"Jangan lakukan itu! Ibu mohon pada kalian. Ibu mengaku salah, Nis, Nak Surya. Ibu gak sadar sudah melakukan kesalahan fatal seperti itu. Maafkan Ibu," kata Ibu Dani memelas. "Ibu tahu apa akibat perbuatan Ibu? Apa yang harus Nisa tanggung karena fitnah yang Ibu lakukan? Nisa dan Mas Dani bercerai, Nisa harus berpisah dengan Shafira dan Bagas, juga hampir kehilangan usaha yang sudah dirintis dengan susah payah. Kenapa Bu? Kenapa Ibu selalu membenci aku?" ucap Annisa getir. Ibu Dani memalingkan wajahnya dan enggan menjawab. Sementara Dani hanya bisa menutup wajahnya dan menangis. "Ini belum selesai, Bu. Ibu harus bertanggung jawab dan mengakui semuanya. Pasti Ibu juga yang telah menyebarkan berita ini melalui media sosial, bukan?" tanya Surya. "A-aku.." jawab Ibu Dani terbata-bata. "Sekarang, Ibu juga harus menjelaskan pada semua orang mengenai peristiwa yang sebenarnya terjadi. Ibu harus membersihkan nama saya dan Annisa!" tegas Surya. "Nis, Ibu sudah minta maaf padamu. Bukankah
Setelah mendapat video klarifikasi dari Ibu Dani, Annisa dan Karina kembali ke kios. "Semoga dengan pengakuan mantan mertuamu, nama baikmu kembali pulih, Nis," kata Karina. "Iya, terimakasih untuk semua bantuanmu, Rin. Aku bersyukur karena ada kamu yang selalu mendampingi aku," ucap Annisa. Karina tersenyum dan mengusap bahu Annisa. "Lalu apa rencanamu selanjutnya?" tanya Karina. "Besok aku akan menjemput anak-anak di rumah Ibu dan mungkin menginap beberapa hari di sana," jawab Annisa. "Baiklah, aku harus kembali bekerja besok. Kamu bisa mengurusnya sendiri, kan?"Annisa menganggukkan kepala dan tersenyum. Keesokan harinya, Annisa menjemput Shafira dan Bagas di rumah ibunya. Baru saja sampai di halaman, Shafira dan Bagas sudah menyongsong dan menyambut Annisa. "Mama, Fira kangen," ucapnya manja."Bagas juga, Ma. Kenapa Mama lama sekali?" tanya Bagas. "Mama juga kangen sama kalian," ujar Annisa. Annisa memeluk dan menciumi kedua anaknya itu, lalu menggandeng mereka masuk ke da
Seorang gadis cantik dan seksi berjalan memasuki tempat hiburan malam. Winda, masih berstatus mahasiswa semester akhir di kampusnya. Sudah dua bulan ini ia melakukan pekerjaan sampingan yang telah menjeratnya semakin dalam dan tenggelam dalam lumpur dosa. Winda berasal dari desa kecil di luar pulau. Ia memutuskan untuk datang ke kota ini hanya untuk menempuh pendidikan. Tak pernah ia duga, seorang teman wanitanya membawanya ke dalam jerat yang membuatnya tak bisa bangkit lagi. Winda tidak sepenuhnya menikmati semua yang ia lakukan. Rasa bersalah tentu menghantui dirinya sepanjang waktu, apalagi orang tua dan adik-adiknya tidak mengetahui apa yang ia lakukan. Awalnya usaha keluarga Winda cukup berhasil dan mampu membiayai kuliah Winda. Namun menjelang semester akhir, jerat hutang membuat usaha ayahnya ambruk.Winda tak berdaya, pernah ia menawarkan untuk berhenti kuliah dan kembali saja ke desa. Namun ibunya tak berkenan dan meminta Winda untuk bertahan. Akibatnya Winda harus meneri
Winda merasa sangat hancur. Sebagai wanita ia telah kehilangan hal yang paling berharga. Kini walau raganya masih bernyawa, tapi apa lagi yang bisa ia banggakan? Tak hentinya ia merutuk dalam hati, mengapa teman sekamar sekaligus sahabatnya tega menjebaknya seperti ini? Andai ia tahu, pekerjaan yang Anna tawarkan adalah menjual diri, tentu ia akan menolak mentah-mentah. Winda masih mengingat jelas, pesan ibunya sebelum ia pergi merantau. Ibu berucap berulang-ulang sepanjang malam itu, agar Winda menjaga diri dan berhati-hati. Saat itu Winda sangat bosan mendengar ocehan ibunya. Namun sekarang semua itu benar terjadi, Winda kehilangan semuanya. Kesalahan yang tidak akan bisa ia bayar seumur hidup. 'Maafkan aku, Bu, Ayah. Bagaimana aku bisa mengatakan semua ini pada kalian?' gumam Winda di sela tangisannya. Berjam-jam Winda hanya duduk dan menangis di tempat tidur hotel berbintang dua itu. Sampai hari mulai siang dan perutnya melilit karena lapar. Winda beringsut dan melangkah tert
Dani berjalan sempoyongan, sesekali ia meracau, menangis, dan memaki. Hidupnya hancur dan kebahagiaan dalam genggamannya lenyap. Ia seakan melayang, tak punya penopang untuk sekedar berpaut dan berdiri tegak. Dani, seorang yang telah kehilangan semua mimpi masa mudanya. Istri, anak, dan bahagianya bagaikan tertiup angin, lenyap seketika bagaikan mimpi buruk yang datang hanya dalam satu malam. Yang membuatnya lebih merana adalah saat realita menyatakan bahwa sang ibunda yang menjadi dalang atas semua hal yang terjadi. Patutnya dia masih bersyukur, karena Surya dan Annisa tidak memperpanjang masalah ini dan menempuh jalur hukum. Jika tidak, ia mungkin takkan sanggup melihat ibunya menghabiskan sisa usia di balik jeruji besi. Pikiran Dani terasa buntu, ia tak berani bermimpi lagi tentang masa depan, karena semua rajutan impiannya telah hancur seketika. Seharusnya, ia masih berbahagia dan melanjutkan hidup bersama Annisa, Shafira, dan Bagas. Namun apalah daya, kini Dani cukup tahu dir
Ketukan pintu yang keras memaksa Dani membuka matanya yang berat. Setengah sadar ia mencoba bangkit dan hendak menuju pintu itu. Namun ia tersadar melihat tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun. Dengan cepat disambarnya celana dan kemejanya, lalu berlari ke pintu itu. Otak dan kesadaran Dani belum terkumpul sempurna. Ia belum menyadari sepenuhnya, dimana ia berada saat ini. "Hmm?" Dani membuka pintu kamar dan melihat seorang pria berseragam seperti petugas hotel berdiri di hadapannya. "Pak, maaf. Waktu menginap anda sudah habis. Apa anda mau memperpanjangnya lagi?" Dani menggaruk kepalanya dengan bingung, lalu menjawab sekenanya. "Aku akan keluar sekarang," Dani kembali menutup pintu dan melangkah ke tempat tidur. Ia terkejut melihat sesosok tubuh yang berbaring di tempat tidur itu. Dani mulai berpikir dengan keras, dengan siapa semalam dia tidur? Dani mengamati gadis itu, rambutnya hitam dan panjang, agak berantakan dan sebagian menutupi wajahnya. 'Siapa wanita ini? Bukankah
Sore itu Surya kembali mengunjungi kios Annisa. Ia memang sering singgah ke kios itu untuk menjenguk Shafira dan Bagas. Surya sering membawakan makanan atau buah untuk anak-anak yang lucu dan menggemaskan itu. Annisa awalnya merasa sungkan, ia juga cemas dengan penilaian orang-orang, karena semua yang melihat video itu mengetahui bahwa Surya adalah pria yang ada di video itu bersama Annisa. Annisa sempat berkata pada Surya, "Mas, sebaiknya kamu jangan terlalu sering datang kemari,""Kenapa, Nis?" tanya Surya. "Aku hanya takut dengan penilaian orang-orang, Mas. Kalau mereka melihat kita berhubungan, mungkin saja mereka akan berpikir bahwa video itu benar. Padahal susah payah kita menjelaskan dan meyakinkan mereka," jawab Annisa. Surya justru tersenyum dan menjawab, "Biarkan saja orang lain menarik kesimpulan seperti itu, Nis. Kita yang tahu pasti apa yang terjadi. Aku pikir sekarang juga tidak ada yang terganggu dengan hubungan kita. Kamu sudah bercerai dengan Dani. Aku sudah perna
Seperti hari-hari sebelumnya, Surya singgah ke kios Annisa sepulang bekerja. Mereka menghabiskan waktu dengan makan malam bersama, membantu Shafira mengerjakan tugas sekolah dan menonton televisi. Menjelang pukul sembilan malam, Surya baru berpamitan untuk pulang ke rumahnya. Malam itu, Karina baru saja tiba di dekat kios Annisa. Ia sudah melihat mobil Surya terparkir di depan kios. Karina sengaja berhenti dan melihat Surya sedang berpamitan dengan Shafira dan Bagas. Surya mencium kedua anak itu bergantian, lalu melambaikan tangan dan masuk ke dalam mobilnya. Di belakang Shafira dan Bagas, Annisa tersenyum dan ikut melambaikan tangan. Mereka sudah seperti keluarga bahagia, sehingga tidak menyadari mobil Karina yang terparkir tak jauh dari situ. Karina memejamkan matanya sejenak, ia sempat membayangkan impian masa depannya bersama pria seperti Surya. Dahulu Karina tidak pernah memimpikan semua itu, tetapi kini, mungkin karena usianya sudah matang, sering kerinduan itu timbul dalam h
Lily sempat mengunjungi Annisa dan ingin mengambil Bagas kembali. Namun tentu saja Bagas yang tidak pernah mengenal Lily langsung menolak. Bagas menangis dan berteriak, lalu bersembunyi di balik pintu.Lily menatap Bagas yang kini sudah bertumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. "Mbak Nisa, aku kangen sama Bagas. Aku ingin menebus kesalahanku dan merawatnya," kata Lily. "Kalau kamu menyayangi Bagas, biarkan dia tinggal bersamaku, Li. Aku gak akan mengijinkan kamu membawanya, karena itu hanya akan membuatnya terluka. Dia bahkan gak mengenal kamu, Li," ujar Annisa. Lily memejamkan matanya dan diam beberapa saat. "Dulu kamu pergi begitu saja, tanpa memikirkan bagaimana Bagas bisa hidup. Kamu asyik dengan duniamu sendiri dan gak pernah menanyakan kabarnya. Sekarang kamu kembali dan mengatakan ingin membawanya? Aku akan berjuang untuk mempertahankan Bagas tetap bersamaku. Saat ini dia sudah menjadi anakku, adiknya Shafira," kata Annisa dengan tegas. "Bagas, ini mama kandungmu, Saya
Pagi itu Dani kembali melangkahkan kakinya ke minimarket tempat ia menjadi tukang parkir. Ia berusaha tetap bersemangat, sekalipun kondisi ini bertentangan dengan harapannya. Sebentar lagi Winda akan melahirkan dan membutuhkan biaya. Dani biasa bekerja dari pagi sampai sore. Sekalipun ia memakai topi dan masker agar wajahnya tidak mudah dikenali, tetapi akhirnya beberapa tetangga melihat dirinya saat sedang bekerja. Namun kini Dani pasrah, ia tidak peduli lagi dengan ucapan orang-orang. Bahkan ada yang mengedarkan berita bahwa Dani, papa Shafira bekerja sebagai tukang parkir. Selama Shafira ada di rumah Ibu Dani, rumah itu lebih ramai dari biasanya. Beberapa tetangga datang untuk berfoto bersama Shafira. Hari-hari Shafira menjadi sangat melelahkan. Menjelang siang, Ibu Dani mendengar suara ketukan di pintu depan. Ia segera membukakan pintu dan melihat punggung seorang gadis yang membelakanginya. "Cari siapa?" tanya Ibu Dani. Wanita berambut panjang dan pirang itu berbalik badan.
Mendengar berita tentang Lily, Surya segera pulang dan menjemput Annisa. Mereka langsung menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tak menentu. Geram, kesal, cemas, dan amarah memenuhi hati Annisa dalam perjalanan ke rumah sakit itu. "Mengapa mereka gak memberi tahu keadaan Shafira pada kita, Mas?" tanya Annisa dalam kegeraman. "Tenang, Sayang, beruntungnya jaman sekarang berita cepat menyebar melalui media sosial, sehingga kita bisa mengetahui keadaan Shafira dan dimana dia sekarang," jawab Surya sambil tetap fokus mengemudi."Aku gak akan pernah mengijinkan Mas Dani dan ibunya untuk menyentuh Shafira lagi!" ucap Annisa. Surya sangat memaklumi rasa sakit dan kemarahan yang sedang melanda Annisa. Annisa adalah wanita yang mengandung dan membesarkan Shafira dengan penuh cinta, sehingga wajar ia merasa marah ketika melihat anaknya sakit dan menderita seperti itu. Annisa dan Surya akhirnya tiba di rumah sakit Permata. Annisa sudah tidak sabar, ia ingin segera berlari menuju kamar p
Dani sangat terkejut ketika melihat Shafira ada di rumah ibunya. Ia langsung memeluk Shafira dan menumpahkan rasa rindu yang sudah lama terpendam dalam hatinya. "Fira, Papa kangen sekali," ucap Dani. "Pa, Fira mau pulang ke rumah Mama," jawab Shafira sambil menangis. "Bu, kenapa Fira bisa ada di sini?" tanya Dani."Memangnya kenapa? Itu yang kamu mau, kan? Ibu menjemputnya tadi, karena kamu gak punya usaha dan inisiatif untuk mengambil anakmu kembali," jawab ibu. Shafira terus menangis tanpa henti sejak tiba di rumah itu. Berbagai cara sudah Dani lakukan untuk menenangkan Shafira, tetapi ia tetap rewel dan memanggil-manggil nama Annisa. Dani memberi isyarat pada Winda untuk mengajak Shafira ke kamar, karena ia ingin lebih banyak berbincang dengan ibunya. Winda menggandeng tangan Shafira dan membujuknya masuk ke dalam kamar. Dani mulai beralih menatap ibunya dan berbicara dengan volume suara yang tidak terlalu keras. "Bu, apa Ibu mengambil Shafira dengan paksa? Kasihan Annisa dan
"Apa?! Kamu jadi tukang parkir? Memalukan! Apa gak ada pekerjaan lain?" seru Ibu Dani. "Kalau ada pekerjaan lain yang lebih baik, aku pasti mau, Bu. Masalahnya aku sudah mencoba melamar pekerjaan ke banyak tempat lain, tapi sampai sekarang gak ada jawaban. Aku rasa sementara gak masalah kalau aku menjadi tukang parkir, yang terpenting itu halal dan kita bisa makan," jawab Dani. "Ibu gak mau! Apa kata orang lain? Keluarga kita ini terhormat, kamu juga sudah Ibu sekolahkan tinggi, masa hanya menjadi tukang parkir?" oceh Ibu Dani. Winda berusaha memberanikan diri untuk bicara, menengahi keributan itu. "Bu, ini hanya untuk sementara. Kita doakan saja Mas Dani cepat mendapat pekerjaan yang lebih baik. Aku setuju pendapat Mas Dani, yang penting sekarang kita bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,""Siapa yang minta pendapatmu? Pokoknya Ibu mau kamu mengerjakan pekerjaan lain, bekerja di kantor dan punya gaji tetap!" Winda tersentak dan langsung kembali bungkam. Sementara itu Dani hanya
Sambil mengemudi mobil, Surya melirik Annisa yang banyak diam sejak pertemuan dengan Dani dan istrinya tadi. Annisa terlihat melamun dan berpikir, sesekali ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. "Sayang, ada apa? Apa kamu masih merasa sakit hati melihat Dani bersama wanita lain?" tanya Dani. "Ah, bukan begitu, Mas. Aku hanya sedikit terkejut tadi. Tapi aku bersyukur, karena aku dan Mas Dani sudah menemukan pasangan baru dan kebahagiaan masing-masing," jawab Annisa. "Kalau kamu masih merasa aneh, aku memakluminya. Kamu dan Dani cukup lama menikah, jadi wajar jika tetap ada kenangan di antara kalian berdua," ujar Surya. Annisa mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Surya. Ia berkata lembut, "Mas Dani adalah bagian dari masa laluku. Sekarang aku punya kamu, Mas. Kebahagiaanku sempurna karena ada kamu dan anak-anak kita,""Terimakasih, Sayang. Kamu juga harus tahu, bahwa aku sangat bahagia memiliki kalian," ujar Surya. "Oh ya, bagaimana kalau kita percepat saja
Dani mengakhiri panggilan telepon itu dan terdiam beberapa saat. Setelah kembali menguasai dirinya, ia berkata pada Winda, "Win, kita ke rumah sakit sekarang. Aku sudah mendapatkan pinjaman uang,""Uang dari mana, Mas? Apa kamu meminjamnya?" tanya Winda. "Iya, terpaksa aku meminjam pada mantan istriku. Sudahlah, yang terpenting kamu bisa dirawat di rumah sakit," jawab Dani. Dani mengantarkan Winda ke rumah sakit, mengurus semua proses administrasi dan menemaninya sampai masuk ke kamar perawatan. Setelah itu Dani berpamitan untuk mengambil pakaian Winda di rumah dan mengembalikan mobil yang ia pinjam pada Pak Imron. Ibu Dani melihat Dani memasukkan beberapa pakaian Winda ke dalam tas ranselnya. Ia bertanya, "Dan, apa Winda jadi dirawat di rumah sakit?""Iya, Bu," jawab Dani. "Dari mana kamu mendapatkan uang?" tanya Ibu Dani lagi. "Aku terpaksa meminjam pada Annisa, Bu. Aku gak tahu bisa mendapatkan uang dari mana lagi," jawab Dani. Ibu Dani duduk di tempat tidur di dalam kamar it
"Bu Winda harus dirawat di rumah sakit, Pak. Ini demi keselamatan ibu dan bayinya," kata dokter setelah memeriksa Winda. "Apa?! Memangnya istri saya kenapa, Dok? Apa tidak bisa dirawat di rumah saja?" tanya Dani. "Bu Winda sepertinya mengalami kontraksi dan harus beristirahat total di tempat tidur. Dia saat ini tidak boleh terlalu lelah dan memaksakan diri. Jika tidak, bisa berbahaya untuk bayi yang sedang dikandungnya. Janin Ibu bisa gugur nantinya. Kita juga harus memeriksa Bu Winda lebih mendetail, dan peralatan di rumah sakit pastinya lebih memadai. Secara fisik, sepertinya Bu Winda kurang mendapatkan asupan atau gizi yang diperlukan, apalagi dalam kondisi hamil seperti ini," beber dokter muda itu. "Dasar merepotkan! Ibu sudah sering mengingatkan kamu, jangan malas makan! Kalau sudah begini bagaimana? Dari mana kita mendapat uang untuk biaya rumah sakit?" seru Ibu Dani sambil menoyor kepala Winda. Dokter yang memeriksa sempat terkejut melihat Ibu Dani tak segan mengoceh dan me
"Nis, bukankah itu Dani?" tanya Surya. "Iya, Mas," jawab Annisa sambil melihat ke arah mantan suaminya yang berlari menjauh. Surya bertanya lagi, "Apa yang terjadi padanya? Apa sekarang dia menjadi tukang parkir?" "Aku juga gak tahu, Mas. Sejak kami berpisah, aku sudah gak mendengar kabarnya lagi," Annisa juga hampir tidak mempercayai apa yang dilihatnya, ia tidak habis pikir, apa yang sudah terjadi pada Dani dan keluarganya. Namun Annisa tidak terlalu peduli lagi, baginya Dani adalah bagian dari masa lalunya. Annisa sudah menutup lembaran kelam masa lalunya itu. Kini Annisa sudah membuka lembaran baru, memiliki jalan hidupnya sendiri bersama Surya dan anak-anaknya. ---Dani terengah-engah dan berhenti di bawah sebuah pohon rindang. Ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan mantan istrinya dalam kondisi seperti ini. Dani merasa malu karena hidupnya berubah total sejak Annisa meninggalkan dirinya. 'Nis, apa kamu sudah menikah dengan Surya? Sekarang aku sudah menikah dengan W