Share

Bab 25

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-04 21:33:48
Blam!

Runduih Ameh menancap pada mata kanan si naga hitam.

Makhluk jadi-jadian milik Pendekar Sabuk Maut itu pun menggelinjang liar dengan mulut yang menganga lebar.

Runduih Ameh masih terus bergerak, memberikan dorongan kuat hingga si naga hitam terlempar jatuh dan kembali ke bentuk aslinya begitu menyentuh tanah.

Jruuung!

Swuut!

Runduih Ameh melesat balik kepada tuannya.

Pendekar Sabuk Maut muntah darah. Ia melotot, tak percaya.

“K–kau … s–siapa kau sebenarnya, h–hah?!” tanya Pendekar Sabut Maut sembari membungkuk, memegang dada.

Kuranji mengelus pedang pusakanya. Menatap dingin pada Pendekar Sabuk Maut, ia menjawab acuh tak acuh, “Kau tak layak berkenalan denganku.”

“B–bang … akh! Uhuk!”

Umpatan Pendekar Sabuk Maut tercekat di tenggorokan, berganti dengan rintih kesakitan yang disusul dengan batuk darah.

Di sisi lain, beberapa meter dari tempat Kuranji berdiri, Mahzar tampak kewalahan mengimbangi kelebat pedang milik lawannya.

Cresh!

Senjata milik Pendekar Pedang Kilat berhasil meny
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kuranji   Bab 26

    Set! Set!Kardit Masiak melesat cepat, terlihat seperti kelebat bayangan hitam yang melintas dengan kecepatan cahaya, berpindah dari satu sisi hutan ke sudut lainnya.Sesaat ia berhenti, memindai kegelapan sekitar dengan netra elangnya. Mendengar suara gerakan yang mencurigakan dari arah belakang, lelaki itu berbalik. ‘Hmm, itu pasti mereka.’Bergegas ia melesat, mendatangi sumber suara tersebut.“Sial! Tidak ada siapa-siapa,” gerutu Kardit Masiak, memperhatikan belukar di hadapannya. “Aku yakin tadi mendengar gerakan dari arah sini.”Netra tajamnya memicing, mengawasi kerimbunan semak yang bergoyang-goyang. Saat ia hendak mengayun langkah untuk memeriksanya, seekor ayam hutan terbang menghambur, mengagetkan dirinya.“Sial! Aku tertipu.” Kardit Masiak berbalik pergi.Beberapa menit sebelum Kardit Masiak tiba di tempat itu …Grep!Hop!Kuranji menyambar pinggang Puti Tan, membawa gadis itu melompat ke dalam lubang.Begitu kaki mereka menjejak tanah, pintu belukar itu pun menutup dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Kuranji   Bab 27

    “Masih ingat jalan pulang, hm?”Tuan Guru Tan memasang wajah cemberut.“Ayah, aku hanya sedikit bersenang-senang di luar,” sahut Puti Tan, merengek manja.Seperti biasa, Tuan Guru Tan tidak pernah bisa mempertahankan kemarahan pada sang putri semata wayangnya untuk waktu yang lama.“Setidaknya, ayah senang kau pulang baik-baik saja.”Senyum ceria terbit di wajah Puti Tan. Ia melepaskan diri dari dekapan sang ayah, lalu menyambar lengan Kuranji.“Berkat dia. Ayah tidak lupa, ‘kan?”Netra tenang dan berwibawa milik Tuan Guru Tan menyipit untuk sesaat. Mungkin sedang mencoba menelanjangi sebagian wajah Kuranji yang tersembunyi di balik topeng.Menyadari sang guru menatapnya dalam, Kuranji mengulurkan tangan, menjabat erat sembari mencium takzim punggung tangan lelaki berjenggot itu.“Kuranji?” tebak Tuan Guru Tan.“Iya, Tuan Guru.”“Ih, ayah curang. Kok bisa sih ayah mengenali Kuranji secepat itu?”Awalnya, Puti Tan berniat untuk mengerjai Tuan Guru Tan, agar ia bisa menggoda lelaki tua

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-10
  • Kuranji   Bab 28

    “Hiyaa! Ck, ck, ck! Hiyaa!”Sais menyemangati kuda penarik kereta yang dikendalikannya. Sesekali ia melecut pelan.Hop! Hop!Beberapa lelaki bertopeng yang berbalut pakaian serba hitam tiba-tiba mencegat laju kereta. Ngeeehk!Dua ekor kuda putih meringkik kencang ketika sang kusir menarik tali kekang dengan kuat.Seorang lelaki berusia tiga puluhan dan bocah berumur enam tahun berguncang hebat.“Ayah, aku takut!”“Tidak apa-apa. Ada ayah di sini,” timpal sang ayah seraya merangkul putranya.Setelah kereta tak lagi bergoyang, lelaki itu melepaskan dekapannya pada sang bocah. Ia menangkup pipi anaknya, menatap lembut dengan seulas senyum yang memancar hangat.“Kalau terjadi sesuatu pada ayah, pergilah sejauh mungkin dan jangan pernah menoleh ke belakang!”Lelaki itu menyelipkan sebuah botol kecil ke dalam genggaman putranya. “Jaga baik-baik botol ini!”Suara di luar kereta mulai terdengar berisik. Lelaki itu dapat menerka dengan jelas, sedang berlangsung perkelahian hebat disertai peng

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-13
  • Kuranji   Bab 29

    “Tuan Guru, kita sudah sepakat untuk pergi bersama.”“Kali ini, aku sungguh minta maaf, dengan sepuluh jari serta kepala. Kalian pergilah! Aku percaya kalian bisa menyelesaikannya tanpa aku.”“Tapi, Tuan Guru—”“Tolong ….”Dua rekan Tuan Guru Tan mendesah lesu. Jika Tuan Guru Tan telah menggunakan salah satu kata ajaib andalannya, maka tidak ada yang dapat mengubah keputusannya.“Baiklah. Mohon doa restu, Tuan Guru.” Dua lelaki itu menangkupkan tangan di depan dada seraya membungkuk takzim.Tuan Guru Tan meremas pundak keduanya. “Ingat, libatkan Allah dalam segala ucapan dan tindakan! Sekuat apa pun kita sebagai manusia, semua itu tidak akan berguna tanpa rida–Nya.”Sepeninggal kedua rekannya, Tuan Guru Tan memeriksa kereta kuda dan jejak di sekitarnya.Ia berjongkok, meraba jejak kaki kecil yang tercetak samar di atas permukaan jalan. Perlahan ia mulai bangkit dan menyusuri jejak itu.Jejak itu berhenti di tepi sebuah jembatan. Di bawahnya, mengalir sungai berair jernih, cukup dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Kuranji   Bab 30

    “Tuan Guru, otakku masih terlalu cetek untuk memikirkan hal-hal berat. Lagi pula, aku laki-laki, Tuan Guru. Masa badan kekar begini mainannya bunga.” Kuranji cengengesan.“Bocah semprul!”Tuan Guru Tan mengibaskan tangan, seketika sekumpulan buku, yang berserakan di lantai, melayang ke arah Kuranji, seperti sekawanan lebah yang sedang marah.“Ampun, Tuan Guru! Ampun!” Kuranji melindungi wajah dengan kedua lengannya.Setelah serangan mendadak itu mereda, Tuan Guru Tan bersungut-sungut. “Orang tua lagi serius malah diajak bercanda.”“Hehe … biar tidak cepat pulang ke balik papan, Tuan Guru.”Hanya saat bersama Tuan Guru Tan Kuranji bisa menjadi diri sendiri dan bersikap kekanak-kanakan.“Kuranjiii!”“Iya, iya. Maaf!” Wajah Kuranji berubah serius begitu menerima pelototan dari Tuan Guru Tan.Berulang kali Tuan Guru Tan mendesah.“Kuranji, lima tahun yang lalu, seharusnya usiamu delapan belas tahun.”“Benar, Tuan Guru.”“Artinya, sudah dua belas tahun waktu berlalu, sejak aku membawamu pu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-18
  • Kuranji   Bab 31

    “Huh! Kelihatan saja gampang. Ternyata butuh perjuangan ekstra.”Kuranji berbaring kelelahan, telentang di lantai ruang baca Tuan Guru Tan. Entah sudah berapa kali ia melatih jurus Menghapus Jejak. Walau berhasil menyusun rapi tumpukan buku milik sang guru, masih saja ada yang acak.“Cih! Lemah! Baru beberapa kali latihan sudah keok,” ledek Tuan Guru Tan, melirik sekilas pada Kuranji sambil menikmati secangkir kopi pahit.Napas Kuranji masih ngos-ngosan. “Aduh, Tuan Guru … gerakannya memang sederhana, tapi menguras tenaga dalam.”“Itu karena kau gagal berkali-kali.” Tuan Guru Tan bangkit, melangkah menuju pintu. “Kalau ingin tahu kabar ayahmu, teruslah berlatih. Aku hanya akan memberitahumu setelah kau berhasil menguasai jurus itu.”Kuranji terlonjak duduk, berputar menghadap Tuan Guru Tan. “Tapi, Guru—”“Kau menyerah?”“Tidak, tidak!”“Bagus! Lanjutkan latihanmu!”Tuan Guru Tan menghilang di balik pintu, lagi-lagi meninggalkan Kuranji seorang diri.Jika menuruti lemahnya badan, Kuran

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-19
  • Kuranji   Bab 32

    “Kalian kenapa? Perang dingin?” tanya Kirai, melirik heran pada Kuranji dan Puti Tan.Mereka terus mengayun langkah mendahuluinya dengan saling berdiam diri. Tidak ada yang menanggapi pertanyaannya.“Sst! Jangan ikut campur urusan mereka. Pura-pura tidak tahu saja,” bisik Mahzar, menyikut Kirai. “Namanya juga sepasang kekasih. Pasti ada bumbu pertengkaran kecil, biar makin lengket.”“Apaan sih!” Kirai cemberut.“Kamu … jangan bilang kamu jatuh hati sama dia,” imbuh Mahzar, melempar lirik pada Kuranji. “Dia sudah jadi milik orang. Lebih baik mundur dengan teratur.”Bugh!“Akh!”Nasihat Mahzar dibalas Kirai dengan hantaman siku pada dada sang kakak.“Kalau ngomong, pakai filter. Sembarangan, asal tuduh. Belum tentu mereka pacaran.”“Marah berarti iya,” ledek Mahzar sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sakit. “Eh, dari mana kamu tahu mereka bukan sepasang kekasih?”Kirai mengancakkan tinju. “Mau hadiah bogem mentah dariku?”“Cih!” Mahzar mendecih, memilih berhenti menggoda sang adik.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21
  • Kuranji   Bab 33

    Hop! Hop!Empat orang pria bertopeng mendarat di hadapan Kirai, juga menghentikan ayunan kaki Mahzar yang berlari beberapa langkah di belakang sang adik.Keduanya dikepung dengan senjata yang terhunus di tangan lawan.“Ini area terlarang. Enyah dari sini sebelum tubuh kalian berubah menjadi daging cincang!” ancam salah satu dari mereka, dengan postur tubuh paling tinggi.Mahzar dan Kirai serentak melangkah mundur, saling beradu punggung. Netra mereka awas mengamati gerak-gerik lawan.“Haha … kalian penguasa yang salah kaprah,” ledek Mahzar. “Sejak kapan jalan umum diakui sebagai milik pribadi atau kelompok, heh? Jangan mimpi! Penjahat seperti kalian cuma bisa menyengsarakan rakyat.”“Kurang ajar! Masih bau kencur, tapi tidak tahu caranya menghargai orang yang lebih tua.”Mahzar menyeringai. “Dan orang tua seperti kalian, tidak bisa memberi contoh yang baik.”Meski tak dapat melihat wajah keempat orang itu, kemarahan salah satu dari mereka cukup menjadi petunjuk bagi Mahzar bahwa kompl

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25

Bab terbaru

  • Kuranji   Bab 33

    Hop! Hop!Empat orang pria bertopeng mendarat di hadapan Kirai, juga menghentikan ayunan kaki Mahzar yang berlari beberapa langkah di belakang sang adik.Keduanya dikepung dengan senjata yang terhunus di tangan lawan.“Ini area terlarang. Enyah dari sini sebelum tubuh kalian berubah menjadi daging cincang!” ancam salah satu dari mereka, dengan postur tubuh paling tinggi.Mahzar dan Kirai serentak melangkah mundur, saling beradu punggung. Netra mereka awas mengamati gerak-gerik lawan.“Haha … kalian penguasa yang salah kaprah,” ledek Mahzar. “Sejak kapan jalan umum diakui sebagai milik pribadi atau kelompok, heh? Jangan mimpi! Penjahat seperti kalian cuma bisa menyengsarakan rakyat.”“Kurang ajar! Masih bau kencur, tapi tidak tahu caranya menghargai orang yang lebih tua.”Mahzar menyeringai. “Dan orang tua seperti kalian, tidak bisa memberi contoh yang baik.”Meski tak dapat melihat wajah keempat orang itu, kemarahan salah satu dari mereka cukup menjadi petunjuk bagi Mahzar bahwa kompl

  • Kuranji   Bab 32

    “Kalian kenapa? Perang dingin?” tanya Kirai, melirik heran pada Kuranji dan Puti Tan.Mereka terus mengayun langkah mendahuluinya dengan saling berdiam diri. Tidak ada yang menanggapi pertanyaannya.“Sst! Jangan ikut campur urusan mereka. Pura-pura tidak tahu saja,” bisik Mahzar, menyikut Kirai. “Namanya juga sepasang kekasih. Pasti ada bumbu pertengkaran kecil, biar makin lengket.”“Apaan sih!” Kirai cemberut.“Kamu … jangan bilang kamu jatuh hati sama dia,” imbuh Mahzar, melempar lirik pada Kuranji. “Dia sudah jadi milik orang. Lebih baik mundur dengan teratur.”Bugh!“Akh!”Nasihat Mahzar dibalas Kirai dengan hantaman siku pada dada sang kakak.“Kalau ngomong, pakai filter. Sembarangan, asal tuduh. Belum tentu mereka pacaran.”“Marah berarti iya,” ledek Mahzar sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sakit. “Eh, dari mana kamu tahu mereka bukan sepasang kekasih?”Kirai mengancakkan tinju. “Mau hadiah bogem mentah dariku?”“Cih!” Mahzar mendecih, memilih berhenti menggoda sang adik.

  • Kuranji   Bab 31

    “Huh! Kelihatan saja gampang. Ternyata butuh perjuangan ekstra.”Kuranji berbaring kelelahan, telentang di lantai ruang baca Tuan Guru Tan. Entah sudah berapa kali ia melatih jurus Menghapus Jejak. Walau berhasil menyusun rapi tumpukan buku milik sang guru, masih saja ada yang acak.“Cih! Lemah! Baru beberapa kali latihan sudah keok,” ledek Tuan Guru Tan, melirik sekilas pada Kuranji sambil menikmati secangkir kopi pahit.Napas Kuranji masih ngos-ngosan. “Aduh, Tuan Guru … gerakannya memang sederhana, tapi menguras tenaga dalam.”“Itu karena kau gagal berkali-kali.” Tuan Guru Tan bangkit, melangkah menuju pintu. “Kalau ingin tahu kabar ayahmu, teruslah berlatih. Aku hanya akan memberitahumu setelah kau berhasil menguasai jurus itu.”Kuranji terlonjak duduk, berputar menghadap Tuan Guru Tan. “Tapi, Guru—”“Kau menyerah?”“Tidak, tidak!”“Bagus! Lanjutkan latihanmu!”Tuan Guru Tan menghilang di balik pintu, lagi-lagi meninggalkan Kuranji seorang diri.Jika menuruti lemahnya badan, Kuran

  • Kuranji   Bab 30

    “Tuan Guru, otakku masih terlalu cetek untuk memikirkan hal-hal berat. Lagi pula, aku laki-laki, Tuan Guru. Masa badan kekar begini mainannya bunga.” Kuranji cengengesan.“Bocah semprul!”Tuan Guru Tan mengibaskan tangan, seketika sekumpulan buku, yang berserakan di lantai, melayang ke arah Kuranji, seperti sekawanan lebah yang sedang marah.“Ampun, Tuan Guru! Ampun!” Kuranji melindungi wajah dengan kedua lengannya.Setelah serangan mendadak itu mereda, Tuan Guru Tan bersungut-sungut. “Orang tua lagi serius malah diajak bercanda.”“Hehe … biar tidak cepat pulang ke balik papan, Tuan Guru.”Hanya saat bersama Tuan Guru Tan Kuranji bisa menjadi diri sendiri dan bersikap kekanak-kanakan.“Kuranjiii!”“Iya, iya. Maaf!” Wajah Kuranji berubah serius begitu menerima pelototan dari Tuan Guru Tan.Berulang kali Tuan Guru Tan mendesah.“Kuranji, lima tahun yang lalu, seharusnya usiamu delapan belas tahun.”“Benar, Tuan Guru.”“Artinya, sudah dua belas tahun waktu berlalu, sejak aku membawamu pu

  • Kuranji   Bab 29

    “Tuan Guru, kita sudah sepakat untuk pergi bersama.”“Kali ini, aku sungguh minta maaf, dengan sepuluh jari serta kepala. Kalian pergilah! Aku percaya kalian bisa menyelesaikannya tanpa aku.”“Tapi, Tuan Guru—”“Tolong ….”Dua rekan Tuan Guru Tan mendesah lesu. Jika Tuan Guru Tan telah menggunakan salah satu kata ajaib andalannya, maka tidak ada yang dapat mengubah keputusannya.“Baiklah. Mohon doa restu, Tuan Guru.” Dua lelaki itu menangkupkan tangan di depan dada seraya membungkuk takzim.Tuan Guru Tan meremas pundak keduanya. “Ingat, libatkan Allah dalam segala ucapan dan tindakan! Sekuat apa pun kita sebagai manusia, semua itu tidak akan berguna tanpa rida–Nya.”Sepeninggal kedua rekannya, Tuan Guru Tan memeriksa kereta kuda dan jejak di sekitarnya.Ia berjongkok, meraba jejak kaki kecil yang tercetak samar di atas permukaan jalan. Perlahan ia mulai bangkit dan menyusuri jejak itu.Jejak itu berhenti di tepi sebuah jembatan. Di bawahnya, mengalir sungai berair jernih, cukup dalam

  • Kuranji   Bab 28

    “Hiyaa! Ck, ck, ck! Hiyaa!”Sais menyemangati kuda penarik kereta yang dikendalikannya. Sesekali ia melecut pelan.Hop! Hop!Beberapa lelaki bertopeng yang berbalut pakaian serba hitam tiba-tiba mencegat laju kereta. Ngeeehk!Dua ekor kuda putih meringkik kencang ketika sang kusir menarik tali kekang dengan kuat.Seorang lelaki berusia tiga puluhan dan bocah berumur enam tahun berguncang hebat.“Ayah, aku takut!”“Tidak apa-apa. Ada ayah di sini,” timpal sang ayah seraya merangkul putranya.Setelah kereta tak lagi bergoyang, lelaki itu melepaskan dekapannya pada sang bocah. Ia menangkup pipi anaknya, menatap lembut dengan seulas senyum yang memancar hangat.“Kalau terjadi sesuatu pada ayah, pergilah sejauh mungkin dan jangan pernah menoleh ke belakang!”Lelaki itu menyelipkan sebuah botol kecil ke dalam genggaman putranya. “Jaga baik-baik botol ini!”Suara di luar kereta mulai terdengar berisik. Lelaki itu dapat menerka dengan jelas, sedang berlangsung perkelahian hebat disertai peng

  • Kuranji   Bab 27

    “Masih ingat jalan pulang, hm?”Tuan Guru Tan memasang wajah cemberut.“Ayah, aku hanya sedikit bersenang-senang di luar,” sahut Puti Tan, merengek manja.Seperti biasa, Tuan Guru Tan tidak pernah bisa mempertahankan kemarahan pada sang putri semata wayangnya untuk waktu yang lama.“Setidaknya, ayah senang kau pulang baik-baik saja.”Senyum ceria terbit di wajah Puti Tan. Ia melepaskan diri dari dekapan sang ayah, lalu menyambar lengan Kuranji.“Berkat dia. Ayah tidak lupa, ‘kan?”Netra tenang dan berwibawa milik Tuan Guru Tan menyipit untuk sesaat. Mungkin sedang mencoba menelanjangi sebagian wajah Kuranji yang tersembunyi di balik topeng.Menyadari sang guru menatapnya dalam, Kuranji mengulurkan tangan, menjabat erat sembari mencium takzim punggung tangan lelaki berjenggot itu.“Kuranji?” tebak Tuan Guru Tan.“Iya, Tuan Guru.”“Ih, ayah curang. Kok bisa sih ayah mengenali Kuranji secepat itu?”Awalnya, Puti Tan berniat untuk mengerjai Tuan Guru Tan, agar ia bisa menggoda lelaki tua

  • Kuranji   Bab 26

    Set! Set!Kardit Masiak melesat cepat, terlihat seperti kelebat bayangan hitam yang melintas dengan kecepatan cahaya, berpindah dari satu sisi hutan ke sudut lainnya.Sesaat ia berhenti, memindai kegelapan sekitar dengan netra elangnya. Mendengar suara gerakan yang mencurigakan dari arah belakang, lelaki itu berbalik. ‘Hmm, itu pasti mereka.’Bergegas ia melesat, mendatangi sumber suara tersebut.“Sial! Tidak ada siapa-siapa,” gerutu Kardit Masiak, memperhatikan belukar di hadapannya. “Aku yakin tadi mendengar gerakan dari arah sini.”Netra tajamnya memicing, mengawasi kerimbunan semak yang bergoyang-goyang. Saat ia hendak mengayun langkah untuk memeriksanya, seekor ayam hutan terbang menghambur, mengagetkan dirinya.“Sial! Aku tertipu.” Kardit Masiak berbalik pergi.Beberapa menit sebelum Kardit Masiak tiba di tempat itu …Grep!Hop!Kuranji menyambar pinggang Puti Tan, membawa gadis itu melompat ke dalam lubang.Begitu kaki mereka menjejak tanah, pintu belukar itu pun menutup dengan

  • Kuranji   Bab 25

    Blam!Runduih Ameh menancap pada mata kanan si naga hitam.Makhluk jadi-jadian milik Pendekar Sabuk Maut itu pun menggelinjang liar dengan mulut yang menganga lebar.Runduih Ameh masih terus bergerak, memberikan dorongan kuat hingga si naga hitam terlempar jatuh dan kembali ke bentuk aslinya begitu menyentuh tanah.Jruuung!Swuut!Runduih Ameh melesat balik kepada tuannya.Pendekar Sabuk Maut muntah darah. Ia melotot, tak percaya.“K–kau … s–siapa kau sebenarnya, h–hah?!” tanya Pendekar Sabut Maut sembari membungkuk, memegang dada.Kuranji mengelus pedang pusakanya. Menatap dingin pada Pendekar Sabuk Maut, ia menjawab acuh tak acuh, “Kau tak layak berkenalan denganku.”“B–bang … akh! Uhuk!”Umpatan Pendekar Sabuk Maut tercekat di tenggorokan, berganti dengan rintih kesakitan yang disusul dengan batuk darah.Di sisi lain, beberapa meter dari tempat Kuranji berdiri, Mahzar tampak kewalahan mengimbangi kelebat pedang milik lawannya.Cresh!Senjata milik Pendekar Pedang Kilat berhasil meny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status