Memutuskan kemari sudah kupertimbangkan saat enam kondom kutemukan dalam koper suamiku. Memutuskan kemari, adalah sesuatu yang telah kupikirkan setiap malam, bahkan meminta pada sang pemilik hidup di setiap sujudku.Memutuskan kemari,sebenarnya melukai rasaku, namun apa yang kuhadapi bukan lagi perkara antara cerai dan hidup bersama. Ini soal kepastian pernikahanku, tentang Mala yang walau dada ini begitu bergemuruh memakinya, secuil iba masih terselip."Nduk.."Suara Emak meluruhkan rasaku, aku bersimpuh di kakinya, menangis hingga dada ini sesak. Jika kau pikir aku masih mencintai Haris, salah! Tangis ini bukan karena cinta, aku menangisi luka yang kugores di hati Bapak dan Emak, aku menangisi rasa malu yang mungkin mereka tanggung karenaku.Bapak mengusap punggung dan kepalaku perlahan, rasa hangat menjalar ketubuh. Rapuh yang tercipta beberapa saat lalu, seolah justeru memberiku kekuatan untuk mengangkat kepala."Tak Apa nduk, menangislah sesukamu, menangislah di sini, di rumahmu,
Assalamualaikum teman pembaca. semoga selalu dalam keridhoan Allah. terimakasih banyak yang masih setia dengan cerbung ini. Insyaallah akan dibuat semakin menarik disetiap part barunya. sebelum baca part ini, Yuk bantu Author subscibe,share dan setelah baca, berikan Juga komentar kalian. Agar author bisa membenarkan bila ada kesalahan dalam penulisan . Salam santu selalu.***Kami mencoba menyusul Bapak, namun tak juga menemukan di mana mobil Bapak atau Pakde Har. Hingga hampir sampai di rumah Bulek Ningrum, degup jantungku beradu dengan ban yang menggerus kerikil.Bapak sudah di sana, namun hanya mobil Bapak ku lihat, tanpa kulihat mobil Pakde Har di pelataran. Emak turun dengan cepat, sementara ku menyusul di belakang. Saat Emak masuk, Bulik Ningrum sudah menangis tergugu, membawa selembar foto yang tadinya bersama foto lain di dalam amplop yang ku bawa.Entah kapan Bapak menyimpan satu untuk di bawa kemari. Ramdan terpaku di pintu, Bapak berdiri saat Emak masuk."Pak, yang sabar
Sampai di kota tempat mas Haris tinggal, kami sempatkan untuk salat magrib di masjid dekat jalan besar. Saat bertemu setiap kali berhenti, kami hanya saling diam, bicara seperlunya,. Bahkan Bapak lebih banyak menyendiri. Bulik Ningrum lebih lagi, hanya mampu menunduk dengan wajah sembabnya.Kini Mobil kami masuk pelataran rumah besar, ini rumah mas Haris. Bapak turun lebih dulu, disambut perempuan yang sedang menyiram tanaman. Kebiasaan rumah ini memang menyiram tanaman setelah salat magrib. Perempuan itu lalu tergopoh masuk, sebentar kemudian wanita berjilbab besar keluar dari dalam rumah. Aku mengenalnya, dia ibu mertuaku, beliau Baik dan ramah.Lalu Bapak mertuaku pun keluar, menyalami Bapak, Emak, bulik dan mas Pandu. Tiba giliranku mendekat, aku cium takzim tangan mereka, ibu mertuaku mencari sosok lain dalam rombongan, sama seperti Emak mencarinya juga saat aku datang tadi siang. "Mas Haris ngak ikut bu" Ucapku pelan.Bapak mertua mulai menangkap ketidak benaran dalam kedatang
Assalamualaikum teman pembaca, Terimakasih masih begitu setia dicerbung ini. sebelum membaca, minta tolong untuk subscribe cerita cerita ini juga yaa, supaya Author lebih semangat lagi menulis ceritanya.Semoga Teman Pembaca semua selalu dalam keridhoan Allah. Amin.Terimakasih yang sudah subscribe..Selamat membaca teman semua. Salam santun selalu.****Bapak mertua langsung mengambil ponsel, begitu juga Bulik Ningrum. Beberapa kali, mencoba menghubungi, namun tak ada yang memgangkat panggilan dari dua orang tua ini. Jelas tak ada, mereka kan sedang bercinta dirumahku!"Tidak di angkat mas." Bulik Nuning bicara."Haris juga tidak diangkat Buk" Bapak mertua meletakkan ponsel kembali ke atas meja.Kukirim video itu ke ponselku sendiri, lalu menyalakannya dan menaruhnya di atas meja. Menunjukan pada mereka apa yang membuat panggilan yang di buat terabaikan."Tidak akan di jawab ya, jelas saja, mereka sedang bersama di rumahku." Ucapku pelan.Kuletalkan ponsel di atas meja, memperlihatk
Menempuh perjalanan dari subuh. Aku tiba di kotaku tinggal, saat matahari sudah tinggi. Aku segera menuju rumah. Tak Sabar rasanya bertemu merek berdua.Aku memilih lebih dulu berangkat. Sementara Bapak masih menunggu rombongan keluarga mas Haris yang masih meributkan keputusanku semalam untuk berpisah.Dari Madiun aku langsung menuju purwakarta, Tanpa mampir kesolo untuk mengambil mobilku. Aku masih bersama mas Pandu, diantar sampai Purwakarta. Bahkan karena memgantarku, Mas Pandu menambah cuti dua hari. Maaf ya mas, adikmu ini banyak merepotkan.Sampai dihalaman rumahku. Aku masuk dengan perasaan tak menentu. Aku tau mereka pasto sudah tak dirumah. GPS mereka menunjukkan sedang ditempat berbeda. Yang membuatku tak menentu adalah keadaan rumahku yang sudah seperti rumah tanpa penghuni. Berantakan!Apa saja yang sudab mereka lakukan disini?Setelah membersihkan diri, aku turun kembali ke bawah. Aku memasak beberapa bahan yang ada didalam kulkas. Dan sepanci besar Rawon daging dan mend
"Artinya anak ibu hanya menumpang disini!. Jadi jangan merasa berhak atas apapun. Terlebih dengan mudahnya anak ibu, membawa selingkuhannya tidur dirumah ini. Memalukan!"Semua terkejut mendengar ucapanku. Aku yang pendiam, penurut kini menjadi berani bicara."Jangan begitu Dina, Hartamu juga Harta Haris. Kalian kan sudan menikah""Iya, lalu selingkuhan Mas Haris juga jadi harta bersama begitu? Maaf ibu, Dina tidak terima barang murah!"Aku berdiri dan memandang Mala dengan tatapan jijik."Berdiri kamu!" Ucapku menunjuknyaMala membuang muka. Nampak engan beranjak."Berdiri!" Kulempar Kotak tisu tepat kewajahnya. Mala berdiri dan menatapku tak suka."Jangan membuatku Marah!"Ucapnya memgancamku. Dia fikir aku takut?"Aku mau bicara sendiri denganmu!""Permisi Bapak, Emak. Dina masuk"Bapak memberiku isyarat tangan, tanda mempersilahkan kami masuk.Aku berjalan masuk kekamar tempat Mala bermalam. Kutunggu dia berjalan masuk. nampak enggan tapi tetap berjalan.ibu dan Bapak mertua na
Aku duduk di kursi makan, saat kemarin hari begitu panjang dan semalam tidurku begitu nyenyak. Bulek Ningrum masih mendiamkanku sejak semalam, aku tau hatinya sakit melihatku mengusir Mala. Semalam bulik sempat bertanya, apakah memang Mala tak ada artinya untukku, hingga teganya aku mengusirnya dari rumah ini. Saat itu aku bilang, Bulik bisa hubungi Mala, tanyakan juga padanya apakah memang aku ini tidak ada arti untuknya, sehingga dengan teganya dia merusak kepercayaan kami semua dan bulik bergeming menatap ke arah lain.Emak memasak gulai ayam dan empal gentong sejak subuh tadi, aku bahkan berebut dengan mas Pandu untuk menghabiskannya, saat ini yang tersisa hanya kuah dan sambal kecap di meja. "Mas, Mbak, Ningrum mau pulang saja." Bulik sudah berdiri di dekat tangga dengan tas bajunya yang tak terlalu besar."Disini dulu lah, kita pulang bersama besok. Setelah Dina membereskan semua pakaian Haris dek!"Emak mendekati bulik yang sudah berdiri dengan rapinya. Bulik bahkan tak ikut
Hari yang lelah! Mengangkut semua barang yang ingin kusingkirkan ternyata menyita banyak tenaga dan waktuku. Terlebih hingga malam menjelang, bulik Ningrum masih saja berpura-pura menangis, dan sedih. Seperti sekarang, dia duduk sendiri di taman depan."Sedang apa bulik?" Aku duduk disamping Bulik Ningrum. Dia nampak terkejut dengan sapaanku, masih terdiam, bulik memandangku lalu berdiri. Bulik berjalan tanpa memperdulikanku."Jangan berpura-pura lagi bulik! Dina sudah tau semua rencana Bulik dan Mala!" Ucapanku berhasil membuat langkahnya terhenti."Rencana apa maksudmu?""Rencana apa? tentang mas Haris yang ternyata bulik sudah tau sejak lama, tentang Mala yang hanya berpura-pura baik padaku selama ini, dan tentan memeras Bapak, juga berharap warisannya!""Jangan bercanda nduk, Bulik tidak paham!""Sudah bulik, cukup! Bulik bisa berbohong di depan semua orang, tapi di depanku, jangan berharap Bulik!""Lalu apa maumu?" Bulik tak memandangku, namun suaranya terdengar jelas."Pergila
Sky yang melihat itu tersenyum, dia tau Banyu akan punya cara membawaanya pergi. Ya, Tali itu di ayun Terus agar ujungnya bisa mendekati Sky. beberapa kali ayunan membuat ujungnya lebih dekat ke arah Sky, dirinya mencoba meraih namun masih belum tergapai."Kamu harus lompat!" Teriak Banyu, dipa merasakan angin terlalu kuat sekarang."Lompat Sky!" Banyu merasakan ombak mulai tinggi menghantam"Kompat? sekarang?""Tahun depan, sekarang lah!" Ucap Banyu kesal, kapal terbakar itu mulai tenggelam dan Sky masih juga ragu untuk meninggalkan nya.Sky melihat air laut semakin dekat, jika dia gagal melopat, artinya takk ada lagi kesempatan, tali kapal tak cukup jika harus menyentuh lautan dan jangkar tak bisa di keluarkan dengan segera, sementara gulungan awan hitam mulai terlihat di atas mereka."Kenapa cuaca tiba-tiba berubah mbak?" Anik panik melihat badai akan segera datang."Tidak tiba-tiba, awan itu sudah bergelantung di atas kita sejak pagi hanya saja tidak sebesar ini.""Sky, lompat!" T
Kanaya begitu marah mendengar kabar pelarian Banyu, dia sudah berbuat banyak sejauh ini, namun justeru kebodohan demi kebodohan dia dengar."Tolol kalian semua!" Teriaknya kesal di ruang sunyi tempatnya bersembunyi.Panggilan dari Philip tak lagi di gubrisnya, Kanaya merasa semua sudah berakhir sekarang. "Aku benci pada Kalian semua!" Teriaknya lagi, bayang wajah Banyu semakin membuat hatinya tercabik dan nyeri.Mencoba perbikir jernih bagaimana dia akan menemui Banyu sekarang, Kanaya berjalan keluar ruangan, berusaha tersenyum pada beberapa orang staf nya di luar, Kanaya berjalan menuju lif."Ada apa lagi Naya?" Khan menarik tangan adiknya itu.Kanaya menatap Khan dengan kesal, berusaha melepaskan tangan kakaknya."Aku ada urusan.""Soal Banyu lagi?" Khan bertanya, setelah pertengkaran dengan adiknya tempo hari, Khan mencoba kembalu memberikan kesempatan."Bukan, aku harus pergi menemui temanku!" Ucapnya dingin lalu meninggalkan Khan di depan Lif.Kanaya turun ke lanti dasar, ingin
Banyu keluar lebih dulu ke dalam kabin, Rock masih terduduk di sana dengan mata hampir tak bisa terbuka lagi."Tidurlah, aku akan gantikan." Ucapnya pada Rock, lelaki itu berdiri dan berpindah posisi ke belakang, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang lebih lega."Aku masih ada di jalur yang benar, kemudikan saja begitu, mungkin beberapa jam lagi kita sampai di darat." Ucap Rock dengan suara sedikit meracau.Banyu hanya tersenyum tipis menyadari kantuk menguasai sahabatnya itu. "Tidur saja di dalam, aku akan Pastika semua aman." Ucap Banyu lagi, namun Rock sudah tak mendengar, dengkurannya halus sudah menemani tidurnya yang lelap.Banyu kembali menatap ke laut, semalam benar-benar membuatnya ketakutan, matanya yang bening seolah menelisik arah mana dirinya dan yang lain datang semalam."Cari sesuatu?" Sky masuk degan semangkuk mie dalam sterofom, aromanya membuat perut banyu serasa meronta."Baru buat?" Tanya banyu."Ya, di belakang ada, air panas yang aku buat juga masih, bikin saja s
"Kami ada di tempat semula, bergeser sedikit kearah barat."Suara Rock terdengar pada alat yang Dina pakai dalam baju selamnya.Bus... Bus...Suara peluru menembus air, mereka dapat melihat peluru-peluru itu membelah air membentuk gelembung-gelembung yang menjurus ke bawah.Dina memberi sinyal bahaya pada Rock, sementara Banyu membuat isyarat agar mereka berenang lebih dalam.Matikan lampuBanyu meminta dengan isyarat, Dina dan Anik mematikan lampu di tangan mereka.Ke bawah!Sky meunjuk arah bawah dan mereka bergandengan menjauhi peluru yang masih terus menerjang ke dalam air.Mereka menyelam menjauhi tembakan yang masih terdengar, semakin ke dalam menuju ke arah yang di rasa benar. Banyu menyalakan lampu merah di dalam air, mereka saling melihat untuk membaca isyarat selanjutnya.Kalian di mana?Rock kembali menghubungi dan mencari dimana sahabat-sahabat nya sekarang. Anik menyalakan sinyal yang ada di pinggangnya, lalu mencari di mana letak kapal mereka berhenti.Ke arah barat kali
"Bagaimana kita bisa ke bawah? Lihat semua tempat penuh dengan pengawasan." Sky memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati, namun tak satupun tempat sepi."Jika begitu kita harus turun." Banyu berbisik, mereka berhenti sebentar di atas sebuah lorong."Bagaimana bisa kita turun? Lantas dimana kita akan turun?" Sku masih tak mengerti apa yang Nanti rencanakan."Jika kita tak bisa mengelabuhi mereka, maka jadilah bagian dari mereka!" Ucap Banyu lalu berusaha membuka tutup lubang angin di bawahnya."Kamu benar!" Ucap Sky saat sadar bahwa ide Banyu mungkin bisa di gunakan membawa mereka ke ruang bawah.Mereka melompat turun, lalu bersembunyi di antara tepian lorong, Banyu sedikit lega sekarang, sebab semua cctv berada di bawah kendali teamnya.Sky berada di belakang Bantu, menyelinap di antara lorong dan tak lama empat lelaki keluar dari sebuah ruangan."Ada yang datang!" Ucap Sky bersembunyi dinujung lorong bersama Banyu. Empat orang itu berbatus rapi, dan dua di antaranya masuk ke ru
Dina menyelam lautan dingin, dia tau bisa saja nyawanya tak selamat malam ini, tugasnya bersama anik adalah masuk dari bawah kabin kapal. Banyu sudah memberikan koordinasi kapal tempatnya di tawan, Sky dan dirinya sudah bisa mengendalikan ruang kontrol kapal sejak kemarin.Anik dan Dina hanya bisa berkomunikasi dengan sandi cahaya, sandi yang sudah mereka pelajari selama perjalanan kemari. Tiba di dekat pintu bawah, Dina dan Anik berusaha meraih tangga besi di atasnya. Kapal itu berhenti di satu tempat jadi cukup aman berada tepat di ujung belakang kapal untuk bisa meraih tangga ke atas.Hup!Anik naik lebih dulu, dia melepas tabung oksigen di pijakan terakhir dan menalinya dengan erat, lalu menarik tubuh Dina naik lebih dulu. Dina Menik melewati Anik dan ikut melepaskan tabung oksigen nya lalu Anik menerimanya dengan sigap, ia menali lagi tabung itu tepat di sisi bawah tabung miliknya.Tanpa banyak bicara, mereka lalu naik mengikuti tangga yang membawa mereka ke pintu belakang kapal
Banyu tau dirinya dan Sky dalam keadaan terancam, kapanpun mereka bisa saja mati sia-sia, sebab semua penjaga di sini tak pernah lepas dari senjata api. Philip diam-diam terus mengawasi, meski Banyu pura-pura tak tau, namun mata-mata yang di bayarnya bisa banyu ketahui.Hari ini terpaksa juga Banyu meminum sesuatu yanh sudah di campur obat pencahar, ia tau Philip yang sudah membuatnya begini, bahkan siapa yang membawakan obat itu Banyu juga tau, tapi untuk sesuatu yang lebih besar, dia relakan perutnya terkuras hari ini."Harusnya jangan kamu telan minuman itu!" Sky berbisik kesal, mereka sedang berada di klinik saat ini."Lalu menurutmu Philip tak akan curiga?" Banyu bertanya dengan alis terangkat."Entah, tapi menyebalkan sekali saat kita tau seseorang ingin mengerjaimu tapi kamu justeru pura-pur bodoh untuk membiarkannya." Ucap Sky kesal sendiri.Banyu tersenyum sendiri, meski benar apa yang Sky katakan, kali ini dia harus mengalah dulu."Ini obat diarenya, jangan lupa untuk banyak
Pov author.Mereka tiba di bandara Banyuwangi, lalu Rock membawa mereka semua ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kunjungi. Rock meminta bantuan seseorang untuk bisa membawanya datang kempat ini. Perjalanan mereka cukup menguras tenaga, menyeberangi lautan dengan kapal kecil dan membawa team Dream Net ke pulau misterius."Kita sudah ada di ujung timur jawa.""Lantas apa maksudnya kak?" Anik bertanya, gadis itu begitu tak sabar memulai misinya membawa pulang sang kekasih."Kalian tau Kanaya jelas tak sendiri, kita bahkan tak yakin apakah Khan memang tak tau apa yang di lakukan adiknya atau ini hanya bagian dari rencana mereka.""Lantas apa maksudnya kak Rock?" Anik masih belum memahami."Maksudnya adalah kita kecoh mereka!" Ucapk Dina menjelaskan lebih gamblang apa yang akan mereka lalukan."Jika untuk mengecoh, kenapa hanya di ujung timur kita bisa pergi ke luar jawa, mereka akan berpikir tujuan kita bukan di tempat kapal itu berada." Anik dengan kritisnya mencoba menerka apa yang
Emak terus mendekapku malam ini, tak ada sedikitpun kalimat terucap dari bibirnya setalah aku berpamitan sore tadi, bahkan ketika makan malam bersama, emak tak banyak bicara, bibirnya terkatup dan hanya tersenyum saat dua cucunya mengajak bicara.Dingin udara malam semakin membuat aku menyadari bahwa kehilangan itu terasa sangat menyesakkan. Bapak bahkan menahan tangis saat aku pamit selepas magrib tadi."Mak..."Aku memanggilnya, namun wanita yang melahirkan aku itu hanya memejamkan mata dan diam."Mak, apa emak..." Belum juga aku selesai bicara, emak sudah mengatup bibirku dengan jarinya."Koe ra perlu ngomong opo-opo nduk, emak wes reti kabeh." (kami tak perlu bicara apapun nduk, emak sudah tau semua.)Aku hanya diam, lalu memeluk erat emak. Mungkin juga ini kali terakhir aku bisa mencium aroma tubuh wanita yang begitu aku cintai ini. Mungkin ini juga kali terakhir aku bisa mendekap dan merasakan napas hangatnya menyentuh kulit ku.Mataku terpejam, merasakan setiap detik kasih emak