Nilam masih mencoba mengingat nama Widya itu. Beberapa saat baru ingat, jika Widya adalah wanita yang menyukai Willy dan pernah menyekapnya.'Apa benar jika Widya yang sama? Mengapa Willy masih berhubungan dengannya? Secepat itu dia keluar dari penjara? Ah! Sekarang semua serba uang. Bodoh sekali aku!' pikirnya pendek.Ingin membangunkan Willy tapi ia tidak tega. Terlihat diwajahnya sangat lelah dan mengantuk. Disisi lain rasanya ingin membuka chat wanita itu. Dan menyerangnya. Ia yakin wanita itu juga biang Willy meragukan identitasnya.Dengan pelan Nilam mencoba membuka layar ponselnya. Dengan satu gerakan tarikan dari bawah keatas.'Sial. Ada sandinya juga!' pikir Nilam dengan mencoba mencari ide, berapa 6 digit angka untuk membuka layar.Pertama ia mencoba memasukan angka dari tanggal lahir Willy. Setelah angka itu di ketik dan menekan enter, ternyata salah.Kedua tanggal lahir Angel, namun itu juga salah. Ke tiga ia memasukkan digit tanggal lahir Nilam.'Yes! Benar!' gumamnya b
"Pesan dari siapa Shireen? Hah?"Shireen tidak kunjung menjawab. Ia masih terperangah terkejut dan segera membenarkan posisi wajahnya.Tidak menunggu wanita itu menjawab, ia segera membaca pesannya.'Bram'.[Selamat malam Sayang ...-]Baru membaca pesan teratas, ia sudah akan naik pitam. Darahnya hampir mendidih membaca sapaan sayang.Mata yang sebelumnya melihat layar ponsel, beralih melihat kearah Shireen. Ia menatap tajam istrinya itu.Wanita yang sudah ketahuan busuknya itu hanya menundukkan kepala. Plak!Dengan cepat ia menampar wajah Shireen hingga membekas merah. Terlihat jelas jari tangan Daffa disana."Sakit, Mas!" rintih Shireen dengan memegang pipinya yang terasa panas."Rasakan kamu wanita binal! Aku sudah yakin jika perbuatan kamu di belakang ku seperti ini! Sudah dengan berapa pria kamu tidur? Hem?" tanya Shireen.Shireen hanya menggelengkan kepalanya takut. Karena memang bukan hanya dengan dirinya saja ia melakukannya. Juga dengan Bram. Bahkan bayi dalam kandungan ini
Terdengar suara riuh dari depan rumah Daffa Ardiansyah. Daffa menghentikan perdebatannya dengan Shireen. Dan keduanya berjalan mendekati pintu utama."Ada apa di depan? Kenapa ramai sekali?" tanya Daffa, perasaannya sudah merasa tidak nyaman.Ia mendekatkan daun telinga dengan pintu. "Pak Daffa, keluarlah! Berikan gaji kami segera!""Pak Daffa! Sudah tiga bulan lamanya, gaji kami tidak Bapak berikan!""Kapan Bapak berikan hak kami!""Mulai besok kami akan mengadakan mogok kerja! Semua pegawai kantor absen! Sampai Bapak memberikan semua hak kepada kami!"Seperti itulah teriakan-teriakan mereka pada Daffa didepan koridor depan. Daffa kini ketakutan. 'Kenapa hidupku jadi seperti ini sih! Aku sudah tidak bisa meminta bantuan siapapun. Aku harus bagaimana?'"Kenapa kamu tidak keluar, Sayang! Jangan jadi lelaki pengecut kamu! Keluar dan hadapi mereka!" titah Shireen."Sialan kamu! Mereka bisa menerobos masuk! Dan melihat tubuh kekasihmu itu pingsan. Mereka akan berpikiran macam-macam terha
"Mas Willy?" Perasaannya sedikit lebih lega, karena ia pasti akan selamat dari kejadian ini."Berusahalah! Ayo Sayang!" ucapnya, terlihat jelas ia sangat berusaha membantu Nilam naik ke atas permukaan."Aku tidak kuat, Mas!" ucapnya.Berulang kali ia berusaha memanjat tebing itu, kakinya selalu tergelincir."Jangan berkata seperti itu. Ayo berusahalah! Kamu akan selamat. Lihat lah Angel! Dia masih membutuhkan seorang ibu!"Angel berdiri jauh dari tempat itu, William yang memintanya.William terus berupaya sekuat tenaganya. Hingga sedikit tubuhnya menunduk. Untuk meraih lengannya."Mari kami bantu! Pegang tali ini kuat-kuat Nyonya!"William terkejut mendengar suara beberapa orang datang untuk membantu sang istri, yang berada dalam ujung maut itu.Kedua sudut bibirnya terangkat. Bersyukur ada yang sudi menolong mereka.Nilam meraih tali dengan ukuran besar itu. Dan mencoba memanjatnya pelan-pelan. Dan, tak lama kemudian ia berhasil diselamatkan."Terima kasih, para bapak-bapak. Saya t
[Maaf Pak! Hari ini ada meeting dadakan. Saya tidak bisa membuat waktu untuk mengulur], kata Tiara dari seberang telepon.[Kamu kan tahu tiga hari ini aku ada liburan keluarga bersama anak istriku! Kalau mau besok adakan meeting itu!], titah Willy tegas.[Maaf klien Bapak tidak menyetujuinya, mereka berkata Jika Bapak tidak bisa hadir hari ini maka kontrak kerjasama antara perusahaan kita dengan perusahaan miliknya dibatalkan.][Memang siapa presiden direkturnya? Jika mereka dari perusahaan rendahan biar saja batalkan sekalian!][Mr. Antonio Pak Willy.] jawab Tiara. Seketika Willy berdiri. Membuat mereka yang menatapnya ikut bingung.[Undur 4-5 jam. Aku akan sampai Surabaya menggunakan jet pribadiku!]Tit!Setelah William mengakhiri panggilannya, yang menyuruh Nilam dan Angel untuk bersiap-siap kembali ke Surabaya karena ada pekerjaan yang lebih penting."Yah... Kenapa kita pulang cepat Papa? Padahal kan masih ada satu hari lagi untuk kita habiskan liburan di sini?" tawar Angel mengg
"Kenapa kamu melarang aku melaporkan ke polisi? Hah? Apa kamu tidak kasian pada Angel, jika pencuri itu akan berbuat sesuatu pada anak kita!" tegas William.Nilam terdiam dan mulai bersuara. "Bukan begitu, Mas. Aku takut saat kamu lapor pada polisi keadaan Angel makin diperburuk oleh mereka. Kita tidak tahu kan apa kemauan penculik itu!""Memang kamu tahu apa keinginan mereka? Apa mereka tidak memberi informasi lagi? Coba kamu telepon nomer tadi. Mungkin masih aktif!" titah Willy dalam kebingungan.Nilam mengangkat kembali ponselnya dan melakukan panggilan ke nomer pengirim gambar-gambar tersebut.Ia mengeraskan volume suara. Mereka mendengar jelas, jika nomer sudah di nonaktifkan."Bagaimana ini, Mas?" Nilam ikut bingung."Sudah, kamu diam-lah! Aku akan berusaha mencari bantuan!" kata Willy.Sebuah email dikirim kembali ke akun Nilam.'KAMU KATAKAN JIKA KAMU ORANG LAIN! BUKAN NILAM!' ATAU NYAWA ANGEL TARUHANNYA!'Nilam terdiam. Dan akhirnya dia memberanikan diri menunjukkan isi email
"Angel benci Tante! Tante jahat! Tante seperti seorang iblis!" umpat Angel tiada henti."Nih rasakan!" Widya menyumpal mulut Angel dengan kain. Hingga gadis itu tidak dapat bersuara."Haha, rasakan! Telinga ku sakit mendengar kamu sangat cerewet itu! Kalau di sumpal begitu kamu jadi anak manis 'kan!"Angel hanya bisa bergerak kesana kemari tanpa suara. Ia kali ini bingung. Bagaimana meminta bantuan orang diluar sana.Brak!Brak!Terdengar suara beberapa orang menggebrak pintu depan. Widya terkejut. Siapa yang berani menggebrak pintu sekeras itu. Tidak mungkin jika itu anak buahnya."Bos! Ada beberapa orang didepan pintu. Sepertinya mereka seorang pria suruhan!" kata ank buah Widya melapor."Bukan polisi?" tanya Widya memastikan."Bukan Bos! Mungkin mereka adalah orang suruhan Willy," tegasnya menerka. "Bagaimana setelah ini Bos?""Kita harus melarikan diri dari sini, sebelum mereka menangkap kita," kata Widya memberi saran."Mari Bos! Biarkan saja anak dan sopir itu di sana. Sebaik
"Sudahlah, jangan ikut campur masalah suami mu ini. Hutangnya pada Bos kami sudah menggunung.Dan sudah 5 bulan dia tidak bisa membayar cicilannya sedikitpun!" jelas salah satunya."Ya, berikan keringanan. Aku mohon! Hidup keluarga kami sedang susah, jadi tolong berikan sedikit kebaikan kalian untuk keringanan kami," kata Shireen memohon."Sudahlah Shireen. Jangan ikut campur. Aku bisa atasi sendiri!" teriak Daffa. Dengan menyingkirkan tubuh Shireen yang menghalanginya. "Baiklah! Mana bolpoin-nya!" Segera Daffa meraih kasar benda kecil panjang itu dari tangan pria di sampingnya.Dan mempercepat memberi tandatangan yang mereka pinta, dari lembar pertama sampai lembar terakhir tanpa membacanya."Mas, kenapa tidak kamu baca dulu semua isinya? Jangan asal main tanda tangan begitu? Jika disana mereka meminta harta lain yang kau miliki, lalu kamu tidak bisa membayar semuanya. Kita akan jadi gelandangan, Mas!" sergah Shireen.Semuanya sudah terlambat, Daffa menyerahkan map itu pada mereka.
"Tidak, Dokter. Saya akan menemani istri saya, saya tidak akan meninggalkan dia.""Oke baiklah. Anda bisa masuk ke ruangannya. Ada ruang khusus didalam untuk Anda beristirahat. Jika Anda lapar cafe dekat dengan ruangan ini.""Terimakasih, Dokter."*****Saat yang ditunggu William telah berlalu. Ia melihat jari Luna bergerak-gerak. Terlihat kedua matanya mengerjap beberapa kali. Dan tak lama kemudian -- kedua mata itu terbuka."Luna? Kamu sudah sadar?" William bertanya dengan mata berkaca-kaca.Luna kesulitan berbicara, karena kulit wajahnya masih terasa kaku, dan perih. "Ya"Hanya jawaban singkat yang dia bisa dengar. William bergegas keluar, dan memberitahu dokter, jika istrinya telah sadar.Tak lama kemudian William kembali bersama dokter. Pria berkulit putih susu, berambut pirang itu segera mengecek kondisi Luna.Beberapa peralatan medis ia gunakan untuk mengecek keadaan Luna. "Kondisi fisik Nyonya Luna baik. Kita bisa menunggu sampai besok. Saya akan buka perban besok pagi.""Syu
Beberapa saat berlalu -- Angel telah sembuh dan diperbolehkan pulang.Wajahnya terlihat penuh dengan sukacita. Karena sebentar lagi, Anita mengatakan jika orang tuanya akan melangsungkan sebuah pernikahan.Sebenarnya gadis kecil itu merasa bingung -- meski ia masih batita, ia sempat berpikir, kenapa mereka harus menikah lagi? Bukankah mereka sudah menjadi pasangan suami istri? Ia tidak berani menanyakan hal itu pada Mama atau Papanya. Cukup melihat mereka bahagia -- ia juga merasakan kebahagiaan yang sama. Dan mamanya telah menjanjikan jika adik baby sudah sembuh -- boleh dibawa pulang. Ia telah menyiapkan nama yang indah untuk Putri Shiren itu. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Luna dan William tampak menggendong seorang bayi mungil. Dengan riangnya Angel berlari ke arah mereka dan menyambut kedatangan bayi itu di rumahnya."Mama ... Angel telah menyiapkan sebuah nama untuk adik Baby. Bolehkah aku memberi nama Feby?" tanya Angel."Tentu boleh, dong, Sayang." Luna memberi seny
Mereka terkejut melihat mangkuk berisi bubur itu terjatuh setelah seseorang membuangnya paksa.Luna melihat siapa yang melakukan itu -- ternyata Papa Seno. Lekas ia berdiri. "Tega sekali Papa melakukan semua ini? Tidak-kah Papa tahu, jika Angel tidak mau makan? Lihatlah keadaannya sekarang?" bantah Luna.Seno mengacungkan jari telunjuknya. "Siapa kamu? Atas izin siapa kamu berani bicara lantang terhadapku, hah!""Aku minta maaf, Papa. Tapi baru saja Angel mau membuka mulutnya. Dan sekarang, bubur itu sudah dilantai.""Cukup! Aku tidak mau kamu memanggilku dengan sebutan Papa! Siapa yang mengizinkan kalian menginjakkan kaki di rumah ini?" bentak Seno -- wajahnya tampak merah padam."Aku, Mas! Sudah! Biarkan mereka disini menemani Angel." Anita meminta Seno dengan harapan."Oppa ... Kenapa Oppa kejam pada Mama dan Papa Angel? Kenapa Oppa memisahkan Angel dengan mereka?" tanya Angel dengan terisak.Anita memeluk tubuh kecil Angel. Ia tidak ingin gadis kecil itu menangis. Baru saja ia te
Sudah beberapa waktu lamanya akhirnya pintu ruang persalinan kembali terbuka. Mereka yang menunggu dari tadi segera menghampiri dokter yang baru keluar melewati pintu -- wajahnya terlihat sedih. Seperti ada sesuatu yang baru saja terjadi.Namun pikiran itu segera ditepis oleh Luna, semoga yang ia pikirkan tidak seperti yang sedang terjadi."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter? Apakah kalian berhasil menyelamatkan keduanya?" Daffa memulai pertanyaan. Dalam beberapa saat pria yang mengenakan jas putih itu diam. Membuat semua yang berada di sana merasa tidak tenang. Diamnya dokter itu -- sudah mewakili jawabannya. Daffa yang memiliki status sebagai suami Shireen, lekas masuk begitu saja ke ruangan persalinan tersebut. Diikuti oleh Luna dan William.Langkah mereka terhenti, setelah melihat seorang perawat menutup tubuh Shireen dengan kain putih sampai atas kepala. Dan perawat lain sibuk membersihkan bayi yang tampak masih merah berlumuran darah -- Setelah beberapa saat -- mereka men
"Luna ... Perutku sakit!"Luna seketika panik. Ia lekas berteriak meminta pertolongan. Beberapa pria berseragam datang, dan memapahnya."Bawa dia kerumah sakit!" titah seorang polisi dengan pangkat tinggi."Berapa usia kandungannya? Apa dia akan melahirkan?" gumam Luna.Ia ikut mendampingi Shireen ke rumah sakit. Dengan mobil salah satu anggota polisi. "Bertahanlah Shireen ..." ucap Luna menguatkan.Ia menggenggam tangan Shireen erat. Ia tidak tahu bagaimana rasanya akan melahirkan. Banyak wanita mengatakan jika sakitnya luar biasa. Kontraksi menjelang persalinan sedikit banyak mirip dengan kram saat menstruasi. Bedanya, kontraksi ini akan terasa beberapa kali lebih berat daripada kram perut menstruasi. Rasa kontraksi juga mirip seperti perut kembung atau 'begah'.Sudah berbagai upaya Luna untuk bisa mendapatkan momongan. Namun tidak ada hasilnya. Selama tujuh tahun ia mendambakan seorang bayi, namun ia masih belum diberi kepercayaan juga.Teringat saat William melakukan dengannya.
Hari itu William sedikit sibuk. Mengurus semua kasus Luna dengan polisi. Ia telah membawa banyak bukti bersama saksi dan pengacara handalnya.Ia tidak perlu mengajak Luna ke kantor. Ia akan tangani sendiri -- tanpa melibatkan Luna. Wanita itu cukup diam saja dikontrakkan menunggu kabar dari William. Pekerjaan itu akan segera ia atasi. Namanya akan kembali bersih. Dan ia akan menikahinya. Dengan identitas aslinya 'LUNA'.Hari itu wanita yang biasanya suka menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan rumah hanya diam saja berpangku tangan.Bingung mau melakukan pekerjaan apa. Setelah semua pekerjaan rumah sudah ia kerjakan. Tidak seperti kediaman Bhaskara -- luasnya berhektar-hektar. Ia hanya cukup membersihkan kontrakan itu dalam waktu sesaat saja.Luna berjalan keluar, dan mendaratkan bobotnya dikursi kayu bersandar dinding depan. Celingukan melihat dari kejauhan -- satu kontrakan jauh yang disewa William."Jaraknya jauh, aku tidak mampu menjangkau wajah pria tampan itu. Ah, aku rindu p
"Kamu?"Luna terkejut akan siapa yang datang malam ini. Ia mendorong Luna masuk. Seketika ia menguncinya dengan cepat."Apa yang kau lakukan? Bagaimana kau tahu aku tinggal di sini?" Luna bertanya dalam keadaan takut."Kebetulan kontrakan aku juga dekat dari sini -- aku bisa mengunjungi atm-ku lebih dekat lagi," ucapnya dengan senyum menyeringai."Maksudmu?" Pria itu mendorong tubuh Luna sampai sudut tembok.Luna ingin tetap tenang, meski pikirannya ketakutan. Tubuhnya dingin dan gemetar. "Kenapa sih? Biasanya saja kamu sok jadi bos, sekarang? Uda miskin ya?" ejeknya -- belum tahu kebenaran."Tolong kamu jangan banyak bicara. To the points saja -- kau mau apa? Dan mengapa kau mengunci pintunya?" Luna mengangkat alisnya menguatkan diri. Meski sebenarnya ia paham pria itu akan melakukan apa."Sebenarnya aku mau uangmu, beberapa bulan terakhir, tidak ada job apapun darimu atau boss lain," ucapnya memberi alasan."Aku tidak ada uang!" bantahnya dengan membulatkan kedua mata ."Oh ya, ka
"Tidak! Sampai kapanpun aku tidak akan menerimanya!"Perkataan itu membuat hati Anita tersentak. Ia harus menyadarkan suaminya untuk menerima Luna.Anita tidak melanjutkan obrolan ditelpon. "Pa, kita bicarakan lagi di rumah nanti ya, Mama tutup telponnya," ujarnya -- menghentikan serangan pertanyaan dari William.Ia melihat keatas kaca spion. Terlihat jelas kedua insan yang bukan anak kandungnya itu tertawa bahagia. Ia tidak akan merusaknya. Ia sudah ikhlas menerima kenyataan jika putrinya telah meninggal dunia. "Ma, kenapa diam setelah melakukan panggilan pada Papa? Apa yang Papa katakan?" tanya William -- membuyarkan lamunannya."Ah! Tidak! Tidak ada yang Papa katakan." Anita terdengar gugup. Setelah menjawabnya.Luna merasa jika Seno tidak akan mau menerima dirinya disana. Luna sangat tahu diri. Ia pun bisa merasakan hal yang sama dengan Seno.Kehilangan seseorang yang dikasihi -- dan parahnya dia sendiri yang memanfaatkan kesempatan itu untuk memakai identitasnya. Ia lebih memil
William menciumi tangan Luna beberapa kali. Ia yakin dan sadar -- jika dia sangat mencintai Luna.Perasaan sedihnya-- berganti kebahagiaan, karena menemukan Luna di sini."Sudah lepaskan Mas, tidak enak dilihat banyak orang. Lihatlah orang-orang memperhatikan kita. Aku sangat malu sekali."Luna mencoba menyingkirkan genggaman tangan William. Tampaknya ia enggan melepasnya. Semakin Luna menyuruh melepaskan, ia semakin erat menggenggamnya.Dua sudut bibir Willy mengembang selalu. Terpancar kebahagiaan di kedua matanya. Luna tidak pernah melihat pria itu sebahagia ini."Aku tidak mau melepaskan tanganmu, apa lagi melepaskan dirimu untuk pergi. Sungguh aku tidak akan bisa bertahan tanpamu, Luna." Perkataan William membuat air mata Luna berlinang.Jemari Willy mengusap air mata yang tiba-tiba bergulir. Ia tidak tahu -- Apa yang menyebabkan dia menjatuhkan air hangat dari kedua bola matanya?"Kenapa kamu menangis? Apa kamu tidak bahagia jika akan hidup bersamaku? Hem?" tanya William mengan