POV Silvi.
"Gadis pintar, ternyata kau tau itu." Devan berdiri di depan cermin, merapikan penampilannya, menyisir rambut lalu menyemprotkan parfum ke tubuhnya, wangi maskulin menyeruak ke dalam Indera penciuman ku.
Dia duduk di samping ku melipat satu kakinya, yang ia naikan ke tempat tidur, lalu merengkuh pundak ku. Dia mengambil sejumput rambut ku, lalu ia menyelipkannya di belakang telinga.
"Tunggu aku! bidadari ku,Aku akan segera kembali, aku tak bisa jauh darimu." Devan mengecup pucuk kepala ku dengan lembut.
Aku tak mengerti apa yang ada di dalam isi otaknya, jika memang dia menyukai ku. kenapa dia tak melamar dan menikahi ku, dari pada aku terus-terusan di jadikan boneka, dan berbuat dosa yang tak henti-hentinya.
"Kamu kenapa diam saja? Kamu sekarang mandi! Nanti sarapan, Bibi akan mengantarkan makan untuk mu, kau harus makan! Dari kemaren sore perut mu belum terisi, nanti kau sakit, aku tak mau itu terjadi!" apa peduli dia, jika aku sakit
POV Devan. 1Aku lelah. Karena semalaman kurang istirahat, setelah melepaskan dahaga yang mendera jiwaku pada gadis cantik di samping ku ini. Sebelumnya aku sudah membuka mata, namun rasa kantuk yang teramat sangat, membuat mataku terpejam kembali.Lantas, tiba-tiba nafas ku terasa sesak seperti ada yang menghimpit, tanganku menggerapai kemana-mana mencari sesuatu. Ku raih tangan halus, sedang memegangi bantal dan membekapkannya di wajahku. Ku menyentak tangan itu, dan gegas ku hempaskan lalu menjatuhkan tubuh mungilnya di atas tempat tidur, ku cekal lengannya dengan kuat.Aku benar-benar kesal karena dia mencoba melenyapkan ku. Dia fikir tangan kecilnya yang lemah seperti itu akan mampu menghabisi ku. Tentu saja tidak! Dengan nafas memburu juga tatapan penuh amarah, ku pandang wajah nya, yang mendadak pucat dan bibirnya pun gemetar."Nona, Kau fikir semudah itu! bisa menghabisi ku, dengan sebuah bantal? Hm, Kau jangan bercanda!" tekan ku tertawa kecil mengej
POV Silvi. 1"Ibu...!!" teriak ku. Aku terperanjat seraya membuka mata, "Oh Tuhan... Ternyata aku mimpi." Aku turun dari bathtub, berpijak di lantai kamar mandi, sambil memijat kepala dan mencengkram rambut, nafasku masih tersengal karena mimpi buruk barusan.Berapa jam aku tertidur di dalam bathtub saat ku merendam tubuh. Hingga bermimpi bertemu Ibu, dia sedang menangis tersedu-sedu dan pergi menjauh dariku. Aku memanggil serta mengejarnya, namun ibu acuh dan tak memperdulikan ku. Apa arti dari mimpi itu, apakah ibu merasakan apa yang aku rasa sa'at ini? Aku tak tau.Aku berharap apa yang terjadi padaku hanyalah mimpi buruk semata, ku ingin memastikan bahwa yang terjadi padaku hanya halusinasi, lalu ku meraba tubuh bagian bawah, ternyata sakit dan membengkak. Perut ku pun terasa nyeri, bekas serangan Devan padaku. Ku menghadap cermin menatap pantulan diri ini, ku tatap di bagian leher juga dada banyak sekali tanda merah jejak yang di tinggalkan bibir D
POV Devan. 1Aku menggertakkan gigi satu tangan ku kepal kan. Dada ku sesak di penuhi amarah, saat gadis itu menantang ku. Ku layangkan tangan di udara dan hampir menampar pipinya yang kemerahan. Tangan ku masih mengambang, namun ku urungkan, lalu ku kepalkan kembali tangan ini, memejamkan mata sambil menahan nafas."Kau mau tampar aku, hah? silahkan! Jika itu membuatmu lebih puas!" bentak Silvi, dengan nafas yang tersengal, matanya merah dan genangan bening pun mulai meleleh di pipinya."Sshh..." Aku mendesah kesal.Ku tarik nafas dan membuangnya hingga beberapa kali, menahan amarah ku yang hampir membuncah. Ku lepaskan cengkraman tangan dari dagunya. Ku berdiri di dekat ranjang membelakangi dia, satu tangan mencengkram rambut, tanganku yang lain menumpu di pinggang."Devan, kenapa kamu tak jadi menamparku?" semburnya. Dia sudah berani memanggil dengan sebutan nama, aku membalikkan badan menatapnya dengan tatapan murka."Kau, sudah berani tidak s
POV Silvi.Hati ku sakit benar-benar sakit. Devan begitu kasar padaku, memang aku sudah membuatnya kesal, tapi tak sebanding jika di sama kan dengan perlakuannya pada ku. Dia sudah merusak hidupku, juga sudah menghancurkan masa depan ku. Silvi yang selalu ceria, kini sudah tidak ada lagi tinggal Silvi yang terpuruk di dalam kesedihan.Ku tarik selimut dan ku tutupi seluruh tubuhku, lalu ku peluk erat baju yang Devan lepas dengan paksa. Terdengar suara kunci di putar lalu pintu kamar pun terbuka, aku tak menoleh juga tak bergerak, aku masih menangis tergugu sambil mencengkram baju serta selimut yang ada dalam dekapan ku.Kasur yang aku tiduri melesak, aku membuang nafas kasar, sudah pasti itu Devan, dia menyentuh bahuku yang telanjang, karena aku belum sempat mengenakan pakaian kembali."Nona," panggil Devan. Aku tak mau menjawab panggilannya, aku hanya diam dan menikmati sisa tangisan ku."Nona, ini ibu mu menelpon!" Devan menyodorkan ponsel
POV Devan 1Hati ku terhenyak mendengar pesan ibunya Silvi, sa'at mereka bercakap lewat via telepon barusan, dia berkali-kali menasehati anak gadisnya agar selalu menjaga diri. Aku benar-benar merasa tertampar dan merasa sangat bersalah, karena aku sudah merusak kehormatan anaknya.Aku masih duduk di samping gadis yang baru sehari semalam menemani sepi ku! Aku belum sempat mengatakan bahwa ada beberapa chat dari ibunya yang belum ia baca. Namun belum saja aku bicara dia sudah duluan memaki, dan menantang ku, membuat kekesalan di hati ini muncul kembali.Awalnya aku menyesal karena telah menodainya, aku memohon ma'af pada Silvi, dan juga berjanji takkan menyentuh dia lagi, lantas ucapan gadis ini membuat aku geram, ku urungkan niat baik di hati ini, otak ku mulai kotor kembali, karena dia terus menerutuki ku.Lebih baik aku segera pergi ke kantor, dari pada aku tersulut emosi, oleh umpatan Silvi. Kondisi dia juga sudah mulai membaik, aku bisa lebih tenang meni
POV SilviAku benar-benar tak berdaya saat Devan merobek baju ku, sengaja tadi siang aku meminta Bi Rika membawakan jarum dan benang. Aku pun menjahit switer dan celana jadi satu, agar Devan tak bisa membukanya, tetapi perkira'an ku salah besar.Dia tetap bisa mendobrak pertahanan ku, apalagi dia merengek dan merajuk padaku, seperti anak kecil yang meminta di belikan mainan oleh orang tuanya.Kali ini dia berjanji takkan menyentuhku lagi setelah malam ini. Dan sebelum ada ikatan suci pernikahan di antara kami. Semoga ucapannya benar dan bisa di percaya.Aku seperti terhipnotis olehnya dan tak bisa menolak keinginan Devan, saat dia menempelkan keningnya di keningku, dia menatap mataku dengan tatapan yang penuh arti.Meskipun aku terus menolak dan pada akhirnya akupun luluh dan menyerah begitu saja. Walau hati kecil ku menolak, tapi aku tak mengerti tanpa sadar tubuhku menerima setiap serangannya.Kewarasan ku benar-benar hilang, s
POV Devan.Aku belingsatan berlari menuju ke kamarku, sebelum Mama menemukan ku, dengan keadaan seperti ini, meskipun kelakuan ku kurang baik, namun aku tetaplah anak Mama, dia pasti marah jika anak semata wayangnya membawa gadis ke dalam rumah dan malah sudah aku tiduri. Aku sangat takut jika ke tahuan bahwa aku semalam aku habis tidur bersama wanita yang bukanlah istri ku di rumah ini.Aku berjalan celingukan pandangan ku mengedar kesekeliling, seperti maling yang takut teretangkap warga. Ya kalau di fikir, tak ada bedanya aku dengan seorang maling, aku sudah aku mencuri keperawanan seorang gadis."Selamat." Aku menepuk-nepuk dada seraya menarik nafas lega, karena berhasil masuk ke dalam kamar tanpa bertemu Mama terlebih dahulu."Sorry Ma! Anak mu bosan menduda, aku tau, cara ini memang salah." Aku bergumam sendiri sambil merapikan kerah kemeja putih yang ke kenakan, ku lipat di kedua belah lengannya, celana bahan warna hitam untuk setelanny
POV SilviAku dan Bi Rika menoleh serentak ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka lebar, kami sangat terkejut dengan kedatangan dua orang, yang sedang berdiri di ambang pintu. Dia adalah Devan dengan seorang wanita paruh baya, namun penampilannya masih terlihat sangat cantik."Nyonya besar," sapa Bi Rika ramah, seraya menyunggingkan senyuman, di barengi anggukan.Wanita itu merangsek maju ke arah ku dengan wajah di penuhi amarah kedua tangannya mengepal, suara hentakan sepatu high heels berdentum seiring langkahnya yang setengah berlari perpijak di lantai marmer kamar ini, menyerbu ke arah ku.Di susul oleh Devan wajahnya begitu gusar, dan berusaha menghalangi jalan wanita itu."Mah, tunggu dulu Mah!" ucap Devan wajahnya panik, sambil terus menahan wanita yang di panggilnya Mama, namun ucapan Devan tak di hiraukan nya."Kau, berani-beraninya menginjakan kaki lagi, di rumah anak saya, hah! Setelah apa yang kamu lakukan, dasar perempuan murahan!
POV Author.Gadis yang tengah terlelap, ia terkesiap seketika seraya membuka matanya, saat bahunya di cekal erat oleh seseorang."Siapa kalian?" tanya Silvi pada lelaki berkaos hitam tanpa lengan, dengan celana jeans robek-robek di bagian dengkulnya, kulitnya hitam dan berambut gondrong berwajah garang."Tolong, jangan sakiti saya!" rengek Silvi ketakutan, dia meremat handuk yang ada di pelukannya, dengan tubuh gemetar."Gadis cantik, kenapa kamu sendirian? Kami temani ya, biar kamu tidak kesepian!" timpal Pria berbadan gempal dengan kemeja garis-garis, lengannya ia lipat sebahu. Celana jeans sama robek-robek, berambut gimbal berkumis tebal dan berkulit gelap.Sorot ke-dua mata pria itu penuh dengan nafsu saat melihat bagian paha Silvi yang putih dan mulus."Ayo ikut kami!" ajak Pria berambut gondrong tersebut. Mencekal kedua lengan Silvi."Tolong! Tolong!" Silvi berteriak sekuat tenaga, saat dia di seret oleh kedua Pria itu. Dan membawa Sil
POV Devan.Aku mengitari kota ini hingga larut malam tak ada tanda-tanda keberadaan Silvi sama sekali, sambil mengemudi pandangan ku terus mengedar ke kanan dan kiri berharap menemukan gadis itu.Semoga Tuhan melindungi kekasihku! Aku takut terjadi apa-apa dengan dia, Aku begitu menghawatirkannya, ku susuri kota ini hingga ke setiap pelosok, namun hasilnya sama saja nihil.Ku menepikan kendaraan di bahu jalan yang sepi, lalu ku ambil ponsel yang ada di Dashboard mobil, dan ku tekan tombol navigasi lalu ku usap layar gawai, gegas aku klik aplikasi berwarna hijau dan mulai menghubungi Reno, yang aku perintahkan mencari Silvi."Ren, bagaimana, apa sudah ketemu?" tanyaku dengan perasaan cemas."Maaf Pak! Saya belum menemukan Non Silvi," jawab Reno dari seberang sana."Hah." Ku tarik nafas dalam-dalam, ya Tuhan... Harus kemana lagi aku mencari Silvia, sudah hampir dini hari namun keberadaan Silvi belum sama sekali di ketahui."Lalu, bagaimana ini
POV Silvi.Aku berteduh dari derasnya hujan, yang mengguyur seluruh kota ini, hingga Malam terasa begitu dingin menusuk tulang, langit pun begitu gelap tak ada cahaya rembulan yang menyinari.Di tengah heningannya malam dan derasnya hujan, ku duduk di bale bambu sebuah warung bangunannya terbuat dari kayu, ku kira warung bekas penjual bensin, menurut asumsi ku, terlihat dari rak kayu kecil yang ada di ujung tiang, dengan beberapa botol beling yang bertengger di sana.Aku ketakutan dan kesepian, pandangan ku mengedar ke sekeliling warung, sepertinya tempat ini lama tak di tinggali, terlihat dari debu yang tebal menempel di seluruh permukaan tempat ini.Di keheningan malam dengan cahaya temaram lampu pijar lima wat yang menggantung di atap, aku duduk seorang diri menekuk lutut seraya memeluk tubuh yang menggigil, begitu sepi tak ada tanda-tanda kehidupan, kendaraan pun tak ada yang lalu lalang melintasi jalan di hadapan ku ini.Semakin malam h
POV Devan.Hati ku begitu gelisah fikiran ku di penuhi oleh bayangan Silvi, entah apa yang terjadi padanya, semoga saja dia baik-baik di rumah. Tadi pagi aku titipkan dia pada Bi Rika, hanya dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya, untuk menjaga calon istri sekaligus calon ibu dari anakku.Agenda di kantor hari ini begitu padat sehingga aku melupakan Silvi, padahal aku sudah berjanji akan segera pulang dan mengantarkan dia ke kampung halamannya.Ku lirik jam di pergelangan tangan, menunjukkan pukul setengah dua siang, kemungkinan nanti aku pulang agak telat.Semoga saja Silvi masih mempercayai ku! Dan dia bersedia aku nikahi.Tapi aku berharap dia mau mengerti dengan pekerja'an ku di kantor yang tak bisa aku tinggalkan begitu saja.Setelah selesai mengurus dokumen persyaratan dan surat pengantar ke KUA, sekarang aku sudah siap sepenuhnya untuk menikahi Silvi, tak ku pungkiri aku begitu bahagia ingin segera membina rumah tangga
POV Silvi.Aku bangkit dengan perlahan, satu tangan menumpu di lantai, mengumpulkan kekuatan untuk ku berdiri, tangan ku yang lain memegangi perut yang sakit akibat benturan, saat Nyonya Amelia mendorong tubuh ku, hingga aku terhempas ke lantai konblok.Dengkul ku menghantam kerasnya lantai hingga lecet dan mengeluarkan darah. Sakitnya di tubuh tak seberapa jika di bandingkan dengan hancurnya hati ini."Silviana, cepat bangun! Dan segeralah angkat kaki dari rumah ini! Bawa barang rongsokan mu, jangan sampai ada yang tertinggal!" hardik Nyonya Amelia, dia berkacak pinggang di hadapan ku."I-iya Nyonya, saya akan segera pergi, dari sini!" jawab ku tergagap. Aku meringis masih memegangi perut, sambil berusaha bangkit, dan berdiri tertatih-tatih."Lelet banget sih, jadi Orang! Jangan sok mengiba, saya tidak mudah terpengaruh, dengan sandiwara kamu! Pake pura-pura lemas segala lagi!" Dia memutar bola matanya mendelik tajam pada ku."Saya, tidak p
POV Silvi.*Pagi ini aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan, ku kenakan baju dress tunik lengan panjang, dan bawahan se-dengkul, warna pastel, di padu padankan dengan sepatu flat warna senada, rambut panjang ku. Aku ikat separuh di bagian atasnya.Aku tak mengenakan seragam seperti yang lain, karena hari ini Devan berjanji akan mengajak ku pulang ke rumah ibu, untuk melamar ku dan dia juga berjanji akan mengikat janji suci di hadapan penghulu.Aku tak mengharapkan pesta pernikahan yang megah, aku hanya menginginkan status Ayah untuk anak ini.Sekarang perutku masih rata dan mungkin tak akan ada yang mengetahui kehamilan ku, jika aku pulang kampung. Aku akan merahasiakan kehamilan ku dari ibu dan juga semua orang, aku tak mau ada tau tentang aib ini.Sesa'at aku ke luar dari kamar mandi, dan berdiri di teras belakang, melihat kawan ART ku sedang sibuk menjemur pakaian ada juga yang menyirami tanaman, sambil menghirup udara se
POV Silvi.Diri ini menegang seketika sa'at Nyonya Amelia datang dan menyerang ku, dia mencerca ku habis-habisan, hati ku hancur berkeping-keping, mendengar cacian yang terlontar dari mulutnya yang tajam dan pedas, begitu pedih mengiris sanubari, membuat fikiran ku kalut seakan dunia ini gelap di penuhi kabut, tak ada setitik cahaya sama sekali dalam hati ini.Wanita itu begitu kasar padaku, kebenciannya pada Raya begitu mendarah daging, hingga wajah ku yang hanya mirip sekilas, membuat dia kalap, dan begitu jijik melihat ku.Apalagi kini aku sedang mengandung benih dari anak semata wayangnya, kebenciannya kini terhadap ku kian bertambah besar.Tidakkah dia melihat sisi gelap putranya, dan jangan terus-terusan mengintimidasi ku, hingga aku terpojok, aku begini karena perbuatan bejat putra kesayangannya.Ku seka air mata yang masih membasahi pipi, dengan jemariku, hati ku kini luluh lantak, hancur sehancur-hancurnya oleh dua orang yang tak punya ha
POV Devan.Aku sangat bahagia mendengar Silvi mengandung anakku, namun aku bingung dengan Mama, karena Mama tambah membencinya."Devan, kamu pilih Mama, atau perempuan itu, jika kamu lebih memilih dia, Mama akan angkat kaki dari rumah mu! Dan Mama takkan pernah, menginjakkan kaki lagi di rumah ini!" sungut Mama menuding tangannya ke arah Silvi.Tak ada yang harus aku pilih, kedua wania itu sama-sama penting dalam hidupku. Aku kini berada di posisi yang sulit, jika aku memilih Silvi.Mama akan begitu marah pada ku, aku tak mau menjadi anak yang membangkang, tapi aku juga tak mungkin mencampakkan gadis yang sudah aku rusak masa depannya.Aku bersimpuh di hadapan Mama, yang sedang duduk di sofa menyilang kaki seraya menyedekapkan tangannya di depan dada dengan angkuh.Ku tundukan kepala di pangkuan Wanita bertubuh proporsional dengan balutan dress tunik lengan panjang warna coklat tua, berharap hatinya bisa sedikit terbuka untuk Silviana.
POV Silvi."Oh, iya Dok, kira-kira usia kandungan istri saya berapa Minggu?" ucap Devan, menatap wajah Dokter Hendri dengan serius."Eum, kalau di lihat dari hasil HPHT, sekitar tujuh Minggu,""Tapi, saya heran Dok, kenapa istri saya bisa begitu mual, dengan mencium aroma tubuh saya?" tanya Devan keheranan dengan tingkahku yang mendadak mual dan ingin muntah bila dekat dengannya."Itu hal yang wajar Pak Devan, karena di trimester pertama kehamilan, seorang wanita hamil mengalami peningkatan hormon, itulah yang menyebabkan istri Bapak, mual dan muntah," ujar Dokter panjang lebar.Devan begitu serius menanggapi penuturan Dokter Hendri."Saya faham Dok, tapi apakah ini berpengaruh terhadap janinnya? Apakah berbahaya?""Tidak, jika itu masih di batas wajar. Namun asupan nutrisi harus di perhatikan, meskipun Bu Silvi merasa mual, tapi harus di usahakan untuk tetap makan, meskipun sedikit, dan konsumsi susu emesis untuk mengurangi rasa mual,"