Home / Romansa / Kupinang Kau Walau Tak Berayah / Bab 6. Gadis Belagu Yang Menarik Hati

Share

Bab 6. Gadis Belagu Yang Menarik Hati

Author: Nick RA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

***

"Oke, aku maafkan. Tadi malaikat kecil ini udah pesen dulu. Ini yang kedua. Berapa totalnya?"

"5 ribu, P-pa-k, eh-- Kak ..." ucap Maira menggantung, tampak ragu dan takut. Raditya menahan tawa, demi dilihat si penjual cilok itu seperti ketakutan tak berani menatap matanya yang dari tadi terpaku pada gadis itu.

'Aku galak, ya? Hahaha,' batin Raditya tertawa.

"Semua?" Raditya menaikkan alisnya.

"Yang pertama saya niatkan sodaqoh." Raditya mengulum senyum tipisnya, tak ingin terlihat rasa bangganya pada gadis itu.

Raditya mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan ditaruh diatas gerobak Maira.

"Kembaliannya, Pak! Eh, Kak!" Raditya yang sudah berjalan meninggalkan Maira.

"Dasar orang kaya sombong!" Maira ngedumel sambil mengambil kembalian untuk pria yang tak mau dipanggil bapak itu.

Setelah selesai mengambil sejumlah kembalian, dia menghadang langkah Raditya. "Ini kembaliannya, Pak." Napas Maira terengah-engah.

Raditya memandangnya cukup lama. 'Gadis yang menggemaskan. Muka putihnya kini semakin kemerah-merahan.'

"Ambil saja," dengus Raditya setelah kesadarannya kembali sambil menurunkan Aira dari gendongannya.

Maira tersinggung saat mata Raditya terus menatapnya aneh. Gegas ia memberikan uang kembalian dalam lembaran yang banyak pada Aira. "Ini, Dek. Kasihkan kakak kamu." 

"Makacih, Kak." Maira menahan kekesalannya pada pria menyebalkan itu, tersenyum pada Aira dan mengusap kepalanya, lalu kembali ke sepeda bututnya.

"Dasar cewe belagu!" omel Raditya kesal sambil memandangi Maira.-"Tapi kamu baik dan jujur." Bibirnya tak bisa tidak meluncurkan pujian melihat sifat penjual cilok yang cukup menyita perhatiannya.

'Seberapa enak sih ciloknya sampai pada ngantri gitu?' Raditya memandangi cilok yang dari tadi Aira makan dengan begitu lahapnya. Raditya menelan salivanya.

'Sepertinya aku juga ingin mencicipi cilok gadis belagu itu.'

***

Sementara itu Maira tersenyum karena dandang ciloknya telah bersih. "Alhamdulillah, walaupun berangkatnya siangan daganganku habis."

"Aku harus segera pulang dan mengemas snak," putus Maira sambil beberes pulang.

"Kaak ... macih?" tanya anak kecil yang sudah dua kali membeli cilok Maira.

"Maaf, Dek, habis. Kalau ini mau gak?" tanya Maira sambil menyodorkan sebungkus permen kaki yang didapatnya dari kembalian saat aku membeli air mineral.

"Jangan menerima apapun dari orang yang tak dikenal, Sayang. Maaf, ya, Mbak ... Jangan kasih anak saya barang begituan, gak sehat." Maira langsung merapatkan kedua bibirnya serapat mungkin. Antara merasa bersalah dan kesal.

'Ya Tuhan ..., kebanyakan orang kaya memang mulutnya pedas melebihi cabai rawit setan.' Maira menelan salivanya cepat. Takut? Sepertinya ...

"Pa, cekali-cekali boyeh, kata Ounty Fen." Raditya mendengus menatap Maira dengan tatapan anehnya.

"Saya minta maaf, Pak. Saya tidak akan mengulangi." Janji Maira dengan suara menyesal, kapok berurusan dengan pria kaku seperti Raditya.

"Sudah kubilang jangan panggil aku 'Pak'! Aku bukan bapakmu. Apa wajahku sudah seperti bapak-bapak, hmm?" Maira menggeleng cepat.

Dengan takut-takut Maira menelisik wajah Raditya. 'Memang dia masih cukup muda, mungkin masih kuliah, dan punya anak ... apa anak kecil ini anak diluar nikah? Sama seperti aku? Bedanya aku tak punya ayah, dia tak punya ibu, begitukah? Hii,' batin Maira bergidik ngeri saat membayangkan dirinya dan gadis kecil periang itu. Maira sudah tidak konsen pada Aira karena pria itu masih memandanginya kesal.

"Kaak, boyeh kenayan gak?" Maira melirik pria itu diam saja dan masih memandangnya.

'Mau menolak, pasti gadis kecil itu akan kecewa.'

"Boleh, nama adik siapa?" tanya Maira sambil berjongkok untuk menyamakan posisinya agar sama tinggi dengan gadis kecil yang minta kenalan itu.

"Aiya ..." Maira tersenyum kecut saat melihat senyum Aira manis sekali, tanpa beban hidup.

'Tuhan ... Dia nampak bahagia sekali. Pasti dia dilahirkan dari pasangan halal yang bahagia. Tidak seperti aku. Ugh! Sabar, Maira!' Maira menahan air mata yang sudah berkumpul dipelupuk matanya agar tak keluar. Dengan cepat ia menempelkan handuk kecil dibahunya ke arah mata.

"Kakak ciapa?" Suara kecil itu membuyarkan lamunan Maira.

"Nama kakak, Maira. Kamu Aiya ya? Mirip, ya, nama kita ...," gumam Maira sambil tersenyum. Ia melepas topi yang menutupi kepalanya. Tampak anak rambutnya saling menempel ke dahi yang dilem oleh peluh. Dia mengusap dahinya dengan handuk kecil dipundaknya. Raditya speechless melihat tingkah Maira yang tampak mengagumkan dimatanya.

"Bukan Aiya! tapi, AIYYA ..." Maira tak mengerti kenapa dia protes dengan nada penuh penekanan. Namun gadis yang penuh peluh itu tersenyum bingung padanya. Sepintas ia melirik pria kaku dan galak yang tak mau dipanggil bapak itu.

"Namanya Aira, bukan Aiya," ucap Raditya yang dari tadi diam saja.

"Owh? Kamu Aira?" Gadis kecil itu mengangguk dan meraih jemari Maira.

"Nanti akak cantik kacih aku ciyok yagi, ya. Enyak." Maira tersenyum mengangguk meski agak kesulitan mencerna kata-kata Aira yang menggemaskan itu.

"Iya, insya Allah. Biasanya sore kakak jualan disini. Kamu ajak kakak kamu kesini. Nanti kakak kasih." Raditya melotot tak percaya penjual cilok bernama Maira itu menyangka dirinya adalah kakak Aira.

'Hehe, kemudaan kalau dipanggil kakak, Nona!' batin Raditya kesal campur gemas pada Maira. Apakah traumanya kini benar-benar sudah menguar karena Maira yang terlihat menggemaskan dimata Raditya?

"Hoyee!" Sorak Aira kegirangan dengan kedua tangan diangkat-angkat keatas. Tanpa sadar Maira tersenyum kecut. Gadis kecil ini beruntung sekali dia punya kakak yang baik walaupun kaku dan galak. Dia seperti tak punya beban hidup. Lain sekali dengan dirinya. Hidup hanya berdua dengan Ibu yang jarang tersenyum padanya. Tak punya kakak atau saudara lainnya untuk bisa sekedar menjajakannya cilok seperti ini.

"Kakak udah yama ya jualan ciyok?" tanya Aira masih dengan nada penasaran sambil melompat-lompat melihat dandang cilok.

"Lumayan, sejak awal kuliah ..." Maira tak sadar kalau ia menjawab pertanyaan anak kecil. Pikirannya melayang membayangkan tingkah Aira yang nampak begitu bahagia. Andai ia bisa seperti Aira.

Raditya yang mendengar jawaban Maira tersenyum. Gadis kuliahan tapi mau bersusah payah berjualan cilok ..., sungguh menarik hati Raditya. Dia memperhatikan Maira yang tampak melamun. Terlihat banyak beban yang dipendam gadis itu.

'Apakah dia punya masalah yang begitu rumit?' batin Raditya penasaran.

***

*

Related chapters

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Bab 7. Lara Humaira

    ***Sementara itu di rumah Andri tampak putrinya yang bernama Nayla sedang tersenyum manis menyambut kekasihnya yang dari fakultas ekonomi di kampus yang sama dengannya.Namun sebelum Zian Bintoro-nama kekasih Nayla itu menghampiri Nayla, matanya melongok kearah kebun belakang rumah Andri."Nyari apa sih, Yang?" tanya Nayla kesal karena ia tahu kekasihnya pasti mencari keberadaan Maira."Maira ada?" Nayla mencebikkan bibirnya kesal karena Zian selalu saja menanyakan Maira saat ke rumahnya."Aku di sini lho, Yang! Ngapain kamu tanya pembantuku?""Ada apa tidak?" tanya Zian dingin."Gak ada, dia jualan. Udah ah! Jangan bahas dia lagi. Menjadikan mood kita buruk. Lebih baik kamu duduk dulu, aku ambilin kudapan.""Yang buat Maira?" Nayla kesal karena Zian dari tadi hanya bertanya Maira-Maira melulu."Ya iyalah, namanya juga pembantu. Ya tugasnya masakin semuanya buat kita. Bentar, ya?" Zian mengangguk tersenyum karena disaat ia ke rumah Nayla selalu bisa menikmati makanan buatan Maira-mah

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Bab 8. Sepupu Rasa Pembantu

    ***Setiba Maira di halaman rumah Andri-adik dari ibu Maira, mata Maira melihat Nayla-adik sepupunya dan pacarnya tengah ngobrol di teras. Maira mengerem sepedanya dan memasuki halaman rumah Om-nya dengan menuntunnya pelan-pelan ke belakang. Andri menyediakan sebuah kamar kecil dibelakang rumah mewahnya untuk Maira."Maira!" teriak pacar Nayla dan mendekat pada Maira.Deg!"Ya Tuhan, kenapa lelaki itu memanggilku? Bisa habis aku kena marah Nayla nanti," gumam Maira lirih. Maira pura-pura tak mendengar dan terus saja menuntun sepedanya."Maira! Tolong berhenti!" Mendengar kata 'tolong', Maira reflek menghentikan sepedanya.'Aduh bagaimana ini?' Maira bingung saat melirik lelaki itu menghampiri Maira dan disusul langkah Nayla dari belakang lelaki itu."Ciloknya masih?" tanyanya setelah sampai di dekatnya."Habis, Mas." Dia tertawa kecil mendengar jawaban Maira."Kenapa panggil aku 'Mas', hmm? Bukankah sudah aku katakan kita satu kampus?" Maira diam saja, dia lebih takut reaksi Nayla yan

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Bab 9. Perhatian Dua Pria Tampan

    ***"Kakinya berdarah," jawab Zian lalu berbalik pergi. Maira yang dari tadi mengintip dari jendela membuka kamar dan hendak mencuci kakinya di kran yang tak jauh dari kamarnya supaya tak ada kuman dan cepat kering lukanya.Betapa kagetnya Maira saat mendapati Zian duduk di kursi kecil yang biasa Maira duduki saat membuat dagangan. "Z-zi-ann??" "Duduklah, Mai. Aku akan mengobati lukamu." Zian mengangkat tubuhnya dan memberikan tempat yang barusan didudukinya."Saya sudah gak apa-apa, kok." Maira menolak halus demi mendapati Nayla yang sudah berdiri didepan Maira dan menyilangkan kedua tangannya didepan dada dengan pandangan tak suka."Nanti kalau gak segera diobati akan infeksi," cetus Zian."Iyakah? Gak semengerikan itu lah, Sayang. Toh hanya luka lecet doang," cicit Nayla."Iya, besok juga kering kok, Zian. Pergilah dan teruskan apel kamu." Maira hendak masuk ke kamar tapi Zian berdiri didepannya."Annisa Humaira! Kapan sih kamu peduli pada dirimu sendiri? Kalau kamu acuh pada diri

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Bab 10. Trauma Masa Lalu

    ***"Tahu! Hati Mas emang bahannya kayaknya beda sama kebanyakan hati manusia pada umumnya deh!" Raditya mencebik merutuki adiknya dalam hati."Terima aja lah Mbak-Mbak temennya mas Dandi keburu bangkotan itu punya Mas. Lagian mereka gak kalah cantik sama Mbak Aina kok," ledek Feni sambil berlari ke kamarnya lagi sebelum Mas-nya itu mengamuknya. Bisa gawat kalau macan tidur Masnya itu bangun."Sialan tuh mulut! Dikuliahin malah ngehina Mas-nya," teriak Raditya tanpa mau mengejar Feni."Kenapa harus temennya mas Dandi jika ada penjual cilok yang mandiri dan menggemaskan? Huft! Sepertinya aku gak bisa berhenti memikirkan gadis cilok tadi." Sesimpul senyum terbit menghiasi wajah Raditya. "Maira ..." Raditya menyugar rambutnya kebelakang. Hatinya berdesir saat mulutnya menyebut nama Maira."Papa ... Aiya mau maem!" Aira menarik lengan Raditya meminta makan."Oke, Sayang!" Tangan Raditya mengusap-usap kepala Aira dengan bibir tersenyum, ia ingat tadi pagi Maira juga mengelus-elus kepala A

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 11. Ketakutan Maira

    ***Maira ingin menyentak tangan Zian yang masih menggandeng jemarinya dan ingin berteriak minta tolong. Namun ia masih memikirkan nasib Zian kalau sampai dia dikeroyok massa. Maka namanya juga kampus mereka akan tercoreng.Zian menatap Maira yang tak henti-hentinya menitikkan air mata. 'Apakah dia ketakutan padaku?''Ya Tuhanku! Tolong lindungi aku!' batin Maira tiada berhenti berharap agar mahasiswa ekonomi itu melepaskannya tanpa harus ia berteriak minta tolong.Maira tersentak kaget karena tangan kekar Zian menghapus air bening yang menetes ke pipinya. Maira memejamkan mata, tubuhnya gemetar ketakutan. Keringat dingin mengucur dari setiap pori-porinya. Terlintas kembali dalam benaknya kejadian beberapa tahun silam saat ia dilecehkan oleh Om Bram. Rahang kecilnya mengeras. Semua pria memang brengsek! Hatinya menjerit memanggil nama Ibunya. Lidahnya terasa kaku dan kelu."Maaf, aku membuat kamu ketakutan," desis Zian saat melihat Maira yang begitu ketakutan. Tangan yang tadi menghap

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 12. Dia Baik, Tapi ...

    *** Maira kembali gusar saat merasakan deru napas yang naik turun teratur menyapu sela-sela rambutnya, membuat bulu kuduknya merinding. Hatinya berkecamuk berbagai rasa. Darahnya mengalir dengan begitu derasnya. Ingin marah tapi kenapa tak bisa? Ingin menangis tapi kenapa tak lagi meneteskan air mata? Zian memejamkan matanya merasakan setiap sentuhan tangannya dikepala Maira. Aroma shampo dirambut mahasiswi jurusan hukum yang lama dicintainya dalam diam itu menguar dan masuk dalam indra penciumannya. Menenangkan pikirannya. Namun tidak dengan degup jantungnya yang seperti genderang ditabuh sangat cepat membuat darahnya memanas dan mengalir deras. Berbagai rasa membuncah didadanya. 'Ya Tuhan, kenapa dia tak melepasku?' batin Maira mulai was-was lagi. Dalam perasaannya yang semakin membuncah, Zian sadar tak boleh melewati batasan. Ia ingin menjaga gadis yang dicintainya itu tanpa merusaknya. Ia membuka matanya dan melepaskan pelukannya. Ditatapnya Maira dengan tatapan yang dalam, d

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 13. Bantuan Yang Tak Diharap

    ***~Kediaman Hanni~"Ayo, Mas! Buruan telpon adikmu!" titah Hanni pada Raditya yang baru selesai mandi."Iya-iya, Ibukku tersayang ..." Raditya meraih ponselnya disamping MacBook-nya. Baru menyalakan layar ponselnya, sudah berdering duluan.Raditya melirik Ibunya sembari tersenyum. "Pucuk dicinta ulam pun tiba. Nih, bocah telpon!" Raditya menggeser gagang telpon warna hijau dan wajahnya berubah menjadi serius dan sedikit menegang. Hanni jadi ikut cemas."Share lok! Mas akan jemput kamu!" Tak berapa lama ia memutus panggilannya."Motornya mogok, Buk! Aku akan jemput dia!" Hanni mengangguk cepat dan menoleh kearah Aira yang kini bermain dengan ART-nya."He'em, buruan jemput, Mas! Kasihan adekmu. Mana mendung gelap begini.""Siap, Bu komandan!" Hanni sedikit tersenyum mendengar kekonyolan Raditya. Sudah punya anak juga masih saja bisa menggoda Ibunya.Raditya menaruh ponselnya kesakunya setelah mendapat pesan Wh*tsApp lokasi keberadaan Feni dan temannya.'Mana tega aku biarin Feni susah

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 14. Kembali Terluka

    ***Maira tak menghiraukan pandangan Feni yang dari tadi meliriknya. Ia lebih mengkhawatirkan pandangan Nayla yang tak ada dibalik mobil."Pulanglah! Kasihan Nayla sudah menunggu," jawab Maira lirih tapi penuh penekanan membuat Zian kecewa karena jawaban gadis itu tak nyambung dari pertanyaannya. Zian melengos sambil mengusap dadanya. Kecewa? Sudah pasti! Mengapa gadis disampingnya ini selalu menutup diri darinya. Sabar, Zi!Namun saat dirinya ingat aksi nekatnya di mall tadi, seulas senyum tipis menghiasi wajah tampannya.Ia tak mau putus asa. Tak ada perjuangan yang sia-sia. Zian menguatkan tekadnya. Keinginan yang lama ia pendam, bisa dekat dengan Annisa Humaira, mahasiswi pekerja keras yang dari awal melihatnya langsung mencuri hatinya. Satu-satunya gadis acuh dan tak mengindahkan keberadaannya. Jika sampai dirinya melanjutkan studinya ke Amerika dan ia belum juga bisa mengungkapkan cintanya pada Maira ia akan sangat menyesal. 'Aku harus segera mengungkapkan cintaku!'"Aku tunggu

Latest chapter

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 17. Dua Hati Untuk Satu

    ***Zian sudah tak kuat lagi mendengar nestapa Maira. Dengan cepat ia merangkul gadis itu. Ia tak peduli kondisi Maira yang basah kuyup. Kaos oversize yang Maira kenakan sudah menempel dengan badannya karena dilem oleh air hujan yang terus saja mengguyur bumi. Kini pakaiannya juga basah. Tapi masa bodoh. Dalam otaknya ia hanya ingin membuat gadis itu tenang."Siapa orang yang telah menghina kamu seperti itu? Katakan padaku, Mai!" ucap Zian dengan nada yang ditekan penuh amarah. Selama ini dia mengikuti Maira dan menjadi pengagum rahasianya, ia tak pernah menemukan Maira bersama pria manapun. Ia tak pernah menemukan Maira berada di tempat terkutuk itu. Ia akan menghabisi orang yang tega menuduh Maira dengan tuduhan yang tak pernah dilakukannya."Katakan, Mai!" Suara Zian melembut saat menyadari Maira tertunduk diam didadanya."Kakaknya Feni ..." ucap Maira tanpa disadari.Jemari kanan Zian yang memeluk pundak Maira mengepal. Dalam hati ia bersumpah akan membuat perhitungan dengan abang

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 16. Bergemuruh

    ***"Sudah, Maira." Maira membuka pintu disampingnya tanpa merespon perkataan Raditya."Terima kasih kamu telah jadi sahabat yang baik buat aku selama ini, Fen. Ini mungkin yang terakhir kita bertemu sebagai sahabat," ucap Maira sebelum melangkah keluar. Feni tercengang. Tak ada angin tak ada badai kenapa Maira memutuskan persahabatannya? Ia hanya memandang lesu punggung Maira yang mulai menjauh. Apa ini, Tuhan? Tak berapa lama Maira berbalik dan menghampiri pintu mobil Raditya yang masih terbuka."Mai, kamu kembali." Feni tersenyum bahagia. "Ayo naik. Sudah kubilang hujannya masih deras. Ayo sini!" Feni tersenyum saat Maira melongak ke pintu yang masih terbuka."Ini jaket mahal Mas kamu!" Maira meletakkan jaket Raditya dan kembali berjalan menerobos air hujan. Raditya dan Feni dibuat tercengang oleh tingkah Maira."Mas! Apa kamu kenal Maira sebelum ini? Dari tadi ia tak mau merespon kamu sama sekali! Selama 3 tahun bersahabat dengannya dia tak pernah melakukan ini padaku. Ini pasti k

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 15. Salah Paham

    ***Mata Maira merah menahan amarah. Hidungnya kembang kempis dengan deru napas yang naik turun. Namun ia hanya mampu diam dan menunduk. Ia tak mau mengotori mulutnya dengan kata-kata kasar pada pria angkuh dan galak itu. Andai ia bukan kakaknya Feni ia pilih berlari pulang.Hati Maira yang baru saja tertawa melihat tingkah adiknya kini harus tersulut emosi lagi karena abangnya.'Mulut pedasnya itu! Ah! Tapi apa salahnya? Dia mengatakan hal yang benar kan? Memang aku ini hanya penjual cilok. Sabar, Mai! Kenapa harus tersinggung coba?' Dalam kepalanya yang masih menunduk, Maira mencoba menjerang senyumnya meski sulit untuk menguatkan hatinya."Mas Radit gak boleh gitu! Meskipun ia penjual cilok, tapi cantik kan?" ujar Feni untuk mencairkan ketegangan yang semakin menguar.Glek!Raditya menelan salivanya. Memang tidak salah yang dikatakan adiknya. Memang dari tadi pagi ia sudah terpesona pada gadis penjual cilok ini. Ah! Takdir yang manis! Ia bahkan lebih manis dari Aina-mantan istrinya

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 14. Kembali Terluka

    ***Maira tak menghiraukan pandangan Feni yang dari tadi meliriknya. Ia lebih mengkhawatirkan pandangan Nayla yang tak ada dibalik mobil."Pulanglah! Kasihan Nayla sudah menunggu," jawab Maira lirih tapi penuh penekanan membuat Zian kecewa karena jawaban gadis itu tak nyambung dari pertanyaannya. Zian melengos sambil mengusap dadanya. Kecewa? Sudah pasti! Mengapa gadis disampingnya ini selalu menutup diri darinya. Sabar, Zi!Namun saat dirinya ingat aksi nekatnya di mall tadi, seulas senyum tipis menghiasi wajah tampannya.Ia tak mau putus asa. Tak ada perjuangan yang sia-sia. Zian menguatkan tekadnya. Keinginan yang lama ia pendam, bisa dekat dengan Annisa Humaira, mahasiswi pekerja keras yang dari awal melihatnya langsung mencuri hatinya. Satu-satunya gadis acuh dan tak mengindahkan keberadaannya. Jika sampai dirinya melanjutkan studinya ke Amerika dan ia belum juga bisa mengungkapkan cintanya pada Maira ia akan sangat menyesal. 'Aku harus segera mengungkapkan cintaku!'"Aku tunggu

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 13. Bantuan Yang Tak Diharap

    ***~Kediaman Hanni~"Ayo, Mas! Buruan telpon adikmu!" titah Hanni pada Raditya yang baru selesai mandi."Iya-iya, Ibukku tersayang ..." Raditya meraih ponselnya disamping MacBook-nya. Baru menyalakan layar ponselnya, sudah berdering duluan.Raditya melirik Ibunya sembari tersenyum. "Pucuk dicinta ulam pun tiba. Nih, bocah telpon!" Raditya menggeser gagang telpon warna hijau dan wajahnya berubah menjadi serius dan sedikit menegang. Hanni jadi ikut cemas."Share lok! Mas akan jemput kamu!" Tak berapa lama ia memutus panggilannya."Motornya mogok, Buk! Aku akan jemput dia!" Hanni mengangguk cepat dan menoleh kearah Aira yang kini bermain dengan ART-nya."He'em, buruan jemput, Mas! Kasihan adekmu. Mana mendung gelap begini.""Siap, Bu komandan!" Hanni sedikit tersenyum mendengar kekonyolan Raditya. Sudah punya anak juga masih saja bisa menggoda Ibunya.Raditya menaruh ponselnya kesakunya setelah mendapat pesan Wh*tsApp lokasi keberadaan Feni dan temannya.'Mana tega aku biarin Feni susah

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 12. Dia Baik, Tapi ...

    *** Maira kembali gusar saat merasakan deru napas yang naik turun teratur menyapu sela-sela rambutnya, membuat bulu kuduknya merinding. Hatinya berkecamuk berbagai rasa. Darahnya mengalir dengan begitu derasnya. Ingin marah tapi kenapa tak bisa? Ingin menangis tapi kenapa tak lagi meneteskan air mata? Zian memejamkan matanya merasakan setiap sentuhan tangannya dikepala Maira. Aroma shampo dirambut mahasiswi jurusan hukum yang lama dicintainya dalam diam itu menguar dan masuk dalam indra penciumannya. Menenangkan pikirannya. Namun tidak dengan degup jantungnya yang seperti genderang ditabuh sangat cepat membuat darahnya memanas dan mengalir deras. Berbagai rasa membuncah didadanya. 'Ya Tuhan, kenapa dia tak melepasku?' batin Maira mulai was-was lagi. Dalam perasaannya yang semakin membuncah, Zian sadar tak boleh melewati batasan. Ia ingin menjaga gadis yang dicintainya itu tanpa merusaknya. Ia membuka matanya dan melepaskan pelukannya. Ditatapnya Maira dengan tatapan yang dalam, d

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Chapter 11. Ketakutan Maira

    ***Maira ingin menyentak tangan Zian yang masih menggandeng jemarinya dan ingin berteriak minta tolong. Namun ia masih memikirkan nasib Zian kalau sampai dia dikeroyok massa. Maka namanya juga kampus mereka akan tercoreng.Zian menatap Maira yang tak henti-hentinya menitikkan air mata. 'Apakah dia ketakutan padaku?''Ya Tuhanku! Tolong lindungi aku!' batin Maira tiada berhenti berharap agar mahasiswa ekonomi itu melepaskannya tanpa harus ia berteriak minta tolong.Maira tersentak kaget karena tangan kekar Zian menghapus air bening yang menetes ke pipinya. Maira memejamkan mata, tubuhnya gemetar ketakutan. Keringat dingin mengucur dari setiap pori-porinya. Terlintas kembali dalam benaknya kejadian beberapa tahun silam saat ia dilecehkan oleh Om Bram. Rahang kecilnya mengeras. Semua pria memang brengsek! Hatinya menjerit memanggil nama Ibunya. Lidahnya terasa kaku dan kelu."Maaf, aku membuat kamu ketakutan," desis Zian saat melihat Maira yang begitu ketakutan. Tangan yang tadi menghap

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Bab 10. Trauma Masa Lalu

    ***"Tahu! Hati Mas emang bahannya kayaknya beda sama kebanyakan hati manusia pada umumnya deh!" Raditya mencebik merutuki adiknya dalam hati."Terima aja lah Mbak-Mbak temennya mas Dandi keburu bangkotan itu punya Mas. Lagian mereka gak kalah cantik sama Mbak Aina kok," ledek Feni sambil berlari ke kamarnya lagi sebelum Mas-nya itu mengamuknya. Bisa gawat kalau macan tidur Masnya itu bangun."Sialan tuh mulut! Dikuliahin malah ngehina Mas-nya," teriak Raditya tanpa mau mengejar Feni."Kenapa harus temennya mas Dandi jika ada penjual cilok yang mandiri dan menggemaskan? Huft! Sepertinya aku gak bisa berhenti memikirkan gadis cilok tadi." Sesimpul senyum terbit menghiasi wajah Raditya. "Maira ..." Raditya menyugar rambutnya kebelakang. Hatinya berdesir saat mulutnya menyebut nama Maira."Papa ... Aiya mau maem!" Aira menarik lengan Raditya meminta makan."Oke, Sayang!" Tangan Raditya mengusap-usap kepala Aira dengan bibir tersenyum, ia ingat tadi pagi Maira juga mengelus-elus kepala A

  • Kupinang Kau Walau Tak Berayah   Bab 9. Perhatian Dua Pria Tampan

    ***"Kakinya berdarah," jawab Zian lalu berbalik pergi. Maira yang dari tadi mengintip dari jendela membuka kamar dan hendak mencuci kakinya di kran yang tak jauh dari kamarnya supaya tak ada kuman dan cepat kering lukanya.Betapa kagetnya Maira saat mendapati Zian duduk di kursi kecil yang biasa Maira duduki saat membuat dagangan. "Z-zi-ann??" "Duduklah, Mai. Aku akan mengobati lukamu." Zian mengangkat tubuhnya dan memberikan tempat yang barusan didudukinya."Saya sudah gak apa-apa, kok." Maira menolak halus demi mendapati Nayla yang sudah berdiri didepan Maira dan menyilangkan kedua tangannya didepan dada dengan pandangan tak suka."Nanti kalau gak segera diobati akan infeksi," cetus Zian."Iyakah? Gak semengerikan itu lah, Sayang. Toh hanya luka lecet doang," cicit Nayla."Iya, besok juga kering kok, Zian. Pergilah dan teruskan apel kamu." Maira hendak masuk ke kamar tapi Zian berdiri didepannya."Annisa Humaira! Kapan sih kamu peduli pada dirimu sendiri? Kalau kamu acuh pada diri

DMCA.com Protection Status