Keduanya sudah sampai di pelataran halaman universitas Airlangga. Terlihat oleh mereka beberapa pria dan wanita yang mengenakan pakaian outbound seperti yang dipakai Nilam.Nilam dan William turun bersama dan menghampiri mereka yang berada di depan sebuah bis.Seketika mereka menyapa William dengan hormat, karena pria itu bukanlah pria sembarangan. William terkenal sebagai pebisnis sukses di kota Surabaya. Bukan itu saja Ia memiliki cabang perusahaan di Jakarta, yang dikendalikan oleh papa Nilam."Selamat pagi, Bapak William ... Suatu kehormatan sekali karena Bapak bisa hadir di sini mengantarkan Ibu Nilam," sapa salah satu pria yang akan memandu mereka.Kali ini Nilam harus lebih welcome pada mereka, Karena bagaimanapun juga mereka adalah teman-teman Nilam sesungguhnya. Ia memandang satu persatu dari wajah-wajah asing yang baru ia lihatnya ini. Ia juga harus berhati-hati dan berusaha keras untuk mengingat siapa saja nama-nama dari mereka."Ah, kamu tidak perlu memanggil saya dengan s
Matahari sudah terbit dari ufuk timur. Nilam melihat jam dengan fitur multi fungsi menunjukkan pukul 05. 30 pagi, sebelumnya jadwal keberangkatan bis dimulai pukul 05.00, agar tidak kesiangan saja--saat start pendakian.Ia menengok beberapa temannya, mereka sudah terlelap karena masih mengantuk. Bisa tidur seperti di kasur kamar hotel, kursi bus yang di desain khusus untuk penumpang kelas atas. Daftar mengikuti acara ini pun Nilam, wanita itu harus membayar uang yang lumayan, ternyata uang sebanyak itu untuk sewa bis mewah ini.Bus yang diluncurkan oleh PO. Nusantara ini dibagun di atas mesin Volvo B12M dan punya kapasitas mensin 12.000 cc serta punya power maksimal 420 HP. Uniknya bus ini punya desain interior mirip hotel berbintang 5! Kamu bisa merasakan duduk di sofa yang berlapis kulit, kursi pijat elektronik yang bisa di gunakan untuk merefleksi badan yang capek akibat perjalanan. Nggak ketinggalan pula televisi LCD 32 inchi. Namun kedua mata Nilam tidak dapat tidur seperti merek
Nilam membenarkan posisinya, entahlah sepertinya ia merasakan jika Bagas memiliki perasaan kepadanya.Terlihat dari tatapan kedua mata pria itu yang terlihat aneh saat memandangnya."Terima kasih Mas Bagas, untung saja kau menolongku," ucap Nilam. "Sama-sama, sebagai pemandu pendakian. Aku harus sigap terhadap semua anggota grup, mari kita lanjutkan! Ke-4 temanmu sudah berjalan lumayan jauh," kata Bagas, bermaksud menggandeng tangan Nilam.Sontak, Nilam terkejut. Kenapa pria itu berani memegang tangannya, gegas Nilam melepaskannya. "Maaf, aku hanya ingin membantumu, menaiki jalan terjal ini saja, tidak lebih!" jelas Bagas, ia tidak ingin Nilam memiliki pikiran macam-macam terhadapnya.Nilam buru-buru mengejar temannya yang sudah berjalan jauh darinya. "Keyla tunggu!'Keyla dari kejauhan menoleh kebelakang, dan menunggunya sampai mendekatinya. "Ya, ampun! Kamu dari mana saja? Maaf aku tidak menoleh kebelakang, Nilam." Keyla menggaruk kepala dengan cengengesan."Gak apa-apa, oh ya, t
Nilam berjalan mencari suara gemericik air tersebut, berjalan menjauhi jalan yang dipakai untuk para pendakian. Mengambil roti di bag-nya, dan memotong kecil-kecil, ia buang di jalanan yang ia lalui.Pikirnya, ia bisa kembali tanpa tersesat dengan mengikuti arah potongan roti tersebut. Ia tidak memikirkan cara lain selain itu."Sebentar saja, tidak masalah Luna. Dari pada pipis di celana, pasti malu sekali. Apalagi tidak membawa baju ganti, haish, menjijikan, siapa yang tahan dengan baunya?" mulutnya komat kamit sendiri.Kedua matanya masih mencari sumber air yang ditangkap telinganya. Ia makin berjalan jauh dari petunjuk jalan yang bisa di lewati."Dimana sih, suara itu berasal. Aku sudah tidak tahan!"Seperti yang pernah di baca sebelumnya, oleh Nilam. Lembah Kidang, seperti halnya bagian-bagian lainnya di dalam hutan dan gunung, adalah sosok seribu wajah. Bentang alam yang bergantung pada sifat waktu dan cuaca. Jika waktu terang dan cuaca bersahabat, Lembah Kidang akan terlihat cer
William mencoba menghubungi kembali Bagas, beberapa kali nomor Bagas tidak dapat dihubungi. William mencoba berpikir positif, jika di gunung susah signal. Jadi seberapa pun ia mencoba menghubungi, tidak akan ada hasilnya.Willy mencoba mengecek, dari geogle maps yang sudah di setting olehnya, perangkat untuk menghubungkan ponselnya dengan Nilam, ia akan tahu, dimana pun lokasi istrinya berada."Apa yang Papa lakukan sih? Angel tidak paham," ucap Angel polos, dia melihat Papanya mengutak-atik benda canggih milik Willy."Princess Papa, kamu main sama Bik Marni dulu ya, Papa mau mencari informasi tentang mama dulu," ucap William dengan mengelus kepala Angel lembut."Tapi, Angel mau mendengarkan suara mama, Angel sudah kangen, Pah. Seharian tidak bertemu mama," ucap Angel mulai merajuk."My princess, mulai nakal ya, gak mau dengar ucapan Papa? Hah?" kata William menakuti dan nada suaranya sudah menakuti Angel."Ayo, Sayang. Nanti di marahin Papa lho kalau tidak menurut," bujuk Marni, den
Nilam berjalan pelan, menerobos ilalang yang kian meninggi. Menggunakan dahan kayu membelah tumbuhan liar itu.Menelisik, ia takut jika hewan berbahaya itu menggigitnya. Ia tidak akan bisa menemukan bantuan jika sampai terjadi sesuatu pada dirinya.Dari kejauhan terlihat menggeliat seekor ular besar menuju ke arahnya. Sontak, Nilam harus mengambil langkah cepat meninggalkan tempat itu.Dengan langkah kaki yang sedikit tertatih ia berhasil pergi meninggalkan tempat yang bersarang ular tersebut.Sungguh kali ini kakinya tidak mampu untuk melangkah kembali, Dia sangat berharap besar Bagas ataupun yang lainnya menemukannya dia di sini. Ia sudah tidak tahu arah jalan lagi, Nilam benar-benar tersesat di hutan dengan pohon-pohon yang rimbun.Ia rehat kembali di bawah pohon, mencoba memeriksa ponselnya. Dan memeriksa GPS, mungkin ia bisa mendapatkan sedikit koneksi jaringan."Ah, sial! Tidak ada sedikitpun koneksi jaringan internet. Bagaimana Bagas ataupun Mas Willy bisa menemukan aku?"Nilam
Semula William yang duduk di balik kemudi helikopter. Perasaannya teramat bahagia menemukan istrinya, Nilam. Perasaannya campur aduk; antara bahagia, cemas, khawatir, dan sedih. Ia yang telah berulang kali mencoba menghubungi Nilam, namun tidak ada jawaban dari ponselnya. Serta hambatan koneksi jaringan terbatas. Ini memperparah kekhawatiran William. Yang selalu membuat nya terus bertanya-tanya apakah istrinya baik-baik saja.William berusaha keras menemukan istrinya. Ia mencari di setiap sudut hutan, dan akhirnya ia telah menemukannya sekarang. Setelah beberapa jam lamanya ia mencari.Setelah beberapa saat terbang di udara, William dan pilot helikopter berhasil menemukan lokasi Nilam. Lembah Kidang, tempat yang tenang dan damai tersebut, memberikan sedikit kelegaan bagi William.William memeluk erat Nilam, ia menjerit-lirih memanggil nama istrinya. Akhirnya, mereka bertemu, dan William melihat betapa keadaan istrinya cukup mengkhawatirkan."Mas tolong lepaskan aku, aku tidak bisa na
Kedua mata Nilam melihat langkah kaki sang suami bergerak mendekatinya. Ia tersenyum tipis. William tidak kunjung bicara, ia memperhatikan wajah istrinya yang menyedihkan. Memakai baju yang sudah di ganti seragam biru dari rumah sakit.Menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana. Sembari mengelus rambutnya Nilam yang tergerai bebas di bantal berwarna putih.Setiap lekuk wajahnya memiliki sebuah arti, ia makin bersalah sebagai pria tidak bisa melindungi istrinya.Rasa bersalah itu makin mencuat saat Nilam menitihkan air mata. "Sayang, saat ini apa yang kau rasakan?" tanya Willy menciumi punggung tangannya, sebuah selang infus mengalir di tubuh nya melewati telapak tangannya. Sebuah cairan infus dan kantong darah. Tekankan darahnya sangat rendah saat ini."Aku sudah lebih baik, kamu jangan khawatir! Cengeng sekali kau, Mas! Udah, gak usah sedih, lagian aku juga sudah ketemu bukan!" cetus Nilam, mengembangkan senyumnya terpaksa."Dasar kamu, Sayang! Bagaimana jika aku gak sigap, cep