alam semesta, tetapi dengan harga yang sangat mahal—kehidupannya sendiri. Ia telah lenyap, menjadi bagian dari alam semesta. Namun, kisahnya tetap hid
Kuro terhuyung, tubuhnya hancur lebur, luka menganga di sekujur tubuhnya seperti peta bintang yang mengerikan. Darah segar membasahi tanah yang sudah retak dan terbakar, mencampur dengan debu dan abu yang beterbangan. Namun, di tengah kehancuran itu, cahaya emas Kekuatan Naga Emas masih menyala, suatu suar harapan yang gigih melawan kegelapan yang hampir membenamkan segalanya. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, mengeluarkan seluruh kemampuannya hingga ke titik kering. Namun, Sang Penenun, entitas kekacauan itu, masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar, semakin ganas, menelan segalanya dalam cengkeramannya yang tak kenal ampun. Harmoni yang Kuro coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, seperti kaca yang siap hancur berkeping-keping. Ia merasakan kelelahan yang luar biasa, tubuhnya terasa seperti akan runtuh, namun tekadnya tetap membara. Ia tidak boleh menyerah. Ia harus menang.Pandan
Bab 149: Harmoni yang Hilang – Pertempuran SengitAlam semesta bergetar. Bukan getaran lembut, namun guncangan dahsyat yang mengguncang realitas itu sendiri. Kekuatan tiga naga – Muzunoryu, Tsuchiryu, dan Arashiryu – berbenturan dengan kekuatan Sang Penenun, menciptakan gelombang energi yang tak terbayangkan. Air, tanah, dan angin beradu dengan kegelapan, menciptakan pusaran yang mengerikan, pusaran yang mengancam untuk menghancurkan segalanya. Kuro, di tengah badai itu, merasakan kekuatan dahsyat yang mengguncang jiwanya.Tubuhnya, yang sudah penuh luka, terasa seperti akan hancur. Setiap inci kulitnya terasa perih, setiap tulang terasa remuk. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, namun Sang Penenun masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar dan semakin ganas. Harmoni yang ia coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, hampir hancur.Kuro tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu, dan cepat.
Kelelahan mencengkeram Kuro. Tubuhnya, yang biasanya dipenuhi dengan energi kosmik yang tak terbatas, kini terasa lemah dan remuk. Luka-luka yang ia derita dalam pertempuran sebelumnya masih terasa perih, ditambah dengan luka-luka baru yang ia dapatkan dari serangan Sang Penenun. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia merasakan kekuatannya terkuras, semakin menipis, seperti lilin yang hampir padam.Sang Penenun, entitas kosmik yang mengerikan itu, mengeluarkan kekuatannya yang sebenarnya. Ia melepaskan serangan yang mampu memanipulasi realitas itu sendiri. Waktu dan ruang menjadi terdistorsi, berputar-putar seperti pusaran air yang tak berujung. Ilusi-ilusi yang membingungkan muncul di mana-mana, menciptakan pemandangan yang surealis dan mengerikan. Kuro merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung, di mana realitas dan ilusi bercampur aduk, di mana ia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana y
Kekalahan di awal pertempuran telah meninggalkan jejak yang dalam pada Kuro. Tubuhnya terasa remuk, namun tekadnya tetap membara. Darah masih mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia menatap Sang Penenun, pusaran energi gelap yang tak berujung itu, dengan mata yang dipenuhi dengan campuran rasa sakit, kemarahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa ia harus menggunakan semua kekuatannya, semua kemampuannya, untuk melawan entitas kosmik yang mengerikan ini. Ia harus menciptakan harmoni yang sempurna, keseimbangan yang mutlak, untuk melawan kekacauan yang mengancam untuk menelan segalanya.Dengan napas yang tersengal-sengal, Kuro memanggil Kuchiyose Kinpika Ryu (Naga Emas). Api emas berkilauan menerangi kegelapan yang mencekam, menciptakan kontras yang dramatis antara cahaya dan bayangan. Kinpika Ryu, naga emas yang megah dan perkasa, muncul dari dimensi lain, sisiknya berkilauan seperti emas murni yang dilebur oleh mat
Langit bukan lagi langit. Ia adalah kanvas gelap yang tercabik-cabik, dirobek oleh tentakel-tentakel energi hitam yang tak terhitung jumlahnya. Tentakel-tentakel itu, tebal seperti gunung dan hitam pekat seperti jurang maut, menari-nari dengan kejam di antara bintang-bintang yang meredup. Mereka bukan sekadar energi; mereka adalah manifestasi dari kekacauan itu sendiri, perpanjangan dari kehendak Sang Penenun, entitas kosmik yang haus akan jiwa. Jiwa-jiwa manusia, terhisap oleh tentakel-tentakel itu, menghasilkan jeritan yang menyayat hati, simfoni kematian yang mengerikan yang bergema di seluruh dunia. Di tengah badai ini, Kuro berdiri tegak, sebuah patung marmer yang tak tergoyahkan di tengah badai yang mengerikan.Rambut putihnya yang panjang berkibar ditiup angin yang berputar-putar, menyerupai api yang siap menyala. Wajahnya, yang biasanya dipenuhi dengan ketenangan, kini dikerutkan oleh tekad yang tak tergoyahkan. Ia bukanlah manusia biasa lagi; ia adalah m
Kuro, yang telah mencapai usia lanjut namun tetap teguh dalam semangatnya, merasakan sebuah panggilan yang kuat dari dalam dirinya. Bukan panggilan untuk bertempur, melainkan panggilan untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam. Selama beberapa dekade terakhir, ia telah memimpin dunia menuju perdamaian dan kemakmuran, namun sebuah pertanyaan besar tetap terngiang dalam pikirannya: apakah perdamaian ini akan bertahan selamanya? Apakah ancaman kegelapan benar-benar telah musnah? Ataukah masih ada misteri yang tersembunyi, mengintai di balik kedamaian yang tampak sempurna ini?Pertanyaan-pertanyaan ini telah menghantuinya selama bertahun-tahun. Ia telah berkonsultasi dengan para bijak, para pendeta, dan para ilmuwan, namun tak satu pun dari mereka mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Ia merasa ada sesuatu yang masih tersembunyi, sesuatu yang hanya dapat ditemukan di tempat yang terdalam dan terjauh—dunia roh.Ia telah mendengar legenda tentang dunia roh, dunia di m
Debu pertempuran masih menyelimuti lembah, mengingatkan akan pertarungan sengit yang baru saja berakhir. Aroma tanah basah bercampur dengan bau darah—bau yang tak akan pernah hilang dari ingatan Kuro, Sylva, dan Kaien. Kemenangan atas entitas kegelapan terasa pahit, dibumbui oleh kehilangan dan kelelahan yang mendalam. Banyak sekutu mereka telah gugur, korban dari pertempuran yang hampir menghancurkan dunia. Keheningan yang menyelimuti mereka dipenuhi oleh kesedihan yang dalam, namun juga oleh rasa syukur yang tak terhingga. Mereka telah berhasil. Mereka telah menyelamatkan dunia.Kuro, dengan luka-luka yang masih menganga di tubuhnya, duduk bersila di tengah reruntuhan. Ia menatap langit yang mulai dipenuhi bintang, merasakan beban tanggung jawab yang luar biasa di pundaknya. Ia bukan hanya seorang pemimpin bagi pasukan mereka, tetapi juga seorang pemimpin bagi dunia yang baru saja mereka selamatkan—dunia yang hancur, dunia yang membutuhkan pemulihan yang panjang dan
Setelah berhasil mengendalikan kekuatan Naga Bumi dan menyeimbangkan energi di dalam dirinya melalui ritual purba, Kuro merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, kedamaian itu hanyalah sementara. Ia tahu bahwa entitas kegelapan yang telah merasukinya belum sepenuhnya hilang. Ia masih merasakan bisikan-bisikan jahat di dalam pikirannya, dan ia masih melihat kilasan-kilasan gambar yang mengerikan. Ia tahu bahwa ancaman itu masih mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyerang kembali.Ia menghabiskan beberapa bulan berikutnya untuk berlatih dan bermeditasi, menjaga keseimbangan antara kekuatan cahaya dan kegelapan di dalam dirinya. Ia juga menghabiskan waktu bersama Sylva dan Kaien, menikmati kedamaian dan kebersamaan yang telah lama dirindukannya. Namun, ia selalu waspada, selalu siap untuk menghadapi ancaman yang mungkin datang kapan saja.Suatu hari, saat ia sedang berlatih di hutan, ia merasakan perubahan di udara. Udara terasa dingin da