"Mas Zio? Sudah nunggu lama ya?" Zahera terlihat sedikit tergesa saat datang bersama Abimanyu di ruang privat sebuah restoran yang sudah direservasi Zio untuk pertemuan mereka. Arah tempat tinggal Zahera yang cukup jauh membuatnya terlambat beberapa menit meski sebenarnya itu tidak membuat Zio terganggu sama sekali. Bahkan mungkin Zio juga tidak akan masalah jika Zahera terlambat berjam-jam sekalipun, asal mereka bisa tetap bertemu.Sengaja Zahera tidak memberitahukan dimana dirinya dengan Abimanyu tinggal untuk sementara ini untuk alasan ketenangan. Sehingga Zio tidak bisa menyesuaikan dengan restoran terdekat dari tempat Zahera. "Gak kok, Za. Santai aja. Kita pesan makanan dulu ya? Setelah makan baru kita obrolin pemberkasannya." "Baik, Mas."Zio, Zahera dan Abimanyu memesan makanan mereka bergantian. Selama menunggu makanan, Zio lebih banyak bertanya tentang Abimanyu dan hal lain yang sifatnya lebih umum. Hal itu supaya tidak mengganggu Abimanyu yang masih terlalu kecil untuk
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, Sanjaya sama sekali belum menyadari jika kepulangan Zahera dengan Abimanyu memiliki tujuan mengajaknya berpisah. Pengakuan Alena yang mengatakan jika dirinya diminta Zahera menemani Sanjaya selama di Balikpapan dianggap sebagai persetujuan Zahera untuk menjadikan Alena yang kedua. Begitu percaya dirinya Sanjaya jika Zahera tidak akan meninggalkannya setelah pengakuannya saat itu. Apalagi setiap Sanjaya menghubungi, masih diterima dengan baik oleh Zahera meski ujungnya diberikan kepada Abimanyu karena Zahera tidak mau berbincang terlalu lama dengan Sanjaya. "Jadi Mas Jaya udah bilang sama Mbak Zahera tentang hubungan kita?" Alena berpura-pura tidak tahu. Sedangkan Sanjaya mengangguk mengiyakan. Sanjaya baru menceritakan tentang pengakuannya pada Zahera perkara orientasinya yang sempat menyimpang, termasuk soal kedekatan mereka yang memberi efek positif di hidup Sanjaya."Mungkin karena itu Zahera minta kamu nemenin mas di sini. Aku pun bers
"Bram, tolong carikan penerbangan ke Jakarta buatku secepatnya hari ini juga," titah Sanjaya dengan suara bergetar. Sama seperti tangannya yang gemetar setelah menjatuhkan kipas anyaman yang tadi dipakainya untuk membakar ikan bersama Alena. Sesuai dengan dugaan Alena, Sanjaya langsung kalang kabut begitu mendengar Zahera menggugat cerai dirinya. Sanjaya sampai tidak bisa berpikir jernih karena di pikirannya hanya ada Zahera dan Abimanyu yang harus segera ditemuinya. Alena yang berpura-pura simpati, tentu saja tidak berbuat apa-apa meski jiwanya ingin sekali menertawakan Sanjaya yang terlihat menyedihkan. Penyesalan memang hanya datang setelah kesempatan untuk memutar waktu tidak bisa dilakukan oleh siapapun. Meski Alena masih ragu jika Sanjaya benar-benar telah menyesali perbuatannya. "Penerbangan yang masih tersisa hari ini jam 18.00, Pak."Sanjaya mengangguk pelan menyetujuinya. Dia seperti sudah kehilangan kata-kata sampai tidak bisa bersuara apapun pada siapapun setelahnya. B
"Ini gimana ceritanya sih, Jay? Kok bisa Zahera sampai berani gugat cerai kamu?" Mama Anita yang berkunjung ke rumah Sanjaya pagi ini, membuat si tuan rumah semakin didera kepusingan. Semalam Sanjaya baru kembali dari Balikpapan, sudah mendapati rumahnya kosong tanpa keberadaan anak dan istrinya. Bahkan dia baru tahu jika selama Zahera kembali ke Jakarta, mereka sudah tidak lagi tinggal di sana. Mama Anita kembali mengoceh karena Sanjaya tidak juga merespon pertanyaannya. Dia sama sekali tidak melihat putranya sudah sangat stres dengan keadaan rumah tangganya yang di ujung tanduk. "Coba kamu lacak penggunaan kartu debit milik kalian terakhir digunakan Zahera dimana? Selama balik ke Jakarta dia pasti sering pakai kartunya buat penuhi kebutuhannya sama Abi kan?"Seharusnya memang seperti itu, tapi sayangnya Zahera sangat berniat untuk menghindari mereka dengan mematikan ponselnya sejak kemarin. Selain itu, dia juga tidak melakukan aktivitas perbankan apapun selama di Jakarta, baik da
Zahera bersyukur karena Abimanyu tertangani dengan cepat. Dia sama sekali tidak menyangka jika sang anak akan mengalami alergi pada buah blueberry. Setahunya Abimanyu memang pernah alergi pada buah ceri yang pernah diberikan Zahera di atas kue ulang tahun sang anak saat usianya masih 5 tahun. Namun dulu efeknya hanya sampai pada ruam di kulit. Sedangkan efek alergi buah blueberry ini lebih dari sekedar gatal di kulit karena juga menyerang sistem pencernaannya. "Maafin mama ya, Sayang. Mama gak tau kalau Abi alergi sama buah blueberry juga," sesal Zahera begitu sang anak dipindah ke ruang rawat inap. "Gak apa-apa, Ma. Mama gak salah. Abi juga gak tau kalau Abi ada alergi sama buah blueberry. Lagipula Abi sudah baik-baik saja." Zahera mengangguk mengiyakan. Malam ini mereka terpaksa tidur di rumah sakit karena ingin menunggu kondisi Abimanyu benar-benar pulih kembali sebelum kemudian kembali ke Jakarta. Zahera tidak bisa menghubungi siapapun selama di rumah sakit karena ponselnya
"Lui Evander Lim." Alvino menggaungkan ulang nama yang baru saja masuk di daftar pengeluaran rekeningnya, setelah mengirimkan sejumlah uang untuk biaya rumah sakit keponakannya yang alergi terhadap buah blueberry. Dahinya mengernyit karena nama itu terdengar tidak asing di telinganya. Tapi sayangnya dia sama sekali tidak ingat dimana nama itu pernah didengarnya. Jemari panjangnya dengan cekatan mengetikan nama tersebut di atas keyboard komputernya. Dan deretan berita tentang sosok tersebut terpampang sekilas di atas layar lebarnya. "Dokter spesialis kejiwaan yang merupakan anak kedua dari seorang pengusaha sukses keturunan Korea, Tuan Evander Lim, pemilik Evander Grup," gumamnya. "Berarti dokter yang barusan bantuin Kak Zahra kakak keduanya, Liam. Liam Evander Lim. Pantas saja namanya gak asing, ternyata dia adalah kakak temen aku sendiri," sambungnya lagi. Yakin kakaknya ditolong oleh orang yang baik, Alvino menghentikan pencariannya dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertun
Abimanyu masih sangat antusias membahas sekolah elit yang ditawarkan Lui padanya kemarin. Apalagi tadi malam sesampainya di Ibu Kota, Abimanyu meminta Zahera untuk memperlihatkan dimana sekolah itu berada, Zahera menuruti dengan membawanya melintas jalan ke arah sekolah tersebut. Meski dari jalan raya tidak bisa dilihat secara jelas, tapi Abimanyu sudah bisa membayangkan sekeren apa dalam sekolahan tersebut. Didukung dengan beberapa video yang sempat dilihatnya di internet dari ponsel Zahera.Zahera yang saat ini sedang membantunya bersiap untuk pergi ke sekolah di hari pertama setelah libur panjangnya, harus tebal telinga mendengarkan Abimanyu yang masih bersemangat memuji dan membicarakan tentang Educa Center. "Abi akan jadi anak yang beruntung kalau sungguhan bisa dapat beasiswa di sekolah itu. Abi pasti bisa jadi dokter hebat di masa depan," ocehnya tanpa peduli telinga Zahera sudah berasap saking seringnya mendengar kata-kata serupa sejak kemarin. Zahera bukan mau meragukan pe
Zahera mengelus dada setelah kepergian Sanjaya. Lelah, setiap kali harus berurusan dengan suami yang tengah digugat cerai olehnya. Tapi Zahera tahu cepat atau lambat, kelelahan itu akan ada ujungnya, dan dia akan menunggu sampai di ujung penantian itu. "Sabar, Za. Ini gak akan lama. Mas Zio pasti bisa mengusahakan proses perceraian berlangsung cepat," hiburnya pada diri sendiri. Melihat tukang ojek yang tadi pagi sudah menghilang, Zahera terpaksa mengambil gawainya dari dalam tas untuk mencari ojek online baru yang akan mengantarnya ke pusat perbelanjaan. Zahera membutuhkan banyak barang kebutuhan rumah dan sekolah Abimanyu yang tidak terbawa olehnya dari rumah Sanjaya. Saat dia kembali ke rumah suaminya untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan untuk menggugat cerai, Zahera hanya sempat mengambil seragam sekolah Abimanyu dan buku pelajarannya. Alat tulis dan keperluan sekolah lainnya tidak bisa dibawa, sehingga kini dia perlu membelinya lagi. Lagi-lagi uang pemberian Alvino yang ke