"Siapa yang nggak bolehin aku masuk? Aku cuma ingin lihat Yuna sebentar."
"Kak Yuna udah sadar dan bilang nggak mau ketemu Kakak Ipar dulu. Sebaiknya, Kakak Ipar pulang aja sekarang, lalu datang ke sini besok pagi.""Oke. Aku pulang dulu."Siapa bilang Eric menyerah begitu saja? Sebelum bertemu dengan Yuna, ia tidak akan kembali. Mana mungkin juga Eric bisa tidur kalau belum memastikan Yuna dan anaknya baik-baik saja.Eric pura-pura pergi, tapi hanya memarkirkan mobilnya agak jauh di luar halaman rumah Yuna. Ia menunggu mobil Felix keluar, lalu diam-diam naik ke pagar halaman belakang.'Sial! Mau ketemu saja malah jadi mirip maling begini!'Eric mencoba membuka pintu belakang yang ternyata dikunci dari dalam. Setiap jendela dicek satu persatu, siapa tahu ada yang masih terbuka. Sayangnya, nihil.Mau tidak mau, Eric memanjat pinggiran pagar dan meraih lantai balkon kamar Yuna. Tubuh Eric basah kuyup kepanasan. Lantai tempatnya bergelantung semakin licin o"Aku 'kan tadi bilang kalau aku mengusirnya." Eric menghela napas dan menyandarkan kepala di atas paha Yuna."Tapi, kenapa wanita itu bisa bersamamu? Kalau bukan kamu yang panggil, mana mungkin dia bisa ke sana!" pekik Yuna.Eric membuka mata dengan sempurna ketika Yuna mulai terisak. Air mata calon istrinya itu menetes di dahinya. Eric membelai pipi Yuna dengan lembut, namun Yuna menepis tangannya."Jangan menangis, Baby. Aku ingin memelukmu, tapi badanku lemas sekali.""Nggak usah ngomongin yang lain, Mas! Jawab dulu, buat apa kamu panggil kupu-kupu malam? Kamu bosan denganku? Atau gara-gara nggak bisa menahan diri karena nggak ketemu aku?""Sshh, berhenti dulu menangisnya."Eric memaksa badannya yang remuk redam untuk bangkit lalu memeluk kekasihnya. Yuna memberontak dan memukul dadanya. Eric pun meringis kesakitan tanpa bersuara. Sudah dikerjai Billy, jatuh dua kali, dan dipukuli. Tapi, demi Yuna, apa pun akan Eric lalui."Bukan aku yang panggil
Billy mengangkat Lima dan melamparnya ke atas ranjang. Ia membuka setiap kancing kemeja tanpa mengalihkan pandangan dari Lima.Lima pun menatap Billy dengan pose menantang. Meskipun Billy yang menganggapnya demikian. Sedangkan Lima sebenarnya hanya duduk biasa saja."Tuan, sebaiknya kita berhenti sampai di sini," tutur Lima."Kenapa tiba-tiba ragu?"Billy melempar kemeja ke atas sofa. Tubuh atletis dengan kulit kecoklatan itu membuat Lima menelan ludah susah payah."Aku bukannya takut. Tapi, ini sangat nggak pantas.""Nggak ada orang yang berani bilang apa yang aku lakukan bukan perbuatan yang pantas."Billy naik ke atas Lima. Setiap sentuhannya begitu lembut. Tidak seperti perangai Billy biasanya. Lima tidak bisa menolak setiap kecupan. Pun bibirnya mulai mengeluarkan suara yang menaikkan gairah Billy."Katakan jika kamu juga menyukai ini.""Nggak, Tuan," desis Lima.Billy semakin dalam menyapu kulit Lima. Dengan sekali sentak, Billy berhasil merobek kain tipis yang menutupi tubuh Li
Billy menampik fakta bahwa dirinya iri dengan Eric yang masih diperhatikan dan dipercayai Yuna. Sedangkan kekasihnya dulu tidak mempercayai dirinya ketika Billy berusaha untuk melindunginya, dan malah kabur bersama pria yang tidak lain adalah Joshua.Tidak peduli bagaimana hubungan sesungguhnya Billy dan mantan kekasihnya, jika Renata mempercayai dan menyayangi dirinya sepenuh hati, perempuan itu tidak akan meninggalkannya, seperti Yuna.Walaupun sekarang Billy bisa menerima kenyataan bahwa Renata merupakan anak dari ayahnya, Billy tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Ia telah mencintai Renata sejak masih remaja. Tanpa berubah sedikit pun sampai dewasa. Tidak mudah membuang perasaan itu dari hatinya.Namun, Billy tidak ingin menyakiti dan membuat khawatir Renata dan hanya bisa menyimpan sendiri perasaannya rapat-rapat. Hasilnya, Eric yang menjadi korban rasa perih yang ia rasakan.Bukan maksud Billy untuk memisahkan Eric dan Yuna. Billy gatal ingin membuat adegan yang hampir sama d
"Mas, tolong bukakan gaun belakangku. Susah sekali," pinta Yuna.Yuna menggapai-gapai punggungnya. Tanpa tahu tatapan Eric sudah seperti binatang buas yang ingin segera menerkamnya. Alih-alih membukakan gaun, Eric memeluk Yuna dari belakang. Menyesap ceruk leher dan mengisap aroma Yuna yang teramat dirindukan Eric."Mas, buruan. Badanku lengket semua dan ingin segera mandi.""Iya, Istriku. Mandi bersama, ya?""Mandi sendiri-sendiri aja, Mas. Nanti Mas Eric ingin. Cepat bukakan gaunku.""Sekarang juga sudah ingin, Baby. Mandinya nanti saja biar sekalian."Eric mulai membuka gaun Yuna. Perlahan dan dengan sentuhan-sentuhan menggoda.Betapa inginnya Eric mendorong Yuna ke ranjang dengan kasar dan menindihnya sekarang juga. Tetapi, Eric tidak mau hawa nafsunya melukai buah hati yang tertanam di rahim Yuna."Maaf, Mas. Aku sepertinya belum bisa," ucap Yuna dengan wajah sedih.Dalam sepersekian detik, Eric mengingat kembali reaksi penolakan Yuna beberapa minggu lalu. Eric perlahan mendoron
"Menggoda bagaimana maksudnya, Tuan? Aku sama sekali nggak pernah punya niatan menggoda Anda, Tuan." Kening Lima berkerut jengkel."Nggak usah bohong. Ini ... kenapa nggak pakai apa-apa?"Telunjuk Billy menunjuk dan menekan tepat di pucuk bulatan dada Lima. Lima pun segera menepisnya."Jangan pegang-pegang, Tuan. 'Kan Tuan yang nggak membawakan aku dalaman.""Pintar sekali kamu membuat-buat alasan. Lalu, yang kamu pakai tadi ke mana?""Sudah kotor, Tuan."Lima berulang kali menyingkirkan tangan Billy. Namun, Billy gencar melayangkan aksi nakalnya. Tangannya sangat cepat berkelit dan meremas-meras dua daging kenyal di dada Lima. Tanpa ekspresi.Kedua tangan mereka sibuk menyingkirkan satu sama lain. Billy gemas ingin menyingkirkan lingerie yang Lima kenakan. Kalau perlu, Billy akan mencabik-cabiknya sesegera mungkin.Bohong jika Billy tidak tergoda. Jakunnya saja sudah naik turun meneguk ludah berulang kali karena sangat ingin menyesap bulatan indah itu.Tapi, sungguh, Billy tidak akan
Lima merangkak ke sisi ranjang satunya, melongok ke bawah tempat Billy terjatuh. Billy bergeming ketika Lima menggoyangkan kakinya."T-tuan, bangun ... Maafkan aku. Jangan bercanda, Tuan."Billy tetap tidak bergerak. Lima bangun lalu memeriksa belakang kepala Billy kalau-kalau berdarah. Kemudian, mengusap tengkuk Billy untuk memastikan tidak ada patah tulang di sana.Lima juga mencondongkan telinga ke dada Billy. Denyut jantung Billy sangat normal, tetapi napasnya sedikit-sedikit tertahan. Lima lantas mengeluarkan segenap tenaga untuk mengangkat Billy sampai ke atas ranjang.'Dia pura-pura pingsan ternyata,' batin Lima. Kekesalannya pada Billy semakin menjadi. Lima mendengus lalu mencubit perut Billy dengan gemas."Awww!! Apa kamu sudah gila?!""Aku ingin istirahat, Tuan. Jangan banyak ulah lagi," ketus Lima."Kamu nggak tahu malu sekali rupanya! Sudah ditolong malah menggigit tuanmu! Lihat! Punggungku terluka dan kamu malah kembali tidur?" bentak Billy.Lima tidak peduli lagi. Ia me
Mentari pagi menyeruak melalui sela tirai. Eric membuka mata dan menyadari ada Yuna dalam pelukan. Senyuman Eric seketika mengembang lebar.Eric semakin mengeratkan pelukan. Dirasakannya hangat tubuh wanita yang baru sehari jadi istrinya. Rasanya begitu menenangkan. Apalagi, tubuh kecil Yuna sangat pas dalam pelukan Eric. Ia pikir, Yuna sengaja diciptakan hanya untuknya. Tidak pernah bosan Eric memandangi Yuna. Pipi putih, mulus, dan kenyal pun jadi sasaran jari-jarinya yang tidak bisa menahan cubitan-cubitan kecil.Yuna mengerang perlahan. Keninganya berkerut sesaat. Namun, Yuna kembali tenang dan tidak sadar perbuatan Eric."Istriku sangat cantik," gumam Eric."Bangun, Istriku," bisik Eric seraya menusuk pipi Yuna.Yuna menggeliat dengan mata yang masih terpejam. Namun, Yuna tidak bisa bergerak bebas karena Eric sengaja tidak melonggarkan pelukan. Karena gerakan singkat itu, Eric merasakan keanehan di tubuh bagian bawahnya.Eric pun meraba sesuatu yang janggal pada barang pusakany
Eric menaikkan kedua alisnya ketika lidahnya menyentuh makanan. Tidak ada rasa yang aneh. Justru sangat lezat makanan buatannya itu. Tapi, kenapa Yuna malah tampak kesal?"Enak, kok. Apa nggak sesuai selera Istriku?""Mas Eric curang!"Eric tadinya lahap menyantap makanan, menaruh sendok dan garpunya. Ia memicingkan mata keheranan. Salah apa lagi dirinya?"Memasak itu keahlianku, Mas. Harusnya Mas Eric nggak boleh masak terlalu enak." Yuna bersungut-sungut memajukan mulutnya.'Dimasakin enak salah. Nanti, begitu dimasakin nggak enak pasti nggak akan dimakan,' gumam Eric dalam hati."Maaf, Baby. Mau dibuatin yang lain?""Aku udah nggak nafsu makan, Mas. Sekarang jalan-jalan aja, yuk," ajak Yuna yang tiba-tiba kembali berbinar memohon."Dihabiskan dulu makanannya. Masa kamu tega membuat buah hati kita kelaparan?" bujuk Eric, "Mau aku suapin?""Nggak mau, Mas. Aku ingin makan di restoranku aja."Eric melirik jam di dinding. Masih satu jam lagi re
"Buat apa kamu ke sini? Mau mengganggu Yuna lagi, hah?" bentak Diana sambil berkacak pinggang menghalangi pintu rumah."Bukan, Ma. Saya bukan mau bertemu Yuna.""Ma? Jangan memanggilku seolah-olah kamu itu anakku!" cerca Diana. Mata Diana melotot tajam kepada Aldo."Maaf, Bu- Nyonya. Saya mau bertemu dengan Pak Herman, sekalian Anda," kata Aldo sopan.Herman yang mendengar suara kencang besannya pun keluar dari dalam kamar. "Ada apa?" Ia memicingkan mata ke arah Aldo."Boleh saya bicara sebentar dengan Anda? Lima menit saja," pinta Aldo.Herman akhirnya mengizinkan Aldo masuk. Meskipun Diana masih menggerutu terus-menerus. Bahkan, ketika Bi Jumi mau menyiapkan minuman, Diana dengan tegas melarangnya.Yudha dan Eric datang setelahnya. Mereka ikut duduk karena ingin tahu apa yang akan Aldo katakan."Bapak mungkin sudah tahu siapa saya," kata Aldo kepada Herman."Ya, saya tahu," jawab Herman datar.Aldo tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Herman. Namun, Herman langsung mencegahnya. Aldo te
"Nggak mau," tolak Eric sambil menggeleng-geleng tidak percaya dengan permintaan aneh sepupunya."Kembalilah ke kota, Kak. Kamu bisa kembali menjadi Presiden Direktur Volker Corp. Aku cuma mau Yuriana, nggak ingin kekuasan yang seharusnya jadi hakmu," lanjutnya.Billy mendesah lelah. "Kamu pulang besok. Sekarang sudah hampir malam. Dan Yuriana pergi pakai jalur laut, jangan naik helikopter, suaranya berisik.""Baik, Kak. Berikan dulu Yuriana. Aku ingin menggendongnya."Billy menyerahkan Yuriana setelah bayi itu puas meminum susunya dan Eric selesai mencuci tangan. Eric langsung memeluk erat Yuriana ke dalam pelukan.Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana lega dan bahagia dirinya sekarang. Sampai air mata haru meleleh di pipinya. Eric juga tidak bisa berhenti menciumi seluruh wajah Yuriana.Billy menghela napas, lalu berdecak-decak masuk ke dalam rumah. Entah sudah berapa kali, sejak kedatangan Eric menjemput Yuriana, Billy selalu menghela napas. Suasana hatinya jadi memburuk
"Kita bicarakan masalah ini nanti, setelah Yuriana pulang."Eric tentunya senang oleh permintaan maaf Yuna, tetapi ia masih ingin mengamati perubahan Yuna. Eric tidak ingin lagi ada masalah di kemudian hari dengan persoalan yang sama. Cukup sekali Eric merasakan kesal, marah, dan sedih karena tidak dipercaya dan tidak dihargai istrinya sendiri. Bagaimanapun juga, semua yang ia lakukan demi masa depan keluarganya. "Baiklah. Lalu, berapa lama Mas Eric pergi?""Belum tahu. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lemah, Yuna. Kamu sudah menjadi ibu sekarang. Pikirkan Yuriana nanti kalau pulang. Kamu tidak boleh sakit."Hanya mendengar kata-kata perhatian dari Eric saja, Yuna sudah tahu jika Eric telah memaafkan dirinya. Sebelum Eric berbalik, Yuna meraih pundaknya."Ada apa lagi, Yuna?"Yuna mengecup bibir Eric begitu lembut. Sejuta kerinduan yang tertutupi akibat kesedihan dan pikiran negatifnya, akhirnya dapat ia salurkan.Yuna melepaskan ciuman itu, tetapi tangan Eric sudah lebih dulu mendara
"Tuan, sebaiknya kita mengembalikan anak ini kepada orang tuanya." Suara Lima begitu lemah karena seharian kecapekan mengurus Yuriana.Di pulau pribadi Billy Volker, tidak ada satu pun pelayan, hanya ada lusinan bodyguard dan semuanya pria. Lima merasa kesulitan karena tidak terbiasa menggendong bayi.Sejak kemarin, Billy sendiri yang mengasuh Yuriana. Tetapi, hari ini, Billy sedang ingin santai-santai dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun."Malas. Kamu saja yang mengembalikan kalau mau.""Bagaimana saya pergi dari pulau ini kalau cuma Tuan yang bisa menerbangkan helikopter," gerutu Lima."Jangan berisik di dekatku kalau nggak mau aku hukum," ancam Billy.Billy berbaring santai sambil menikmati jus buah segar yang dipetik Lima beberapa saat lalu. Matanya terlihat hampir terpejam karena angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah tampannya.Suara Yuriana menangis membuat Billy melompat dari kursi santai. Dadanya naik turun dengan cepat karena sangat terkejut."Lima!! Kamu ini nggak becus se
"Lepaskan aku!" Emilia meronta-ronta ketika dua petugas polisi mencekal lengannya. "Brengsek! Aku akan membunuh kalian semua! Siapa yang berani melaporkan aku?!"Eric terdiam. Keputusan memenjarakan Emilia juga sangat berat baginya. Yudha dan Diana awalnya juga menentang, tetapi tidak ada cara lain untuk menghentikan kegilaan Emilia.Untung saja, penangkapan Emilia terjadi di tempat terpencil. Mereka masih bisa menyembunyikan kasus itu dari media.Setelah Emilia pergi, beberapa petugas kesehatan yang berjaga-jaga sebelumnya masuk dan memeriksa semua orang. Aldo yang paling parah lukanya. Hampir semua jahitan di perut Aldo terlepas. Ia cukup beruntung karena organ dalam yang tadinya terluka masih baik-baik saja.Rombongan Yuna dan Eric bersama-sama menuju ke kantor polisi terdekat untuk menginterogasi Emilia. Selama berjam-jam, Emilia hanya mengamuk dan mengucap sumpah serapah.Akhirnya, Emilia lelah dan mulai mengakui perbuatannya. Selama berjam-jam tadi, Emilia sengaja mengulur wakt
"Jangan bohong! Cepat katakan di mana anakku!" pekik Yuna sambil berurai air mata.Aldo mendekati Emilia. "Sayang, ayolah, kita jemput Yuriana, lalu pulang ke rumah kita. Atau ... kita tinggal di sini saja berdua. Nggak akan ada yang mengganggu kita. Kita bisa punya anak sendiri. Sekarang, kembalikan dulu Yuriana."Iris mata Emilia berpindah ke arah pintu. Dua pria lain menerobos masuk ke dalam rumahnya. Eric dan Rendra akhirnya sampai, setelah berlarian ke tempat itu.Tanpa memedulikan apa yang baru terjadi, Eric langsung menarik kemeja Aldo dan memutar badan Aldo ke arahnya. Ia langsung meninju wajah Aldo sampai Aldo tersungkur jatuh."Brengsek!" umpat Eric."Kenapa kamu memukul Aldo, Mas?!" Yuna menarik lengan Eric yang bersiap memukul Aldo sekali lagi. "Dia membantuku mencari Yuriana, nggak seperti kamu yang nggak peduli sama sekali!""Kamu membelanya?!" bentak Eric. "Aku nggak membelanya. Kamu datang-datang cuma mau cemburu? Yang ada di pikiran kamu itu apa sebenarnya? Kamu ngga
Emilia membawa Yuriana ke praktik dokter terdekat. Dokter mengatakan jika Yuriana harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan penunjang."Sakit apa anak saya, Dok?" tanya Emilia panik. Emilia khawatir jika dokter itu akan membawa Yuriana ke rumah sakit. Keberadaan mereka bisa langsung ditemukan oleh keluarganya."Dari gejala yang Ibu sebutkan, putri Ibu kemungkinan mengalami intolerasi laktosa. Jadi, sebaiknya Ibu memeriksakan putri Ibu ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap," kata sang dokter."Apa tidak bisa di sini saja, Dok?""Maaf, Bu. Seperti yang bisa Anda lihat, kami hanya datang sesekali melakukan pemeriksaan umum gratis dan tidak memiliki peralatan memadai untuk pemeriksaan lengkap. Tetapi, kami bisa membantu Ibu untuk merujuk putri Ibu ke rumah sakit."Emilia melihat sekeliling ruangan. Hanya ada dua kamar saja di tempat itu. Satu untuk mendaftar, kamar lain untuk memeriksa. Hanya ada beberapa alat medis minim di sana."Saya ke rumah sakit sendiri saja, Dok. Ter
"Bukankah Mas Eric nggak peduli dengan kami lagi? Urusi saja pekerjaan dan sekretaris Mas Eric itu," ujar Yuna dengan suara lirih.'Yuna! Pulang sekarang! Kamu benar-benar nggak bisa mematuhi aku, hah?!' bentak Eric."Nggak, aku mau mencari Yuriana!" Yuna balas membentak Eric.Yuna mematikan ponsel Hilman supaya Eric tidak dapat menghubungi. Ia juga tidak mau Eric melacak lokasinya saat ini. Ia hanya ingin Eric melihat, dirinya tidak butuh bantuan Eric untuk menemukan Yuriana."Nyonya ... Bagaimana kalau kita kembali dulu? Saya takut ...."Yuna memotong ucapan Hilman, "Kalau kamu nggak mau mengantar aku, biar aku pergi ke sana dengan orang ini."Hilman tidak berani memprotes lagi. Lebih baik ia menurut daripada meninggalkan Yuna sendirian. Pulang-pulang, ia pasti akan kehilangan kepala jika sampai terjadi sesuatu pada Yuna.Aldo yang tadinya juga ingin membujuk Yuna agar mereka memutar mobil untuk kembali, urung mengatakannya. Aldo juga ingin segera menemukan anak Yuna. Jika terjadi ap
"Mas Eric ... malas denganku?" Air mata mulai menetes di wajah cantik Yuna. "Karena itu, Mas Eric cuma sibuk di sini, bukan malah mencari Yuriana ....""Aku juga mencari Yuriana, Yuna! Jangan sembarangan bicara! Pulanglah! Di sini kantor, bukan untuk bicara masalah pribadi," tegas Eric.Yuna menggeleng-geleng pelan. Ia tidak percaya jika Eric tega membentak dan mengusirnya. Prasangka buruk Yuna bertambah ketika melihat kehadiran Dina tadi. Dan sekarang makin menjadi-jadi.Karena Yuna tak kunjung pergi, Eric yang memilih keluar dari ruangan, meninggalkan Yuna seorang diri. Eric harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan supaya bisa menyusul Rendra untuk mencari Yuriana.Eric sepenuhnya mengabaikan Yuna yang terluka oleh kata-katanya. Yuna mengusap air mata, lalu berbalik pergi. Langkah Yuna terhenti ketika melihat sosok Dina. Yuna mendatangi Dina, tetapi Dina cepat-cepat memalingkan muka dan pergi menjauh. "Mbak Dina!!"Namun, Yuna malah memanggil Dina dengan suara lantang. Seperti k