Eric menaikkan kedua alisnya ketika lidahnya menyentuh makanan. Tidak ada rasa yang aneh. Justru sangat lezat makanan buatannya itu. Tapi, kenapa Yuna malah tampak kesal?"Enak, kok. Apa nggak sesuai selera Istriku?""Mas Eric curang!"Eric tadinya lahap menyantap makanan, menaruh sendok dan garpunya. Ia memicingkan mata keheranan. Salah apa lagi dirinya?"Memasak itu keahlianku, Mas. Harusnya Mas Eric nggak boleh masak terlalu enak." Yuna bersungut-sungut memajukan mulutnya.'Dimasakin enak salah. Nanti, begitu dimasakin nggak enak pasti nggak akan dimakan,' gumam Eric dalam hati."Maaf, Baby. Mau dibuatin yang lain?""Aku udah nggak nafsu makan, Mas. Sekarang jalan-jalan aja, yuk," ajak Yuna yang tiba-tiba kembali berbinar memohon."Dihabiskan dulu makanannya. Masa kamu tega membuat buah hati kita kelaparan?" bujuk Eric, "Mau aku suapin?""Nggak mau, Mas. Aku ingin makan di restoranku aja."Eric melirik jam di dinding. Masih satu jam lagi re
Yuna menjabat tangan Joshua. Ia sesekali melirik pemilik tubuh jangkung itu malu-malu. Eric yang menatap tingkah genit istrinya mengepalkan kedua tangan geram."Nggak usah lama-lama jabat tangannya!" Eric menarik tangan Yuna."Apaan, sih, Mas!" Yuna melirik sinis Eric.Joshua tersenyum puas melihat reaksi Eric. Menggoda Eric adalah kenikmatan sendiri baginya, sama seperti Billy. Pria yang telah dewasa itu tetap masih seperti anak kecil baginya.Tidak berhenti sampai di situ, Joshua sengaja duduk di depan Yuna. Matanya pun terfokus pada Yuna.Eric yang jengah oleh sikapnya, lantas menyuruh Yuna pindah di kursinya. Eric tahu, Joshua hanya menggodanya, namun ia tidak rela istrinya ditatap lama-lama oleh pria lain. Apalagi, Yuna tadi bilang kalau ia mengidamkan Joshua. Bagaimana Eric tidak murka mendengar istrinya mengidolakan pria lain?!"Baby, aku mau bicara dengan dia sebentar." Eric meminta selembut mungkin."Nggak mau, Mas! Pantatku udah nempel di kursi. Dari situ juga bisa bicara."
"Mas ..." Yuna terus menggoyang lengan Eric yang tidur membelakanginya. Eric hanya diam dan pura-pura tidur.Dari perjalanan pulang, Eric hanya mendiamkan Yuna. Ditanya sedikit pun tidak menjawab. Yuna sangat takut jika Eric akan kembali menjadi dirinya yang dulu.Rasa sesal mulai mengusiknya. Yuna telah menyadari, permintaannya untuk bisa jalan-jalan bersama suami Renata sungguh keterlaluan. Namun, Yuna sendiri tidak tahu mengapa ia terdorong untuk meminta itu.Yuna lantas memeluk Eric dari belakang. Sampai penyesalannya hilang ditelan mimpi yang tak begitu indah.Sementara Eric memutar badan. Mengecup kening Yuna dalam dan tidur memeluknya.***"Baby, bangun." Eric menyisir rambut Yuna yang sedikit berantakan."Mas." Ketika Yuna membuka mata sepenuhnya, ia langsung mendekap suaminya."Maafin aku, Mas. Aku nggak akan minta macam-macam. Tapi, Mas Eric jangan mendiamkan aku lagi.""Hemm. Kamu boleh minta apa pun, Baby. Tapi, kamu juga harus tahu batasmu. Aku cemburu melihatmu genit-ge
Billy menggebrak meja kerja. Tangannya mengepal erat, sampai buku-buku jarinya terlihat memutih. Rahang tegasnya kian menegang.Andai saja, Dimas, asisten pribadi Billy tidak lebih cepat mengetahui rencana Aurora, saat ini semua orang sudah tahu berita pernikahan Billy yang tidak pernah ia setujui. Makin kesal pula Billy pada Aurora yang seenaknya mengambil keputusan.Aurora selalu berbuat sesuka hati, egois, dan penuntut. Karenanya, Billy sempat berpikir untuk mengelola perusahaan baru dengan nama baru agar Billy terbebas dari jeratan ibunya.Namun, perusahaan yang ia bangun bersama Herman belum stabil untuk bisa berdiri sendiri. Billy belum bisa menyerahkan posisinya sebagai presiden direktur Volker Corp kepada Eric. Dan Eric juga belum sepenuhnya lolos ujian darinya."M-maaf, Tuan. Saya hanya disuruh nyonya." Vero menunduk takut, sesekali melirik ke arah Dimas dengan tatapan menyalahkan.Dimas yang baru kerja setahun bersama Billy tidak berani berkata apa-apa. Meskipun ia sedikit t
"Budak? Apa yang kamu katakan?" gumam Billy.'Dia kenapa? Apa dia gila seperti Emily? Tch! Merepotkan sekali!'Lima masih mengemis dan memohon ampun. Punggung Lima yang menunduk di kaki Billy tampak bergetar. Lima juga semakin menunduk ke bawah.Billy menghindar tatkala bibir Lima hampir menyentuh sepatunya. Ia menarik lengan Lima sampai berdiri."Kamu kenapa?" Billy menggenggam lengan dan mengguncang badan Lima."Ampuni aku, Tuan," rintih Lima.Lima sama sekali tidak berani memandangi Billy. Lima sangat takut jika ternyata pria di depannya adalah mantan bosnya yang berkamuflase menjadi orang lain. Sebab, suara dan mimik kejam Billy sangat mirip dengan mantan bosnya."Lima!! Sadarlah!" bentak Billy tepat di depan wajah Lima.Lima terhenyak dan sontak terdiam. Bola matanya mulai bergerak menjelajahi wajah Billy. Lima menelan ludah susah payah setelah tersadar pria di depannya hanyalah Billy Volker, pria super kaya raya, tapi hanya pria biasa baginya."M-maaf, Tuan. Aku agak lelah dan
Beberapa bulan berlalu ...Keringat membasahi wajah cantik Yuna. Perut Yuna yang sudah sangat besar tiba-tiba terasa kram."Apa ini?"Tangan Yuna menarik rok bagian belakang yang terasa basah. Ia gemetaran setelah melihat kain berwarna krem itu ternoda darah. Yuna sangat panik sampai bingung harus berbuat apa.Eric baru saja berangkat kerja. Sedangkan Diana pulang ke Kota Jawara sejak dua hari lalu karena hari perkiraan lahir Yuna masih seminggu ke depan. Akhirnya, Yuna pun berteriak memanggil asisten rumah tangga."Bi Jumi!!""Ya, Nyonya?"Bu Jumi hampir menumpahkan susu ibu hamil di atas nampan ketika melihat rembesan darah di gaun belakang Yuna. Ia buru-buru menaruh gelas ke meja, lalu membantu Yuna mencari posisi berbaring yang lebih nyaman."Ya, ampun, Nyonya. Saya panggilkan Tuan sekarang juga.""Mas Eric nggak angkat teleponnya, Bi.""Kita ke rumah sakit dulu kalau begitu."Bi Jumi berlari keluar memanggil Hilman untuk mengantarkan Yuna ke rumah sakit. Hilman bergegas menggendo
Wanita itu tidak lain adalah Emilia. Ia resah karena orang tuanya pergi dalam kondisi panik. Ditambah lagi, Eric sudah sebulan lebih tidak pulang mengunjungi Emilia.Emilia sempat khawatir jika ada sesuatu menimpa adiknya. Akan tetapi, Emilia menepis kecemasan berlebihan itu karena jika memang ada hal buruk terjadi pada Eric, mereka pasti juga memberi tahu dirinya.Tidak ada akses untuk mengetahui berita di luar. Ponsel tidak ada, saluran televisi diputus, dan para pelayan yang tidak lagi patuh padanya. Begitulah kondisi Emilia sekarang. Tak ubahnya seperti hidup di dalam penjara."Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Tentu saja ... tidak mungkin mereka mengurungku tanpa sebab," gumam Emilia.Selama berbulan-bulan, Emilia terkurung pasrah di dalam rumah. Sempat ia berusaha melarikan diri, namun puluhan bodyguard ditempatkan di sekeliling rumah untuk menjaganya. Tidak sampai lima menit mereka dapat menemukan Emilia.Emilia merasa sesak berada dalam rumah yang lebih mirip dengan s
Di rumah yang kata Eric 'sederhana' itu, Yuna tengah menyiapkan sarapan untuk sang suami. Yuna telah terbiasa dengan kegiatan sebagai seorang istri.Eric tiba-tiba saja muncul dari belakang. Memeluk istrinya dengan mesra. Tidak lupa memberikan kecupan-kecupan lembut di seluruh wajah istrinya."Baby, anak kita sudah besar, mau bikin adik lagi?" bisik Eric sambil menggigit telinga Yuna."Pagi-pagi udah mau bikin bayi, Mas. Lagian, Yuria masih enam bulan dibilang sudah besar." Yuna mendorong Eric supaya tidak mengganggu aktivitasnya. "Mumpung Yuria belum bangun. Aku akan membuatkan Yuria adik sekarang juga."Eric mematikan kompor. Kemudian, menggendong Yuna ala pengantin. Biarpun telah melahirkan, bentuk tubuh Yuna kembali seperti semula. Tidak susah bagi Eric membawa kabur istrinya secepat kilat masuk ke dalam kamar."Mas! Aku belum selesai memasak!" Yuna meronta minta dilepaskan.Yuna dihempaskan ke ranjang. Eric langsung merangkak di atas sang istri dengan menggebu-gebu. Ia tidak ing
"Buat apa kamu ke sini? Mau mengganggu Yuna lagi, hah?" bentak Diana sambil berkacak pinggang menghalangi pintu rumah."Bukan, Ma. Saya bukan mau bertemu Yuna.""Ma? Jangan memanggilku seolah-olah kamu itu anakku!" cerca Diana. Mata Diana melotot tajam kepada Aldo."Maaf, Bu- Nyonya. Saya mau bertemu dengan Pak Herman, sekalian Anda," kata Aldo sopan.Herman yang mendengar suara kencang besannya pun keluar dari dalam kamar. "Ada apa?" Ia memicingkan mata ke arah Aldo."Boleh saya bicara sebentar dengan Anda? Lima menit saja," pinta Aldo.Herman akhirnya mengizinkan Aldo masuk. Meskipun Diana masih menggerutu terus-menerus. Bahkan, ketika Bi Jumi mau menyiapkan minuman, Diana dengan tegas melarangnya.Yudha dan Eric datang setelahnya. Mereka ikut duduk karena ingin tahu apa yang akan Aldo katakan."Bapak mungkin sudah tahu siapa saya," kata Aldo kepada Herman."Ya, saya tahu," jawab Herman datar.Aldo tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Herman. Namun, Herman langsung mencegahnya. Aldo te
"Nggak mau," tolak Eric sambil menggeleng-geleng tidak percaya dengan permintaan aneh sepupunya."Kembalilah ke kota, Kak. Kamu bisa kembali menjadi Presiden Direktur Volker Corp. Aku cuma mau Yuriana, nggak ingin kekuasan yang seharusnya jadi hakmu," lanjutnya.Billy mendesah lelah. "Kamu pulang besok. Sekarang sudah hampir malam. Dan Yuriana pergi pakai jalur laut, jangan naik helikopter, suaranya berisik.""Baik, Kak. Berikan dulu Yuriana. Aku ingin menggendongnya."Billy menyerahkan Yuriana setelah bayi itu puas meminum susunya dan Eric selesai mencuci tangan. Eric langsung memeluk erat Yuriana ke dalam pelukan.Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana lega dan bahagia dirinya sekarang. Sampai air mata haru meleleh di pipinya. Eric juga tidak bisa berhenti menciumi seluruh wajah Yuriana.Billy menghela napas, lalu berdecak-decak masuk ke dalam rumah. Entah sudah berapa kali, sejak kedatangan Eric menjemput Yuriana, Billy selalu menghela napas. Suasana hatinya jadi memburuk
"Kita bicarakan masalah ini nanti, setelah Yuriana pulang."Eric tentunya senang oleh permintaan maaf Yuna, tetapi ia masih ingin mengamati perubahan Yuna. Eric tidak ingin lagi ada masalah di kemudian hari dengan persoalan yang sama. Cukup sekali Eric merasakan kesal, marah, dan sedih karena tidak dipercaya dan tidak dihargai istrinya sendiri. Bagaimanapun juga, semua yang ia lakukan demi masa depan keluarganya. "Baiklah. Lalu, berapa lama Mas Eric pergi?""Belum tahu. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lemah, Yuna. Kamu sudah menjadi ibu sekarang. Pikirkan Yuriana nanti kalau pulang. Kamu tidak boleh sakit."Hanya mendengar kata-kata perhatian dari Eric saja, Yuna sudah tahu jika Eric telah memaafkan dirinya. Sebelum Eric berbalik, Yuna meraih pundaknya."Ada apa lagi, Yuna?"Yuna mengecup bibir Eric begitu lembut. Sejuta kerinduan yang tertutupi akibat kesedihan dan pikiran negatifnya, akhirnya dapat ia salurkan.Yuna melepaskan ciuman itu, tetapi tangan Eric sudah lebih dulu mendara
"Tuan, sebaiknya kita mengembalikan anak ini kepada orang tuanya." Suara Lima begitu lemah karena seharian kecapekan mengurus Yuriana.Di pulau pribadi Billy Volker, tidak ada satu pun pelayan, hanya ada lusinan bodyguard dan semuanya pria. Lima merasa kesulitan karena tidak terbiasa menggendong bayi.Sejak kemarin, Billy sendiri yang mengasuh Yuriana. Tetapi, hari ini, Billy sedang ingin santai-santai dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun."Malas. Kamu saja yang mengembalikan kalau mau.""Bagaimana saya pergi dari pulau ini kalau cuma Tuan yang bisa menerbangkan helikopter," gerutu Lima."Jangan berisik di dekatku kalau nggak mau aku hukum," ancam Billy.Billy berbaring santai sambil menikmati jus buah segar yang dipetik Lima beberapa saat lalu. Matanya terlihat hampir terpejam karena angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah tampannya.Suara Yuriana menangis membuat Billy melompat dari kursi santai. Dadanya naik turun dengan cepat karena sangat terkejut."Lima!! Kamu ini nggak becus se
"Lepaskan aku!" Emilia meronta-ronta ketika dua petugas polisi mencekal lengannya. "Brengsek! Aku akan membunuh kalian semua! Siapa yang berani melaporkan aku?!"Eric terdiam. Keputusan memenjarakan Emilia juga sangat berat baginya. Yudha dan Diana awalnya juga menentang, tetapi tidak ada cara lain untuk menghentikan kegilaan Emilia.Untung saja, penangkapan Emilia terjadi di tempat terpencil. Mereka masih bisa menyembunyikan kasus itu dari media.Setelah Emilia pergi, beberapa petugas kesehatan yang berjaga-jaga sebelumnya masuk dan memeriksa semua orang. Aldo yang paling parah lukanya. Hampir semua jahitan di perut Aldo terlepas. Ia cukup beruntung karena organ dalam yang tadinya terluka masih baik-baik saja.Rombongan Yuna dan Eric bersama-sama menuju ke kantor polisi terdekat untuk menginterogasi Emilia. Selama berjam-jam, Emilia hanya mengamuk dan mengucap sumpah serapah.Akhirnya, Emilia lelah dan mulai mengakui perbuatannya. Selama berjam-jam tadi, Emilia sengaja mengulur wakt
"Jangan bohong! Cepat katakan di mana anakku!" pekik Yuna sambil berurai air mata.Aldo mendekati Emilia. "Sayang, ayolah, kita jemput Yuriana, lalu pulang ke rumah kita. Atau ... kita tinggal di sini saja berdua. Nggak akan ada yang mengganggu kita. Kita bisa punya anak sendiri. Sekarang, kembalikan dulu Yuriana."Iris mata Emilia berpindah ke arah pintu. Dua pria lain menerobos masuk ke dalam rumahnya. Eric dan Rendra akhirnya sampai, setelah berlarian ke tempat itu.Tanpa memedulikan apa yang baru terjadi, Eric langsung menarik kemeja Aldo dan memutar badan Aldo ke arahnya. Ia langsung meninju wajah Aldo sampai Aldo tersungkur jatuh."Brengsek!" umpat Eric."Kenapa kamu memukul Aldo, Mas?!" Yuna menarik lengan Eric yang bersiap memukul Aldo sekali lagi. "Dia membantuku mencari Yuriana, nggak seperti kamu yang nggak peduli sama sekali!""Kamu membelanya?!" bentak Eric. "Aku nggak membelanya. Kamu datang-datang cuma mau cemburu? Yang ada di pikiran kamu itu apa sebenarnya? Kamu ngga
Emilia membawa Yuriana ke praktik dokter terdekat. Dokter mengatakan jika Yuriana harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan penunjang."Sakit apa anak saya, Dok?" tanya Emilia panik. Emilia khawatir jika dokter itu akan membawa Yuriana ke rumah sakit. Keberadaan mereka bisa langsung ditemukan oleh keluarganya."Dari gejala yang Ibu sebutkan, putri Ibu kemungkinan mengalami intolerasi laktosa. Jadi, sebaiknya Ibu memeriksakan putri Ibu ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap," kata sang dokter."Apa tidak bisa di sini saja, Dok?""Maaf, Bu. Seperti yang bisa Anda lihat, kami hanya datang sesekali melakukan pemeriksaan umum gratis dan tidak memiliki peralatan memadai untuk pemeriksaan lengkap. Tetapi, kami bisa membantu Ibu untuk merujuk putri Ibu ke rumah sakit."Emilia melihat sekeliling ruangan. Hanya ada dua kamar saja di tempat itu. Satu untuk mendaftar, kamar lain untuk memeriksa. Hanya ada beberapa alat medis minim di sana."Saya ke rumah sakit sendiri saja, Dok. Ter
"Bukankah Mas Eric nggak peduli dengan kami lagi? Urusi saja pekerjaan dan sekretaris Mas Eric itu," ujar Yuna dengan suara lirih.'Yuna! Pulang sekarang! Kamu benar-benar nggak bisa mematuhi aku, hah?!' bentak Eric."Nggak, aku mau mencari Yuriana!" Yuna balas membentak Eric.Yuna mematikan ponsel Hilman supaya Eric tidak dapat menghubungi. Ia juga tidak mau Eric melacak lokasinya saat ini. Ia hanya ingin Eric melihat, dirinya tidak butuh bantuan Eric untuk menemukan Yuriana."Nyonya ... Bagaimana kalau kita kembali dulu? Saya takut ...."Yuna memotong ucapan Hilman, "Kalau kamu nggak mau mengantar aku, biar aku pergi ke sana dengan orang ini."Hilman tidak berani memprotes lagi. Lebih baik ia menurut daripada meninggalkan Yuna sendirian. Pulang-pulang, ia pasti akan kehilangan kepala jika sampai terjadi sesuatu pada Yuna.Aldo yang tadinya juga ingin membujuk Yuna agar mereka memutar mobil untuk kembali, urung mengatakannya. Aldo juga ingin segera menemukan anak Yuna. Jika terjadi ap
"Mas Eric ... malas denganku?" Air mata mulai menetes di wajah cantik Yuna. "Karena itu, Mas Eric cuma sibuk di sini, bukan malah mencari Yuriana ....""Aku juga mencari Yuriana, Yuna! Jangan sembarangan bicara! Pulanglah! Di sini kantor, bukan untuk bicara masalah pribadi," tegas Eric.Yuna menggeleng-geleng pelan. Ia tidak percaya jika Eric tega membentak dan mengusirnya. Prasangka buruk Yuna bertambah ketika melihat kehadiran Dina tadi. Dan sekarang makin menjadi-jadi.Karena Yuna tak kunjung pergi, Eric yang memilih keluar dari ruangan, meninggalkan Yuna seorang diri. Eric harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan supaya bisa menyusul Rendra untuk mencari Yuriana.Eric sepenuhnya mengabaikan Yuna yang terluka oleh kata-katanya. Yuna mengusap air mata, lalu berbalik pergi. Langkah Yuna terhenti ketika melihat sosok Dina. Yuna mendatangi Dina, tetapi Dina cepat-cepat memalingkan muka dan pergi menjauh. "Mbak Dina!!"Namun, Yuna malah memanggil Dina dengan suara lantang. Seperti k