Willy melihat Nilam berpelukan dengan pria lain sambil mengikuti irama musik. Tampakya mereka sangat enjoy melakukannya. Meski Willy dalam keadaan mabuk, ia masih sadar dengan apa yang dilihatnya sekarang.Kedua tangannya menggenggam erat, aku kasih ia melangkahkan kaki menuju ke arah mereka.Darahnya kali ini mengalir sangat deras bahkan seperti sudah mendidih. Willy menggertakkan gigi-giginya karena kesal, lihat istrinya dalam keadaan seperti ini.'Oh, ternyata seperti ini kelakuanmu di luar, Nilam. Apakah pria ini yang sudah membuatmu melupakan diriku? Sungguh kelakuanmu ini tidak dapat ku maafkan!' gumam Willy, murka.Segera ia melepaskan pelukan pria itu dengan istrinya dengan paksa. Yang bersyukur karena suaminya telah menolongnya."Mas Willy ... Syukurlah kau datang,-" Plak!Belum sempat ia melanjutkan ucapannya pria itu menamparnya dengan keras."Auh! Sakit! Apa yang kau lakukan padaku?" tanya Luna, ia tertunduk sambil memegangi pipinya.William tidak lekas menjawab pertany
"Sayang ... Ku mohon. Buka matamu!"Suara seorang pria terdengar kembali di telinga Nilam, kali ini lebih lembut dari terakhir ia bicara.Sebuah belaian penuh kasih, menyapu rambutnya perlahan. Ia lebih nyaman merasakan sentuhan tangannya.Matanya enggan terbuka, ia masih ingin di perlakukan manja oleh pria ini. Ia takut jika saat membuka mata semua berubah. Termasuk wajahnya.Tapi, ia masih sadar jika pria ini bukan suaminya. Terkadang buaiannya mampu melupakan segala hal.'Masih bermimpi-kah diriku, sekarang? Aku masih ingin bermimpi bersamanya. Oh Tuhan, jangan biarkan aku terbangun dari mimpiku ini,' ucapnya tanpa suara."Sayangku, Nilam. Apa kamu mendengarkan suaraku?" tanya suara itu kembali.Sebuah kecupan lembut terasa hangat dibibir-nya. Ia pria yang hangat, Nilam makin mencintai suami wanita itu.Apakah ia akan membiarkan perasaan ini tumbuh begitu saja? "Mas?"Terdengar suara lirih panggilan untuk Willy, pria itu memperhatikan gerak bibir istrinya dengan seksama.Ia tidak
"What?"Nilam ternganga, ia tak percaya pada akhirnya ia harus terjebak dalam situasi sulit ini.'Tolong! Please! Angel, Bibi Kira atau Marni, datanglah! Hiks hiks,' jerit Nilam dalam hati.Ia sangat tertekan sekarang, apa pantas ia berlari minta tolong. Secara naluri, benda terong tersebut juga amat tajam."Sayang! Kenapa kamu diam saja? Pakailah sekarang! Atau mau aku pakaikan--itu? Aku pun tidak keberatan untuk memakai kannya ditubuh indah-mu." William menggoda Nilam dengan memicingkan sebelah matanya. Ia tampak sukses rupanya buat Nilam menyerah."Mas, bolehkah aku bernapas beberapa menit?" ucapnya dengan wajah memelas."Haha. Kamu terlalu lucu, Sayang! Tidak! Aku tidak mau! Aku ingin saat ini, menit ini dan detik ini. Lihatlah, ini dulu kesayangan kamu lho!" kata William.Saat akan mengeluarkan benda tumpul itu, pandangan Nilam berubah menjadi putih, tubuh nya melemas, dia akan terjatuh tak sadarkan diri.Sebelum jatuh--dengan sigap William segera menyanggah tubuhnya, ia sepert
Renata mulai terhentak, ia merasa Nilam memojokkannya. Namun sebagai bawahan yang bisa dipercaya dan dapat bekerja secara profesional, dia akan mencari tahu siapa yang sudah merubah data-data pembukuan.Uang sebesar Rp. 65.000.000 bukan nominal yang sedikit, ia harus tahu ke mana larinya uang tersebut. "Aku beri waktu satu minggu, untuk mencari informasi selanjutnya dan berikan hasilnya padaku secepatnya!" perintah Nilam dengan tegas."Baik Bu Nilam," jawab Renata ia menunduk lalu segera pergi."Haish ... Bekerjalah dengan semangat Renata. Maaf aku harus bersikap kasar. Tapi sebenarnya aku sudah mengetahui siapa yang sedang ingin bermain-main."Nilam setiap hari mengecek data pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Semuanya sudah di tampilkan di layar laptopnya."Aku akan pantau pergerakan kamu, jika pekerjaan kamu seperti ini, aku tidak segan-segan memecat-mu!"Nilam memutar-mutar kursinya berulang kali, ia melihat di sana tertera pria itu ternyata sering memakai uang perusahaan tanpa
Sesuai perintah wanita yang tadi memberi tawaran sejumlah uang besar, ia akan mengikutinya."Sayang, mari kita lakukan bersama sekarang," ajak Bram. Shireen mengangguk patuh.Dalam rencananya--ia juga ingin menipu Daffa, dengan ia hamil bersama Bram, Shireen akan menunjukkan bahwa anak dalam kandungannya itu adalah anak Daffa Ardiansyah. Hingga kesempatan ia menjadi istri Daffa lebih cepat terealisasikan.Pria itu menggendong tubuh Shireen yang tidak terlalu gemuk masuk ke dalam rumah kontrakannya. Ia membaringkan tubuh wanita cantik itu, di atas ranjang miliknya. "Sayang, persiapan saja dirimu ya!"Shireen mengangguk. "Bram Sayang, kamu tidak perlu takut. Sepertinya kau sangat canggung?" "Aku berjanji padamu, tidak akan meminta pertanggungjawaban darimu. Jika hamil nanti, aku akan menyuruh Daffa yang akan menikahi-ku," jelas Shireen.Bram tersenyum menyeringai, ia merasa sangat kebetulan sekali dapat perhiasan tanpa bekerja keras.Bram memberi secarik kertas, dan meminta tandatang
Wanita itu menoleh kebelakang, melihat seorang wanita dengan tas branded menunju ke arahnya."Saya?" Dengan mengangkat bahu, dan menunjuk dirinya sendiri."Ya, kamu! Kamu pegawai baru?" tanya Nilam, yang perlahan berjalan menuju kearahnya."Saya sekretaris baru Pak Willy, Anda siapa?" jawabnya dan berbalik memberi pertanyaan pada Nilam."Sekretaris? Hah, apa suami saya sudah memberi interview pada, Anda?" tanya Nilam tidak percaya. Wanita seperti ini, tidak pantas bekerja di perusahaan Willy. Hanya mengandalkan fisik. Nilam sudah memberikan standar berpakaian yang harus ditaati."Oh, maaf ini Ibu Direktur istri Pak Willy? Saya sudah di interview Pak William kemarin sore Bu," tanya wanita itu seketika membenarkan posisi berdiri dan bajunya.Ia sedikit menundukkan kepala saat tahu wanita di depannya ini adalah Ibu Nilam. Jika tahu dari tadi, ia sudah menghormatinya."Maafkan saya, Ibu Nilam," lagi, ucapnya dengan menundukkan kepalanya.Seharusnya ia lebih menata perilakunya, kalau sepe
Dua jam sudah berlalu, pekerjaan Tiara selesai. Ia tidak menghubungi Renata. Ia dengan beraninya mendatangi ruangan William.Tok tok tok!"Permisi, Pak!" "Ya silahkan masuk!" perintah Willy dari dalam ruangan.Tanpa sungkan wanita itu memutar handle pintu dan membukanya. Melihat wajah pria tegap, penuh wibawa tentunya karismatik ia makin bersemangat.Willy tidak melihat siapa yang masuk, saat melihat sekilas ternyata wanita yang ia interview sore kemarin.Bukan karena cantik dan bodynya yang bagus. William tertarik pada skill dan pengalaman kerjanya yang bagus."Kamu? Saya tidak memanggilmu kemari! Siapa yang menyuruhmu masuk keruangan saya?" tanya Willy menelisik.Ia tidak senang jika asal keluar masuk tanpa ada perintah darinya. William melepaskan mouse-nya dan melipat tangan didada."Saya minta maaf, Pak! Saya baru dan belum tahu apa saja yang harus saya kerjakan. Saya hanya mengerjakan pekerjaan di map ini, dan telah selesai. Jadi saya ingin Bapak memeriksanya," kata Tiara menyera
Nilam keluar ruangan, menenangkan Willy agar tidak marah kembali. Ia harus membela Gabriella-- telah menolongnya.Segera ia menuju keruangan bersama Gabriella. Wanita itu mengatakan jika Nilam memiliki undangan makan malam oleh seorang pemilik perusahaan textile ternama di kota Surabaya ini."Terimakasih Gabriella! Oh ya, apakah Bapak William tidak mendapat undangan juga?" tanya Nilam setelah--sekretarisnya memberikan sebuah undangan berwarna putih."Maaf Ibu Nilam, undangan hanya untuk Ibu saja," jawabnya. Setelah itu-- ia segera pergi.Wanita itu dengan cepat membukanya, merasa aneh saja siapa pengirim dan kenapa hanya ia yang di beri undangan itu?'Hem, textile? Ah, aku tidak ada mood jika undangan itu dari Daffa Ardiansyah! Tapi, coba ku lihat dahulu!' gumamnya dalam hati.Setelah pembungkus bening ia lepaskan, barulah ia bisa melihat tulisan di dalamnya.Sebuah undangan makan malam yang di hadiri oleh lima direktur utama pemegang saham terbesar di Surabaya dan Bali. Tertera disa