Dani sama sekali tidak bisa memejamkan matanya malam itu. Dani merasa Annisa telah meremehkan dan tidak menghormati dirinya sebagai kepala keluarga. Pagi itu Dani bangun dan mandi, lalu langsung pergi tanpa menyantap sarapannya. Ia juga tidak mengucapkan sepatah katapun pada Annisa. Hari itu Dani mengambil cuti secara mendadak. Ia ingin beristirahat dan menenangkan diri. Ia merasa sekalipun ia masuk kantor, pasti ia tidak dapat berkonsentrasi bekerja dan merasa lelah karena tidak tidur sampai pagi. Pikiran Dani sangat kacau, ingin rasanya ia menemui Surya, tapi Annisa pasti akan semakin marah jika mengetahui hal itu. Dani tetap berangkat dari kios, ia menaiki sepeda motornya tanpa tempat tujuan yang jelas. Tanpa Dani sadari, ia sampai di depan rumah ibunya. Bagaimanapun sifat ibunya, Dani tetaplah seorang anak yang membutuhkan tempat untuk pulang. Apalagi saat pikiran dan perasaannya tak menentu seperti sekarang ini. Dani mengetuk pintu dan menunggu beberapa saat lamanya. Ibu memb
Annisa menatap suaminya, ia masih meragu mendengar perkataan suaminya itu. "Nis, aku tahu kalau sikapku keterlaluan dan tidak dewasa. Aku terlalu cemburu pada Surya dan tidak mempercayai kamu. Aku benar-benar sudah merenungkan semuanya dan menyesalinya. Aku mohon, maafkanlah aku," bisik Dani. Dani memeluk Annisa dari belakang, ia melingkarkan tangannya di perut Annisa yang masih ramping. Annisa menghela nafas panjang, ada rasa lega karena akhirnya suaminya tidak lagi marah padanya. Dani mencium rambut Annisa yang tergerai indah. Aroma shampo yang lembut dan wangi merasuk indera penciumannya, selalu ia merindukan aroma yang meneduhkan itu. Annisa masih cantik dan menarik di mata pria lain, dan membuat Dani merasa kurang percaya diri. Apalagi sekarang Annisa cukup sukses dengan usahanya, bisa membeli mobil dari usahanya dan mencukupi keperluannya sendiri. Annisa mulai melunak, ia memegang tangan Dani yang melingkari tubuhnya. Dengan nyaman ia menyandarkan kepalanya di dada Dani.
"Nis, bangun!" teriak Surya ketika tubuh Annisa luruh di pangkuannya. 'Annisa pingsan? Apa dia kelelahan? Aku antarkan saja dia ke rumah,' pikir Surya. Suasana tempat parkir itu sedang sepi, sehingga Surya terpaksa mengangkat sendiri Annisa ke mobilnya. Surya meletakkan tubuh Annisa ke tempat duduk di samping pengemudi, lalu bergegas memutar.Belum sempat masuk ke dalam mobil, Surya merasa sebuah benda kecil dan tajam menusuk lengan belakangnya. Ia bisa merasakan ada suatu aliran di dalam lengannya dengan cepat. Surya berbalik dan masih sempat melihat pria berjaket hitam tadi, sebelum ia juga kehilangan kesadarannya. ---"Bagaimana? Apa kalian berhasil?" suara parau wanita tua di seberang telepon terdengar penasaran. "Ibu tenang saja. Kami ini profesional, yang penting jangan lupa transfer uang yang telah Ibu janjikan. Dua orang ini masih pingsan " jawab seorang pria yang sedang mengemudi mobil milik Surya. "Kalau pekerjaan kalian beres, aku pasti membayar sesuai perjanjian kita
Annisa mengerjapkan matanya berulang kali. Ia masih merasa sangat mengantuk dan kepalanya berat. Samar-samar ia mendengar suara Dani berteriak panik. Annisa merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, ia terbaring di suatu tempat, tapi ia tidak bisa mengingatnya."Mas Dani," ucap Annisa. Berkas cahaya perlahan mulai masuk ke retinanya. Annisa mulai melihat ke sekelilingnya dan sangat terkejut. "Apa ini?" kata Annisa sambil melihat tubuhnya yang tak berbusana. Annisa memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Di sampingnya, Annisa melihat sesosok pria dengan posisi telungkup. "Arghh..." teriak Annisa sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos. Annisa terkejut melihat Dani berdiri dengan raut wajah penuh amarah. Wajah dan sorot mata Dani menyiratkan api kemarahan yang takkan bisa dipadamkan. Annisa gemetar dan semakin mengeratkan selimut menutupi tubuhnya. Perlahan Surya mulai membuka matanya dan berusaha untuk duduk. Namun belum sempat kesadarannya pulih, Dani sudah me
Dani sangat kesal mendapati kenyataan bahwa istrinya telah tidur dengan pria lain. Ibu Dani berusaha menenangkan anaknya. Namun di balik semuanya itu, diam-diam ia tersenyum karena siasatnya berhasil. 'Selangkah lagi, Dani pasti akan menceraikan istrinya. Aku tahu pasti bahwa Dani tidak akan memaafkan Annisa kali ini. Aku akan kembali menguasai gaji Dani, dan mungkin setelah mereka bercerai, aku akan mencari wanita yang tepat untuknya,' gumam Ibu Dani. "Aku harus bagaimana, Bu? Annisa dan Surya sudah menginjak-injak harga diriku. Dimana akal sehatnya ketika ia melakukan semua itu?" rutuk Dani. "Ceraikan dia! Kalau kamu memaafkan mereka kali ini, mereka akan memandang rendah dirimu. Hati Annisa itu busuk, dia mau mengasuh anak Lily, hanya untuk menarik rasa simpatimu. Ternyata dia malah berbuat yang lebih buruk dan hina dari Lily," ucap Ibu Dani tegas. "Tapi, Bu. Bagaimana dengan anak-anak? Mereka masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Mereka membutuhkan mamanya," ucap Dani. "Tentu a
Annisa nyaris pingsan di depan rumah ibu mertuanya. Memikirkan Shafira dan Bagas yang entah berada dimana, membuatnya tertekan dan putus asa. Hari itu terasa sangat panjang dan berat bagi Annisa. Ia tidak menyangka hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam.Kemarin malam Annisa masih ada bersama Dani, Shafira, dan Bagas. Ia menggendong dan menyuapi Bagas, juga sempat menyuapi Shafira. Sebelum tidur semalam, Annisa, Shafira, dan Bagas sempat bermain dan bergurau bersama. Annisa masih berharap bahwa ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berlalu saat ia terjaga. Bu Siti mengajak Annisa beristirahat di rumahnya sebentar. Bu Siti menyuguhkan segelas teh manis untuk Annisa. Karyawan Annisa masih menemani dia dan tidak tega meninggalkan majikan yang sudah seperti keluarganya sendiri. Selama ini Annisa tidak memberi sekat terlalu jauh pada para karyawannya. Semua karyawan yang rata-rata masih muda dan belum menikah sudah dianggapnya sep
"Rin, aku mohon, percayalah padaku. Aku gak punya siapapun saat ini. Cuma kamu yang bisa aku percaya," kata Annisa. "Aku gak tahu, Nis. Apa aku bisa mempercayai kamu? Jujur hatiku sakit, karena kamu mengatakan gak punya perasaan apapun pada Mas Surya. Tapi apa yang terjadi di antara kalian? Ah, mungkin itu memang gak penting sekarang. yang terpenting saat ini adalah aku harus mengetahui dan memastikan, bahwa memang gak terjadi apapun di antara kalian. Aku akan menemui Mas Surya sekarang, dan meminta penjelasannya. Kalau ternyata dia melakukan kesalahan, aku akan mengejarnya dan meminta dia untuk bertanggung jawab padamu,"Karina meninggalkan Annisa dengan rasa kesal dan marah. Sejujurnya ia juga ingin mendapati kenyataan dan bukti bahwa memang tidak terjadi apapun di antara Annisa dan Surya. Tapi jika yang terjadi adalah sebaliknya, rasanya ia harus menelan kekecewaan untuk yang ke sekian kalinya. Karina menghubungi Surya dan meminta bertemu saat itu juga. Karina menuju rumah Surya
Annisa mencoba menghubungi Dani beberapa kali. Namun Dani tetap tidak menjawab telepon itu. Annisa kembali menangis dan merasa frustasi karena sikap Dani padanya. Setelah hampir satu jam terus menelepon, akhirnya Dani menjawab telepon itu. "Mas, kamu dimana? Kenapa kamu membawa anak-anak, Mas?" tanya Annisa. "Apa pedulimu? Kamu cukup diam dan menunggu proses perceraian kita," jawab Dani ketus. "Jangan seperti itu, Mas! Kita bisa menyelesaikan ini baik-baik. Aku sudah berulang kali menjelaskan bahwa aku gak bersalah. Aku gak melakukan apapun yang melanggar norma dan mengkhianati pernikahan kita," ujar Annisa. "Kamu sudah tertangkap basah melakukan perbuatan gila dan memalukan, tapi masih bisa menyangkal dan mengatakan gak terjadi apa-apa di antara kalian? Jadi Kamu anggap kejadian itu biasa saja? Apa karena kamu memang sudah sering melakukannya? Aku gak menyangka kalau sikap baik dan wajahmu yang polos itu hanya topeng untuk menutupi kelakuanmu yang memalukan!" cecar Dani. Annisa
Lily sempat mengunjungi Annisa dan ingin mengambil Bagas kembali. Namun tentu saja Bagas yang tidak pernah mengenal Lily langsung menolak. Bagas menangis dan berteriak, lalu bersembunyi di balik pintu.Lily menatap Bagas yang kini sudah bertumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. "Mbak Nisa, aku kangen sama Bagas. Aku ingin menebus kesalahanku dan merawatnya," kata Lily. "Kalau kamu menyayangi Bagas, biarkan dia tinggal bersamaku, Li. Aku gak akan mengijinkan kamu membawanya, karena itu hanya akan membuatnya terluka. Dia bahkan gak mengenal kamu, Li," ujar Annisa. Lily memejamkan matanya dan diam beberapa saat. "Dulu kamu pergi begitu saja, tanpa memikirkan bagaimana Bagas bisa hidup. Kamu asyik dengan duniamu sendiri dan gak pernah menanyakan kabarnya. Sekarang kamu kembali dan mengatakan ingin membawanya? Aku akan berjuang untuk mempertahankan Bagas tetap bersamaku. Saat ini dia sudah menjadi anakku, adiknya Shafira," kata Annisa dengan tegas. "Bagas, ini mama kandungmu, Saya
Pagi itu Dani kembali melangkahkan kakinya ke minimarket tempat ia menjadi tukang parkir. Ia berusaha tetap bersemangat, sekalipun kondisi ini bertentangan dengan harapannya. Sebentar lagi Winda akan melahirkan dan membutuhkan biaya. Dani biasa bekerja dari pagi sampai sore. Sekalipun ia memakai topi dan masker agar wajahnya tidak mudah dikenali, tetapi akhirnya beberapa tetangga melihat dirinya saat sedang bekerja. Namun kini Dani pasrah, ia tidak peduli lagi dengan ucapan orang-orang. Bahkan ada yang mengedarkan berita bahwa Dani, papa Shafira bekerja sebagai tukang parkir. Selama Shafira ada di rumah Ibu Dani, rumah itu lebih ramai dari biasanya. Beberapa tetangga datang untuk berfoto bersama Shafira. Hari-hari Shafira menjadi sangat melelahkan. Menjelang siang, Ibu Dani mendengar suara ketukan di pintu depan. Ia segera membukakan pintu dan melihat punggung seorang gadis yang membelakanginya. "Cari siapa?" tanya Ibu Dani. Wanita berambut panjang dan pirang itu berbalik badan.
Mendengar berita tentang Lily, Surya segera pulang dan menjemput Annisa. Mereka langsung menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tak menentu. Geram, kesal, cemas, dan amarah memenuhi hati Annisa dalam perjalanan ke rumah sakit itu. "Mengapa mereka gak memberi tahu keadaan Shafira pada kita, Mas?" tanya Annisa dalam kegeraman. "Tenang, Sayang, beruntungnya jaman sekarang berita cepat menyebar melalui media sosial, sehingga kita bisa mengetahui keadaan Shafira dan dimana dia sekarang," jawab Surya sambil tetap fokus mengemudi."Aku gak akan pernah mengijinkan Mas Dani dan ibunya untuk menyentuh Shafira lagi!" ucap Annisa. Surya sangat memaklumi rasa sakit dan kemarahan yang sedang melanda Annisa. Annisa adalah wanita yang mengandung dan membesarkan Shafira dengan penuh cinta, sehingga wajar ia merasa marah ketika melihat anaknya sakit dan menderita seperti itu. Annisa dan Surya akhirnya tiba di rumah sakit Permata. Annisa sudah tidak sabar, ia ingin segera berlari menuju kamar p
Dani sangat terkejut ketika melihat Shafira ada di rumah ibunya. Ia langsung memeluk Shafira dan menumpahkan rasa rindu yang sudah lama terpendam dalam hatinya. "Fira, Papa kangen sekali," ucap Dani. "Pa, Fira mau pulang ke rumah Mama," jawab Shafira sambil menangis. "Bu, kenapa Fira bisa ada di sini?" tanya Dani."Memangnya kenapa? Itu yang kamu mau, kan? Ibu menjemputnya tadi, karena kamu gak punya usaha dan inisiatif untuk mengambil anakmu kembali," jawab ibu. Shafira terus menangis tanpa henti sejak tiba di rumah itu. Berbagai cara sudah Dani lakukan untuk menenangkan Shafira, tetapi ia tetap rewel dan memanggil-manggil nama Annisa. Dani memberi isyarat pada Winda untuk mengajak Shafira ke kamar, karena ia ingin lebih banyak berbincang dengan ibunya. Winda menggandeng tangan Shafira dan membujuknya masuk ke dalam kamar. Dani mulai beralih menatap ibunya dan berbicara dengan volume suara yang tidak terlalu keras. "Bu, apa Ibu mengambil Shafira dengan paksa? Kasihan Annisa dan
"Apa?! Kamu jadi tukang parkir? Memalukan! Apa gak ada pekerjaan lain?" seru Ibu Dani. "Kalau ada pekerjaan lain yang lebih baik, aku pasti mau, Bu. Masalahnya aku sudah mencoba melamar pekerjaan ke banyak tempat lain, tapi sampai sekarang gak ada jawaban. Aku rasa sementara gak masalah kalau aku menjadi tukang parkir, yang terpenting itu halal dan kita bisa makan," jawab Dani. "Ibu gak mau! Apa kata orang lain? Keluarga kita ini terhormat, kamu juga sudah Ibu sekolahkan tinggi, masa hanya menjadi tukang parkir?" oceh Ibu Dani. Winda berusaha memberanikan diri untuk bicara, menengahi keributan itu. "Bu, ini hanya untuk sementara. Kita doakan saja Mas Dani cepat mendapat pekerjaan yang lebih baik. Aku setuju pendapat Mas Dani, yang penting sekarang kita bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,""Siapa yang minta pendapatmu? Pokoknya Ibu mau kamu mengerjakan pekerjaan lain, bekerja di kantor dan punya gaji tetap!" Winda tersentak dan langsung kembali bungkam. Sementara itu Dani hanya
Sambil mengemudi mobil, Surya melirik Annisa yang banyak diam sejak pertemuan dengan Dani dan istrinya tadi. Annisa terlihat melamun dan berpikir, sesekali ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. "Sayang, ada apa? Apa kamu masih merasa sakit hati melihat Dani bersama wanita lain?" tanya Dani. "Ah, bukan begitu, Mas. Aku hanya sedikit terkejut tadi. Tapi aku bersyukur, karena aku dan Mas Dani sudah menemukan pasangan baru dan kebahagiaan masing-masing," jawab Annisa. "Kalau kamu masih merasa aneh, aku memakluminya. Kamu dan Dani cukup lama menikah, jadi wajar jika tetap ada kenangan di antara kalian berdua," ujar Surya. Annisa mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Surya. Ia berkata lembut, "Mas Dani adalah bagian dari masa laluku. Sekarang aku punya kamu, Mas. Kebahagiaanku sempurna karena ada kamu dan anak-anak kita,""Terimakasih, Sayang. Kamu juga harus tahu, bahwa aku sangat bahagia memiliki kalian," ujar Surya. "Oh ya, bagaimana kalau kita percepat saja
Dani mengakhiri panggilan telepon itu dan terdiam beberapa saat. Setelah kembali menguasai dirinya, ia berkata pada Winda, "Win, kita ke rumah sakit sekarang. Aku sudah mendapatkan pinjaman uang,""Uang dari mana, Mas? Apa kamu meminjamnya?" tanya Winda. "Iya, terpaksa aku meminjam pada mantan istriku. Sudahlah, yang terpenting kamu bisa dirawat di rumah sakit," jawab Dani. Dani mengantarkan Winda ke rumah sakit, mengurus semua proses administrasi dan menemaninya sampai masuk ke kamar perawatan. Setelah itu Dani berpamitan untuk mengambil pakaian Winda di rumah dan mengembalikan mobil yang ia pinjam pada Pak Imron. Ibu Dani melihat Dani memasukkan beberapa pakaian Winda ke dalam tas ranselnya. Ia bertanya, "Dan, apa Winda jadi dirawat di rumah sakit?""Iya, Bu," jawab Dani. "Dari mana kamu mendapatkan uang?" tanya Ibu Dani lagi. "Aku terpaksa meminjam pada Annisa, Bu. Aku gak tahu bisa mendapatkan uang dari mana lagi," jawab Dani. Ibu Dani duduk di tempat tidur di dalam kamar it
"Bu Winda harus dirawat di rumah sakit, Pak. Ini demi keselamatan ibu dan bayinya," kata dokter setelah memeriksa Winda. "Apa?! Memangnya istri saya kenapa, Dok? Apa tidak bisa dirawat di rumah saja?" tanya Dani. "Bu Winda sepertinya mengalami kontraksi dan harus beristirahat total di tempat tidur. Dia saat ini tidak boleh terlalu lelah dan memaksakan diri. Jika tidak, bisa berbahaya untuk bayi yang sedang dikandungnya. Janin Ibu bisa gugur nantinya. Kita juga harus memeriksa Bu Winda lebih mendetail, dan peralatan di rumah sakit pastinya lebih memadai. Secara fisik, sepertinya Bu Winda kurang mendapatkan asupan atau gizi yang diperlukan, apalagi dalam kondisi hamil seperti ini," beber dokter muda itu. "Dasar merepotkan! Ibu sudah sering mengingatkan kamu, jangan malas makan! Kalau sudah begini bagaimana? Dari mana kita mendapat uang untuk biaya rumah sakit?" seru Ibu Dani sambil menoyor kepala Winda. Dokter yang memeriksa sempat terkejut melihat Ibu Dani tak segan mengoceh dan me
"Nis, bukankah itu Dani?" tanya Surya. "Iya, Mas," jawab Annisa sambil melihat ke arah mantan suaminya yang berlari menjauh. Surya bertanya lagi, "Apa yang terjadi padanya? Apa sekarang dia menjadi tukang parkir?" "Aku juga gak tahu, Mas. Sejak kami berpisah, aku sudah gak mendengar kabarnya lagi," Annisa juga hampir tidak mempercayai apa yang dilihatnya, ia tidak habis pikir, apa yang sudah terjadi pada Dani dan keluarganya. Namun Annisa tidak terlalu peduli lagi, baginya Dani adalah bagian dari masa lalunya. Annisa sudah menutup lembaran kelam masa lalunya itu. Kini Annisa sudah membuka lembaran baru, memiliki jalan hidupnya sendiri bersama Surya dan anak-anaknya. ---Dani terengah-engah dan berhenti di bawah sebuah pohon rindang. Ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan mantan istrinya dalam kondisi seperti ini. Dani merasa malu karena hidupnya berubah total sejak Annisa meninggalkan dirinya. 'Nis, apa kamu sudah menikah dengan Surya? Sekarang aku sudah menikah dengan W