Zahera sudah boleh pulang minggu siang karena lukanya memang tidak serius. Bahkan Zahera juga sudah sempat melakukan konseling dengan psikiater rumah sakit yang diminta Alvino. Keputusannya untuk menggugat cerai Sanjaya sudah bulat. Bahkan diam-diam Zahera juga sudah menghubungi pengacara Zio untuk membantunya. Tentu saja pria itu dengan senang hati membantu Zahera mengurus berkas perceraiannya dengan Sanjaya. Zahera juga sudah yakin dengan niatnya meninggalkan Sanjaya tanpa pamit dan membawa Abimanyu pergi. Dia tidak bisa meneruskan rumah tangga yang akhirnya hanya akan saling menyebabkan luka satu sama lain."Ma, kita pulang tanpa papa?" "Iya, Sayang. Abi gak apa-apa kan pergi berdua aja sama mama?""Gak apa-apa, Ma. Tapi Abi belum say good bye sama papa," lirih Abimanyu merasa sedih.'Maafin mama, Abi.'Zahera mencoba mencari alasan jika papanya sibuk sehingga mereka tidak perlu berpamitan pada Sanjaya. "It's Okay, Ma. Abi ngerti kok. Nurut mama aja." Zahera tersenyum senang d
Zio: [Za, Kamu lagi dimana?][Kira-kira kapan kita bisa ketemu buat bahas lebih lanjut tentang pengajuan gugatan cerai dari kamu buat Sanjaya]Zahera membaca pesan singkat dari Zio dengan hati yang kosong. Meskipun perceraian ini dirinya sendiri yang menginginkan, tapi membahasnya tetap membuatnya sakit. "Aku gak bisa lari dari masalah. Aku harus kuat menghadapinya, seperti jalan yang sudah kupilih. Aku dan dia berhak untuk bahagia setelah terlepas dari pernikahan tidak sehat ini." Setelah pengakuan Sanjaya tentang orientasinya, Zahera semakin yakin tidak bisa mempertahankan hubungannya dengan Sanjaya. Katakan lah Zahera egois karena tidak berusaha membantu suaminya untuk sembuh, tapi justru memilih untuk pergi dan meninggalkannya.Tapi bagi Zahera, menjaga kewarasannya juga penting terlebih masih ada tanggungan Abimanyu yang membutuhkan Zahera tetap hidup dengan sehat lahir batin. "Aku gak bisa bergantung lagi pada orang lain. Kebahagiaanku menjadi tanggung jawabku sendiri. Dan a
"Mas Zio? Sudah nunggu lama ya?" Zahera terlihat sedikit tergesa saat datang bersama Abimanyu di ruang privat sebuah restoran yang sudah direservasi Zio untuk pertemuan mereka. Arah tempat tinggal Zahera yang cukup jauh membuatnya terlambat beberapa menit meski sebenarnya itu tidak membuat Zio terganggu sama sekali. Bahkan mungkin Zio juga tidak akan masalah jika Zahera terlambat berjam-jam sekalipun, asal mereka bisa tetap bertemu.Sengaja Zahera tidak memberitahukan dimana dirinya dengan Abimanyu tinggal untuk sementara ini untuk alasan ketenangan. Sehingga Zio tidak bisa menyesuaikan dengan restoran terdekat dari tempat Zahera. "Gak kok, Za. Santai aja. Kita pesan makanan dulu ya? Setelah makan baru kita obrolin pemberkasannya." "Baik, Mas."Zio, Zahera dan Abimanyu memesan makanan mereka bergantian. Selama menunggu makanan, Zio lebih banyak bertanya tentang Abimanyu dan hal lain yang sifatnya lebih umum. Hal itu supaya tidak mengganggu Abimanyu yang masih terlalu kecil untuk
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, Sanjaya sama sekali belum menyadari jika kepulangan Zahera dengan Abimanyu memiliki tujuan mengajaknya berpisah. Pengakuan Alena yang mengatakan jika dirinya diminta Zahera menemani Sanjaya selama di Balikpapan dianggap sebagai persetujuan Zahera untuk menjadikan Alena yang kedua. Begitu percaya dirinya Sanjaya jika Zahera tidak akan meninggalkannya setelah pengakuannya saat itu. Apalagi setiap Sanjaya menghubungi, masih diterima dengan baik oleh Zahera meski ujungnya diberikan kepada Abimanyu karena Zahera tidak mau berbincang terlalu lama dengan Sanjaya. "Jadi Mas Jaya udah bilang sama Mbak Zahera tentang hubungan kita?" Alena berpura-pura tidak tahu. Sedangkan Sanjaya mengangguk mengiyakan. Sanjaya baru menceritakan tentang pengakuannya pada Zahera perkara orientasinya yang sempat menyimpang, termasuk soal kedekatan mereka yang memberi efek positif di hidup Sanjaya."Mungkin karena itu Zahera minta kamu nemenin mas di sini. Aku pun bers
"Bram, tolong carikan penerbangan ke Jakarta buatku secepatnya hari ini juga," titah Sanjaya dengan suara bergetar. Sama seperti tangannya yang gemetar setelah menjatuhkan kipas anyaman yang tadi dipakainya untuk membakar ikan bersama Alena. Sesuai dengan dugaan Alena, Sanjaya langsung kalang kabut begitu mendengar Zahera menggugat cerai dirinya. Sanjaya sampai tidak bisa berpikir jernih karena di pikirannya hanya ada Zahera dan Abimanyu yang harus segera ditemuinya. Alena yang berpura-pura simpati, tentu saja tidak berbuat apa-apa meski jiwanya ingin sekali menertawakan Sanjaya yang terlihat menyedihkan. Penyesalan memang hanya datang setelah kesempatan untuk memutar waktu tidak bisa dilakukan oleh siapapun. Meski Alena masih ragu jika Sanjaya benar-benar telah menyesali perbuatannya. "Penerbangan yang masih tersisa hari ini jam 18.00, Pak."Sanjaya mengangguk pelan menyetujuinya. Dia seperti sudah kehilangan kata-kata sampai tidak bisa bersuara apapun pada siapapun setelahnya. B
"Ini gimana ceritanya sih, Jay? Kok bisa Zahera sampai berani gugat cerai kamu?" Mama Anita yang berkunjung ke rumah Sanjaya pagi ini, membuat si tuan rumah semakin didera kepusingan. Semalam Sanjaya baru kembali dari Balikpapan, sudah mendapati rumahnya kosong tanpa keberadaan anak dan istrinya. Bahkan dia baru tahu jika selama Zahera kembali ke Jakarta, mereka sudah tidak lagi tinggal di sana. Mama Anita kembali mengoceh karena Sanjaya tidak juga merespon pertanyaannya. Dia sama sekali tidak melihat putranya sudah sangat stres dengan keadaan rumah tangganya yang di ujung tanduk. "Coba kamu lacak penggunaan kartu debit milik kalian terakhir digunakan Zahera dimana? Selama balik ke Jakarta dia pasti sering pakai kartunya buat penuhi kebutuhannya sama Abi kan?"Seharusnya memang seperti itu, tapi sayangnya Zahera sangat berniat untuk menghindari mereka dengan mematikan ponselnya sejak kemarin. Selain itu, dia juga tidak melakukan aktivitas perbankan apapun selama di Jakarta, baik da
Zahera bersyukur karena Abimanyu tertangani dengan cepat. Dia sama sekali tidak menyangka jika sang anak akan mengalami alergi pada buah blueberry. Setahunya Abimanyu memang pernah alergi pada buah ceri yang pernah diberikan Zahera di atas kue ulang tahun sang anak saat usianya masih 5 tahun. Namun dulu efeknya hanya sampai pada ruam di kulit. Sedangkan efek alergi buah blueberry ini lebih dari sekedar gatal di kulit karena juga menyerang sistem pencernaannya. "Maafin mama ya, Sayang. Mama gak tau kalau Abi alergi sama buah blueberry juga," sesal Zahera begitu sang anak dipindah ke ruang rawat inap. "Gak apa-apa, Ma. Mama gak salah. Abi juga gak tau kalau Abi ada alergi sama buah blueberry. Lagipula Abi sudah baik-baik saja." Zahera mengangguk mengiyakan. Malam ini mereka terpaksa tidur di rumah sakit karena ingin menunggu kondisi Abimanyu benar-benar pulih kembali sebelum kemudian kembali ke Jakarta. Zahera tidak bisa menghubungi siapapun selama di rumah sakit karena ponselnya
"Lui Evander Lim." Alvino menggaungkan ulang nama yang baru saja masuk di daftar pengeluaran rekeningnya, setelah mengirimkan sejumlah uang untuk biaya rumah sakit keponakannya yang alergi terhadap buah blueberry. Dahinya mengernyit karena nama itu terdengar tidak asing di telinganya. Tapi sayangnya dia sama sekali tidak ingat dimana nama itu pernah didengarnya. Jemari panjangnya dengan cekatan mengetikan nama tersebut di atas keyboard komputernya. Dan deretan berita tentang sosok tersebut terpampang sekilas di atas layar lebarnya. "Dokter spesialis kejiwaan yang merupakan anak kedua dari seorang pengusaha sukses keturunan Korea, Tuan Evander Lim, pemilik Evander Grup," gumamnya. "Berarti dokter yang barusan bantuin Kak Zahra kakak keduanya, Liam. Liam Evander Lim. Pantas saja namanya gak asing, ternyata dia adalah kakak temen aku sendiri," sambungnya lagi. Yakin kakaknya ditolong oleh orang yang baik, Alvino menghentikan pencariannya dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertun
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m