Pelindung gua membawa Kuro ke tengah ruangan, di mana sebuah altar berdiri dengan simbol naga yang bercahaya."Kekuatan Raijin sejati hanya bisa diberikan kepada mereka yang siap mengorbankan segalanya."Kuro menatap altar itu. Ia tahu ini bukan hanya soal mendapatkan kekuatan, tapi juga memahami maknanya.Ia meletakkan tangannya di atas altar.Seketika, cahaya biru menyelimuti tubuhnya.Kilatan petir yang jauh lebih dahsyat dari sebelumnya melingkari tubuhnya, dan dalam sekejap, ia merasakan sesuatu yang berbeda.Tubuhnya… berubah.Tatapan Kaien dan Gidi melebar saat melihat Kuro kini memiliki Armor Petir Naga, dengan sayap energi yang bersinar di punggungnya."Ini…" Kuro mengepalkan tangannya. "Aku bisa merasakan kekuatan ini!"Di luar gua, Ryukiro meraung marah. "Kalian tidak bisa bersembunyi selamanya!!!"Dan saat Kuro melangkah keluar dari altar, ia tersenyum."Kita tidak akan bersembunyi.""Ryukiro, sekarang aku akan menghadapimu."Pertempuran terakhir akan segera dimulai.Langi
Pertarungan di langit semakin sengit. Kuro dan Ryukiro bertarung seperti dua dewa yang saling menguji batas kekuatan mereka. Langit yang sebelumnya hanya mendung kini menjadi lautan petir dan badai kegelapan. Tiap serangan mereka menciptakan gelombang kehancuran yang menggetarkan tanah dan memecah bebatuan.Kuro mengepakkan sayap energinya, menghindari serangan Ryukiro yang bertubi-tubi. Pedang bayangan Ryukiro membelah udara, menciptakan jurang hitam yang melahap segala sesuatu di jalurnya. Namun, dengan kecepatan barunya, Kuro berhasil menghindarinya dan membalas dengan serangan kilat."Raijin no Shinsei: Kaminari Shippū!"Kuro berputar di udara, menciptakan badai petir yang menyelimuti tubuhnya. Dengan kecepatan yang mustahil diikuti oleh mata manusia biasa, ia muncul di belakang Ryukiro dan menghantamnya dengan tendangan yang diperkuat petir.BOOM!Ryukiro terpental, tubuhnya menghantam batu besar di bawah. Tetapi, ia segera bangkit, sayap gelapnya mengepak dengan marah. Matanya b
Keduanya saling menatap, masing-masing menyiapkan serangan pamungkas.Ryukiro mengangkat kedua tangannya, mengumpulkan semua energi kegelapan yang ia miliki. Udara di sekitar mulai berputar, dan tanah di bawah mereka retak akibat tekanan energi yang luar biasa."Aku akan menghancurkanmu dengan teknik terkuatku! Endless Void Annihilation!"Sebuah pusaran hitam raksasa terbentuk di belakangnya, menyedot semua cahaya di sekitarnya.Kuro tahu ini adalah saatnya untuk mengeluarkan kekuatannya yang sebenarnya. Ia menarik napas dalam-dalam dan membiarkan kekuatan Raijin no Shinsei mengalir sepenuhnya dalam dirinya.Tubuhnya mulai bersinar keemasan, petir mengelilingi tubuhnya dengan intensitas yang luar biasa."Ini adalah akhir untukmu, Ryukiro!"Kuro melesat ke depan, menembus badai kegelapan yang diciptakan Ryukiro."Raijin no Shinsei: Ten no Kaminari!"Ia mengangkat tangannya ke langit, dan seketika itu juga, petir terbesar yang pernah ada turun menghantam tubuhnya. Ia menyerapnya, lalu m
Saat ledakan mereda, hanya Kuro yang masih berdiri di udara. Sementara itu, langit yang tadinya dipenuhi badai kegelapan perlahan kembali cerah.Kaien dan Gidi menatap ke atas dengan ekspresi tak percaya."Kuro… menang?"Kuro turun perlahan, tubuhnya masih memancarkan sisa-sisa energi petirnya. Namun, ia merasakan tubuhnya melemah. Menggunakan kekuatan sebesar itu telah menguras hampir seluruh tenaganya.Saat kakinya menyentuh tanah, ia hampir jatuh, tetapi Kaien dan Gidi segera menangkapnya."Kau luar biasa, Kuro!" kata Gidi dengan penuh kekaguman.Kuro tersenyum lemah. "Kita… berhasil."Namun, sebelum mereka bisa merayakan kemenangan, bumi mulai bergetar hebat. Gua tempat mereka berada mulai runtuh, dan tanah di sekitar mulai merekah."Tempat ini akan hancur! Kita harus keluar dari sini!" teriak Kaien.Dengan sisa kekuatannya, Kuro mengepakkan sayapnya, membawa mereka keluar dari gua tepat sebelum semuanya runtuh.Dari kejauhan, mereka melihat reruntuhan gua tersebut kini hanya menj
Saat mereka berjalan menjauh dari reruntuhan, Kuro merasakan sesuatu yang aneh.Sebuah suara terdengar di dalam kepalanya."Kuro… ini belum selesai…"Ia berhenti berjalan dan menatap ke langit."Apa maksudnya…?"Kaien dan Gidi menoleh ke arahnya. "Ada apa, Kuro?"Namun sebelum ia bisa menjawab, tanah di depan mereka tiba-tiba terbelah, dan sebuah sosok muncul dari dalamnya.Sosok itu mengenakan jubah hitam panjang, dengan aura yang jauh lebih mengerikan dari Ryukiro."Kalian pikir sudah selesai?" suaranya dingin dan dalam. "Aku adalah Azaghar, dan aku adalah dalang di balik semua ini."Kuro mengepalkan tinjunya. "Jadi kau yang berada di balik semua kekacauan ini?"Azaghar menyeringai. "Ryukiro hanyalah pion kecil. Perjuanganmu baru saja dimulai, Raijin terakhir."Kaien dan Gidi menegang.Kuro menatap Azaghar dengan mata penuh tekad."Kalau begitu, aku akan menghadapimu!"Angin berembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Tanah yang sebelumnya retak kini memancarkan aura
Azaghar mengangkat tangannya, dan seketika itu juga, langit yang baru saja cerah kembali diselimuti kegelapan.Aura kegelapan yang dipancarkannya jauh lebih kuat dibanding Ryukiro."Tunjukkan padaku, Kuro. Apakah kau benar-benar layak mewarisi kekuatan Raijin?"Kuro menarik napas dalam-dalam. Tubuhnya masih lelah setelah pertarungan dengan Ryukiro, tetapi ia tidak punya pilihan.Kaien dan Gidi mundur, menyadari bahwa ini bukan pertarungan yang bisa mereka campuri.Azaghar mengangkat satu jarinya. Dalam sekejap, puluhan bola energi hitam melesat ke arah Kuro.Dengan sekuat tenaga, Kuro melompat ke udara, menghindari sebagian besar serangan. Tetapi beberapa di antaranya berhasil mengenainya, menyebabkan rasa sakit luar biasa."Ugh… kekuatannya… jauh lebih besar dari Ryukiro…"Azaghar tertawa. "Kau bahkan belum melihat yang sebenarnya."Ia mengangkat tangannya, dan dari tanah, makhluk-makhluk bayangan mulai muncul. Mereka adalah monster-monster dengan mata merah menyala dan tubuh yang se
Setelah pertarungan sengit melawan Azaghar dan makhluk bayangannya, Kuro jatuh berlutut, napasnya tersengal. Tubuhnya masih diselimuti petir biru keputihan yang baru saja membantunya menebas monster raksasa itu. Namun, ia tahu pertarungan ini belum selesai. Kaien dan Gidi berlari mendekat. "Kuro! Apa kau baik-baik saja?" seru Gidi. Kuro mengangguk pelan. "Aku masih bisa bertarung..." Azaghar menyipitkan matanya. "Kau terus bangkit, ya? Tapi aku penasaran... Seberapa jauh kau bisa bertahan?" Sebelum Azaghar bisa melancarkan serangan lagi, langit tiba-tiba berubah. Udara di sekitar mereka membeku, dan serpihan es mulai turun perlahan. Kuro merasakan sesuatu… energi yang berbeda, kuat, tetapi tidak berasal dari Azaghar. Azaghar mengernyit. "Ini... bukan kekuatanku." Dari balik reruntuhan, terdengar suara ledakan es yang memecah batuan. Sebuah cahaya kebiruan bersinar dari dalam tanah, dan perlahan, sesuatu muncul—sebuah kristal besar yang tampak bersinar seperti es murni. Kaien t
Relik Beku mulai bersinar lebih terang, dan tiba-tiba, Kuro merasakan tubuhnya ditarik ke dalam dunia lain. Saat ia membuka matanya, ia berdiri di tengah lautan es yang luas. Angin dingin bertiup kencang, menusuk kulitnya. "Apa ini…?" Dari kejauhan, muncul sosok berbentuk bayangan besar dengan mata biru bersinar. Ia berjalan mendekat, setiap langkahnya membuat es di bawahnya retak. "Untuk membuktikan bahwa kau layak memiliki kekuatan Relik Beku, kau harus menghadapiku," suara dalam bergema di udara. Kuro menarik napas dalam. "Baik! Aku siap!" Bayangan itu tiba-tiba melompat ke arahnya, menyerang dengan cakar es yang tajam. Kuro melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan cepat. "Raijin no Shinsei: Thunder Strike!" Kuro melepaskan serangan petirnya, tetapi serangan itu membeku sebelum menyentuh lawannya. "Apa?!" Bayangan itu menyerang lagi, kali ini dengan kecepatan lebih tinggi. Kuro mencoba menghindar, tetapi es di bawah kakinya licin, membuatnya kehilangan keseimba
Debu mulai mengendap. Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan kehidupan baru. Dunia telah selamat. Pertempuran dahsyat melawan Sang Penenun dan ancaman yang lebih besar telah berakhir. Namun, jejaknya tetap terukir dalam setiap sudut dunia. Bekas luka menganga di permukaan bumi, mengingatkan akan kekuatan dahsyat yang hampir menghancurkan segalanya. Kota-kota hancur, desa-desa porak-poranda, dan jutaan jiwa telah hilang. Namun, di tengah kehancuran itu, tumbuh tunas-tunas kehidupan baru. Tanaman-tanaman mulai tumbuh kembali, menunjukkan kekuatan regenerasi alam yang luar biasa. Manusia, yang telah kehilangan begitu banyak, mulai membangun kembali kehidupan mereka, mencari harapan di tengah keputusasaan. Kuro, pahlawan yang telah menyelamatkan dunia, tidak ada di sana untuk menyaksikannya. Pengorbanannya telah menyelamatkan alam semesta, tetapi dengan harga yang sangat mahal—kehidupannya sendiri. Ia telah lenyap, menjadi bagian dari alam semesta. Namun, kisahnya tetap hid
Kuro terhuyung, tubuhnya hancur lebur, luka menganga di sekujur tubuhnya seperti peta bintang yang mengerikan. Darah segar membasahi tanah yang sudah retak dan terbakar, mencampur dengan debu dan abu yang beterbangan. Namun, di tengah kehancuran itu, cahaya emas Kekuatan Naga Emas masih menyala, suatu suar harapan yang gigih melawan kegelapan yang hampir membenamkan segalanya. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, mengeluarkan seluruh kemampuannya hingga ke titik kering. Namun, Sang Penenun, entitas kekacauan itu, masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar, semakin ganas, menelan segalanya dalam cengkeramannya yang tak kenal ampun. Harmoni yang Kuro coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, seperti kaca yang siap hancur berkeping-keping. Ia merasakan kelelahan yang luar biasa, tubuhnya terasa seperti akan runtuh, namun tekadnya tetap membara. Ia tidak boleh menyerah. Ia harus menang.Pandan
Bab 149: Harmoni yang Hilang – Pertempuran SengitAlam semesta bergetar. Bukan getaran lembut, namun guncangan dahsyat yang mengguncang realitas itu sendiri. Kekuatan tiga naga – Muzunoryu, Tsuchiryu, dan Arashiryu – berbenturan dengan kekuatan Sang Penenun, menciptakan gelombang energi yang tak terbayangkan. Air, tanah, dan angin beradu dengan kegelapan, menciptakan pusaran yang mengerikan, pusaran yang mengancam untuk menghancurkan segalanya. Kuro, di tengah badai itu, merasakan kekuatan dahsyat yang mengguncang jiwanya.Tubuhnya, yang sudah penuh luka, terasa seperti akan hancur. Setiap inci kulitnya terasa perih, setiap tulang terasa remuk. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, namun Sang Penenun masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar dan semakin ganas. Harmoni yang ia coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, hampir hancur.Kuro tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu, dan cepat.
Kelelahan mencengkeram Kuro. Tubuhnya, yang biasanya dipenuhi dengan energi kosmik yang tak terbatas, kini terasa lemah dan remuk. Luka-luka yang ia derita dalam pertempuran sebelumnya masih terasa perih, ditambah dengan luka-luka baru yang ia dapatkan dari serangan Sang Penenun. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia merasakan kekuatannya terkuras, semakin menipis, seperti lilin yang hampir padam.Sang Penenun, entitas kosmik yang mengerikan itu, mengeluarkan kekuatannya yang sebenarnya. Ia melepaskan serangan yang mampu memanipulasi realitas itu sendiri. Waktu dan ruang menjadi terdistorsi, berputar-putar seperti pusaran air yang tak berujung. Ilusi-ilusi yang membingungkan muncul di mana-mana, menciptakan pemandangan yang surealis dan mengerikan. Kuro merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung, di mana realitas dan ilusi bercampur aduk, di mana ia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana y
Kekalahan di awal pertempuran telah meninggalkan jejak yang dalam pada Kuro. Tubuhnya terasa remuk, namun tekadnya tetap membara. Darah masih mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia menatap Sang Penenun, pusaran energi gelap yang tak berujung itu, dengan mata yang dipenuhi dengan campuran rasa sakit, kemarahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa ia harus menggunakan semua kekuatannya, semua kemampuannya, untuk melawan entitas kosmik yang mengerikan ini. Ia harus menciptakan harmoni yang sempurna, keseimbangan yang mutlak, untuk melawan kekacauan yang mengancam untuk menelan segalanya.Dengan napas yang tersengal-sengal, Kuro memanggil Kuchiyose Kinpika Ryu (Naga Emas). Api emas berkilauan menerangi kegelapan yang mencekam, menciptakan kontras yang dramatis antara cahaya dan bayangan. Kinpika Ryu, naga emas yang megah dan perkasa, muncul dari dimensi lain, sisiknya berkilauan seperti emas murni yang dilebur oleh mat
Langit bukan lagi langit. Ia adalah kanvas gelap yang tercabik-cabik, dirobek oleh tentakel-tentakel energi hitam yang tak terhitung jumlahnya. Tentakel-tentakel itu, tebal seperti gunung dan hitam pekat seperti jurang maut, menari-nari dengan kejam di antara bintang-bintang yang meredup. Mereka bukan sekadar energi; mereka adalah manifestasi dari kekacauan itu sendiri, perpanjangan dari kehendak Sang Penenun, entitas kosmik yang haus akan jiwa. Jiwa-jiwa manusia, terhisap oleh tentakel-tentakel itu, menghasilkan jeritan yang menyayat hati, simfoni kematian yang mengerikan yang bergema di seluruh dunia. Di tengah badai ini, Kuro berdiri tegak, sebuah patung marmer yang tak tergoyahkan di tengah badai yang mengerikan.Rambut putihnya yang panjang berkibar ditiup angin yang berputar-putar, menyerupai api yang siap menyala. Wajahnya, yang biasanya dipenuhi dengan ketenangan, kini dikerutkan oleh tekad yang tak tergoyahkan. Ia bukanlah manusia biasa lagi; ia adalah m
Kuro, yang telah mencapai usia lanjut namun tetap teguh dalam semangatnya, merasakan sebuah panggilan yang kuat dari dalam dirinya. Bukan panggilan untuk bertempur, melainkan panggilan untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam. Selama beberapa dekade terakhir, ia telah memimpin dunia menuju perdamaian dan kemakmuran, namun sebuah pertanyaan besar tetap terngiang dalam pikirannya: apakah perdamaian ini akan bertahan selamanya? Apakah ancaman kegelapan benar-benar telah musnah? Ataukah masih ada misteri yang tersembunyi, mengintai di balik kedamaian yang tampak sempurna ini?Pertanyaan-pertanyaan ini telah menghantuinya selama bertahun-tahun. Ia telah berkonsultasi dengan para bijak, para pendeta, dan para ilmuwan, namun tak satu pun dari mereka mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Ia merasa ada sesuatu yang masih tersembunyi, sesuatu yang hanya dapat ditemukan di tempat yang terdalam dan terjauh—dunia roh.Ia telah mendengar legenda tentang dunia roh, dunia di m
Debu pertempuran masih menyelimuti lembah, mengingatkan akan pertarungan sengit yang baru saja berakhir. Aroma tanah basah bercampur dengan bau darah—bau yang tak akan pernah hilang dari ingatan Kuro, Sylva, dan Kaien. Kemenangan atas entitas kegelapan terasa pahit, dibumbui oleh kehilangan dan kelelahan yang mendalam. Banyak sekutu mereka telah gugur, korban dari pertempuran yang hampir menghancurkan dunia. Keheningan yang menyelimuti mereka dipenuhi oleh kesedihan yang dalam, namun juga oleh rasa syukur yang tak terhingga. Mereka telah berhasil. Mereka telah menyelamatkan dunia.Kuro, dengan luka-luka yang masih menganga di tubuhnya, duduk bersila di tengah reruntuhan. Ia menatap langit yang mulai dipenuhi bintang, merasakan beban tanggung jawab yang luar biasa di pundaknya. Ia bukan hanya seorang pemimpin bagi pasukan mereka, tetapi juga seorang pemimpin bagi dunia yang baru saja mereka selamatkan—dunia yang hancur, dunia yang membutuhkan pemulihan yang panjang dan
Setelah berhasil mengendalikan kekuatan Naga Bumi dan menyeimbangkan energi di dalam dirinya melalui ritual purba, Kuro merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, kedamaian itu hanyalah sementara. Ia tahu bahwa entitas kegelapan yang telah merasukinya belum sepenuhnya hilang. Ia masih merasakan bisikan-bisikan jahat di dalam pikirannya, dan ia masih melihat kilasan-kilasan gambar yang mengerikan. Ia tahu bahwa ancaman itu masih mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyerang kembali.Ia menghabiskan beberapa bulan berikutnya untuk berlatih dan bermeditasi, menjaga keseimbangan antara kekuatan cahaya dan kegelapan di dalam dirinya. Ia juga menghabiskan waktu bersama Sylva dan Kaien, menikmati kedamaian dan kebersamaan yang telah lama dirindukannya. Namun, ia selalu waspada, selalu siap untuk menghadapi ancaman yang mungkin datang kapan saja.Suatu hari, saat ia sedang berlatih di hutan, ia merasakan perubahan di udara. Udara terasa dingin da