Tuan Dhanu Mahendra telah mempercayakan perusahaan itu pada Arya. Tetapi, ternyata kemurahan hati beliau telah membuat menantunya itu buta hati. "Seenaknya saja dia menganggapku orang tak berguna di hidupnya. Entah bagaimana dia sampai mengarang hal seperti itu dan menceritakannya pada ibu." Shanum kembali bermonolog sendiri. Ia masih tak habis pikir dengan kenyataan yang tiba-tiba menimpa hidupnya. "Pa, Ma, tolong kuatkan aku untuk menghadapi mereka. Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Tolong bantu aku untuk menyingkirkan orang-orang tak tahu diri itu," pintanya sembari menatap pusara kedua orang tuanya secara bergantian. Shanum mengusap dua nisan bertuliskan nama orang tuanya untuk terakhir kalinya. Dia telah merasa cukup untuk menumpahkan unek-uneknya pada mereka yang sudah berbeda ruang dan waktu. Usai mengeluarkan seluruh keluh kesah yang menyesakkan di dalam dada. Shanum merasakan kelegaan. Meskipun, Papa dan Mamanya tak mungkin memberikan solusi. Namun, perasaannya
"Mbak, nggak ke sini? Udah siang lho? Mbak baik-baik aja kan? Nggak kenapa-napa kan?" cecar Shela dari ujung sana. Ia langsung menghujani Shanum dengan berbagai pertanyaan dengan nada cemas. "Aku baik-baik saja, Shel. Ini mau jalan ke butik. Kenapa? Ada masalah ya di sana?" tanya Shanum dengan suaranya yang tenang."Eh, nggak ada sih, Mbak. Aku cuma cemas aja. Biasanya jam segini Mbak udah di butik. Tapi, sampai siang begini kok belum datang ke sini, takut kenapa-napa." Shela menyampaikan kecemasannya sedari tadi pada atasannya itu."Oh, ya ampun sampai segitunya, Shel. Aku nggak apa-apa kok. Ini lagi nyetir, jalan ke sana. Udah dulu ya," ucap Shanum berpamitan mematikan sambungan telepon, karena dia harus fokus menyetir. "Oke, Mbak. Aku tunggu ya. Hati-hati!" pesannya sebelum sambungan telepon berakhir. Shanum ingin meralat ucapannya tadi. Nyatanya ia tak benar-benar sendirian di dunia ini. Ada juga beberapa orang yang berdiri di pihaknya, termasuk Shela. Wanita itu lantas melaj
Shela tiba-tiba menghambur ke arah Shanum lalu memeluknya dengan erat. "Mbak, aku ikut sedih dengan masalah rumah tangga yang Mbak alami. Aku bener-bener nggak nyangka Mas Arya bisa setega itu. Padahal sorot matanya saat menatap Mbak Shanum itu adalah jelas tatapan penuh cinta," ucap Shela mencoba menghibur Shanum."Yah, namun perasaan dan hati manusia bisa berubah dalam satu detik, Shel. Aku jadi nggak heran," sahut Shanum berusaha tegar."Huaaa… Hikkss…" Shela tiba-tiba saja menumpahkan tangis prihatinnya. "Lah, kok malah kamu sih yang nangis, Shel. Harusnya aku. Lihat, aku baik-baik aja kok. Jadi kamu nggak perlu nangis," seloroh Shanum menahan tawanya. "Hikss… Aku sedih kalau Mbak mau pisah sama Mas Arya. Siapa sih pelakor itu, sini biar aku hajar dia," ucap Shela di sela-sela tangisannya.Shanum terkekeh kecil. Bibirnya mengulas senyum tipis. Baginya, kehadiran Shela bagai oase yang menyejukkan, seakan selalu memberi warna ceria pada hidupnya yang nyaris suram."Dah, ah. Jan
Rambutnya terlihat basah, seperti habis mandi. 'Jangan-jangan mereka habis melakukan itu. Ah, kenapa aku mikir hal gak penting begitu.' Shanum membatin dalam hati.Pria itu tampak berjalan arah tangga, menuju ke arah Shanum, tentu saja dengan istri barunya. Wanita licik itu melirik Shanum dengan tatapan sinis."Duh, apaan sih ribut mulu deh, Mbak Shanum. Kayak hidupnya di hutan aja," celetuk Lila yang tiba-tiba saja keluar dari kamar tamu yang satunya dengan rambut yang acak-acakan, dan suara parau khas orang yang baru bangun tidur.'Astaga, jadi sekarang ceritanya empat lawan satu?' batin Shanum geleng-geleng kepala, menyadari jika lawannya makin bertambah banyak. "Aduh, untung kalian datang, Arya, Lila, Anara. Ini nih, si Shanum ini bener-bener keterlaluan. Masa nyuruh Ibu buat beresin semua kekacauan di situ," omel Bu Desi sambil menunjuk ke arah sofa dan meja ruang tamu yang berantakan oleh ulahnya, Lila, dan juga Anara beberapa menit yang lalu. "Bener itu, Sha? Kamu nyuruh Ibu
Shanum melangkahkan kakinya menuju ke kamar. Lalu, ia memilih untuk langsung masuk ke kamar mandi sesaat setelah dirinya masuk ke kamar. Ia mengguyur seluruh tubuh di bawah shower, membiarkan air membasuh tubuh lelahnya.Ia membiarkan kedua kelopak tangannya menjatuhkan bulirnya di antara derasnya air yang turun. Kali ini, dia ingin melanggar janjinya jika tak akan menangisi apapun yang menimpanya. "Biarkan kali ini saja aku melanggar janjiku," gumam Shanum lirih. Nyatanya sekuat apapun, dia mencoba tegar. Dirinya tetaplah wanita yang mempunyai sisi hati yang rapuh. Dan Shanum tengah rapuh saat ini. "Aku masih nggak menyangka hal seperti ini terjadi padaku. Aku bahkan mengira ini mimpi buruk. Karena semua terjadi dengan tiba-tiba." Shanum bermonolog dalam hatinya. Hati yang perlahan sudah sempat memulai percaya dan menerima Arya sepenuhnya, kini perlahan patah. Hancur menjadi kepingan kecil, dan Shanum tak berniat untuk merekatkan kembali kepingan kecil itu. Kepercayaan yang mulai
'Aku tahu, kalau kamu gak pernah memegang uang cash.' Shanum terkekeh dalam hatinya saat dia tahu kalau Arya pasti sedang kebingungan. Mana mungkin pria itu mau memesan steak, kalau nggak ada uang cash.Shanum ingin tertawa terbahak-bahak rasanya, karena drama OKB yang tengah terjadi saat ini akan segera berakhir dengan ending yang menyedihkan. Namun, ia tahan hasrat tertawanya itu dan berusaha agar tetap bersikap tenang dan terlihat elegan di depan para benalu yang mencoba menyingkirkannya itu. Arya tampak berpikir keras, lalu ia kini menatap Shanum karena dialah satu-satunya orang yang bisa memberikan solusi untuknya saat ini. "Sha, kamu ada uang cash?" tanyanya kemudian tanpa malu-malu lagi. Shanum menggelengkan kepalanya tak peduli. Seakan pertanda kalau dirinya tidak memiliki solusi. Ia tengah fokus menghabiskan makanan di piring."Bu, Lila, Ra, kalian ada uang cash, kan?" tanya Arya pada ketiga wanita itu. Kini hanya merekalah harapan Arya agar mereka bertiga tetap percaya ka
Anara tampak menelan ludahnya susah payah, dan gusar menunggu jawaban dari sang suami yang masih larut dalam diamnya."Kenapa diam, Mas? Apa benar yang dikatakan sama Ibu?" Anara akhirnya membuka suara, karena tak dapat menahan rasa penasarannya.Arya merasa ketar-ketir. Dia sungguh tak ingin rahasianya terbongkar untuk saat ini. Setidaknya, masih beberapa langkah lagi sampai dia menjadi pemilik semua aset almarhum ayah mertuanya."Kalian ini kenapa sih nanya begituan. Aku nggak pernah bohong selama ini, dan aku minta supaya kalian diam saja, jangan lakukan apa pun pada Shanum. Karena aku yang akan mengurusnya sendiri," ucap Arya pada akhirnya setelah bersusah payah menekan perasaan gugup yang sempat melanda hatinya. Bu Desi dan Anara saling bertatapan selama sepersekian detik. Ucapan Arya begitu meyakinkan sehingga mereka tak punya alasan lagi untuk meragukan pengakuan pria itu. "Baiklah, kami percaya, Arya. Tapi, tolong ya kamu harus segera mengusir Shanum dari rumah ini. Toh, dia
Arya pun tak bersuara lagi. Ia memilih merebahkan dirinya di ranjang. Percuma rasanya mengajak Shanum bicara, sementara wanita itu sudah menutup hatinya."Shanum … satu hal yang paling aku sesali adalah mengkhianatimu, tapi asal kamu tahu, kalau aku sungguh menyesal dan tak mau kehilanganmu," ucap Arya lirih. Shanum mendengarnya, namun memilih abai dan tetap memejamkan matanya.Ia tak mau mendengar apa pun perkataan Arya, yang nantinya hanya akan menggoyahkan niatnya untuk bercerai.'Terlambat, Mas. Semuanya sudah terlambat. Aku nggak akan berpikir dua kali untuk mengakhiri pernikahan ini, dan mengusir kalian pergi dari rumah ini. Aku, sudah tak ingin mendengar apa pun alasanmu,' batin Shanum seakan menimpali ucapan Arya. Kata-kata itu nyatanya hanya dapat terucap dalam hatinya."Aku harap apa pun yang terjadi, jangan pernah berpikir untuk bercerai dariku. Karena aku, sangat mencintaimu, Shanum," ujar Arya lagi. Ia memiringkan tubuhnya, menatap punggung Shanum yang tidur membelakangin
"Kenapa Stella jelek-jelekin aku di depan Sena, ya? Dia punya masalah apa sama aku?" gumam Shanum tak mengerti dengan sikap buruk yang ia terima oleh orang yang bahkan tidak ia kenal.Zayn dan Shanum masih sibuk mengurus Sena yang sudah terlanjur membenci Shanum karena perkataan Stella. Zayn tak menyangka, masih ada banyak penghalang yang mengusik dirinya menuju hari bahagianya. "Kamu tenang aja, Sha. Aku nggak akan membiarkan Stella memberikan pengaruh buruk sama Sena," tegas Zayn. Pria itu harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin sebelum keadaan menjadi semakin keruh. Sudah susah payah Zayn meminta restu dari kedua orang tuanya. Zayn tidak akan membiarkan pernikahannya gagal karena Sena.Keduanya pun mulai memberikan pengertian pada Sena dan mencoba menghapus pemikiran buruk bocah itu mengenai Shanum. Pria itu harus bisa mengembalikan Sena seperti sedia kala."Sena sayang, Tante Shanum nggak seperti yang dibilang Tante Stella. Tante Shanum bukan tante jahat. Selama in
Pernikahan antara Shanum dan Zayn tinggal menghitung hari. Tidak lama lagi, pasangan kekasih itu akan menjadi pasangan sehidup semati. Zayn benar-benar tidak sabar ingin segera meresmikan hubungannya dengan Shanum. Namun berbeda dengan Zayn, Shanum justru merasakan kegelisahan yang tidak wajar menjelang hari pernikahannya.Satu minggu lagi, Zayn dan Shanum akan menggelar acara pernikahan sederhana. Shanum diterima dengan baik oleh keluarga Zayn, maupun oleh anak Zayn.Tapi entah kenapa, mendadak Shanum merasa resah tanpa alasan yang jelas. Padahal ia sudah mendapatkan restu dan Shanum juga bisa mengakrabkan diri dengan Sena. Menurut Zayn, tidak ada lagi masalah di antara mereka dan Zayn yakin pernikahan mereka akan berjalan lancar."Hari ini mau dijemput jam berapa?" tanya Zayn pada Shanum melalui sambungan telepon."Nanti aku kabari, Mas. Aku ada pekerjaan yang belum selesai.""Kamu nggak lupakan sama janji makan malam kita hari ini? Sena udah nungguin," ujar Zayn.Shanum mengulas se
Acara kunjungan di rumah tahanan pun berakhir. Arya harus segera kembali ke sel, sementara Lila dan Bu Desi harus segera pergi meninggalkan rutan."Hati-hati di jalan, ya. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Arya sebelum berpisah dari ibu dan juga adiknya."Mas juga hati-hati di sini. Jaga kesehatan!" sahut Lila."Ibu pergi ya, Arya? Sehat-sehat di sini, ya? Nanti Ibu jengukin kamu lagi," ungkap Bu Desi berpamitan pada putranya dengan manik mata berkaca-kaca.Arya dan Lila saling beradu pandang. Setelah Lila mengajak Bu Desi pergi nanti, mungkin Bu Desi tidak akan bisa sering-sering menjenguk Arya di dalam penjara."Ibu nggak perlu terlalu sering datang ke sini. Arya akan baik-baik saja di sini, Bu. Ibu sama Lila juga harus hidup dengan baik selama Arya nggak ada, ya?" cetus Arya.Perpisahan antara ibu dan anak itu pun kembali diwarnai dengan tangisan. Bu Desi dan Lila pun keluar dari rutan, dan bergegas pulang ke kontrakan. "Untung aja masih ada ongkos buat pulang," gumam Lila."Kamu
Suasana rumah tahanan itu pun mulai penuh dengan tangis haru. Arya benar-benar senang dan bersyukur, akhirnya keluarganya datang mengunjungi dirinya setelah beberapa bulan pria itu berada di penjara. Mereka bertiga menangis, meluapkan kerinduan yang sudah lama terpendam."Maafkan Ibu, Arya. Ibu udah lama nggak jenguk kamu. Ibu minta maaf baru bisa datang sekarang," ucap Bu Desi pada sang putra. Tidak hanya Bu Desi saja yang mengucapkan kata maaf, Lila juga ikut merasa bersalah karena sudah mengabaikan sang kakak. "Lila juga minta maaf, Mas. Selama ini Lila nggak pernah jengukin Mas," sahut Lila.Arya menghela napas. Sebenarnya pria itu sangat kecewa pada ibu dan juga adiknya. D i saat dirinya tengah menghadapi kesulitan, Arya justru ditinggalkan oleh keluarganya. Pria itu menderita seorang diri di dalam jeruji besi."Maafkan kami ya, Arya? Ke depannya, Ibu sama Lila akan sering-sering jengukin kamu di sini," ujar Bu Desi.Arya hanya diam. Ini kesempatan pria itu untuk mengeluarkan un
Mata Lila tampak berkabut. Rasanya tak kuasa jika harus mengatakan apa yang baru saja menimpanya pada sang ibu.Namun, gadis itu tetap memutuskan untuk membangunkan sang ibu, agar wanita yang melahirkannya itu tak perlu merasakan linu ketika bangun di pagi hari esok. Usai menyeka air mata serta jejak kesedihan di wajahnya, kini Lila yang terlihat jauh lebih tegar daripada saat pertama masuk ke rumah pun mulai memanggil sang ibu untuk membangunkannya. "Ibu." Lila berbisik pelan seraya menepuk lengan Bu Desi.Wanita itu menggeliat ketika mendapat tepukan tiba-tiba yang mengganggu tidurnya yang baru setengah jalan itu."Kenapa kamu pulang semalam ini, hm? Ke mana saja kamu? Apa kamu membuat masalah baru lagi setelah terlibat dengan suami orang itu," cecar Bu Desi membuat Lila seketika menganga, tak percaya jika rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Desi. "Astaga, Bu. Apa nggak bisa nanyanya satu-satu dan pelan? Dan lagi, apa ibu bisa nggak berburuk sangka ke aku, hm?" Lila mena
Lila tidak menyadari bahwa setelah ditimpa sebuah musibah sebagai bentuk karmanya merebut suami orang pasca rumahnya dihancurkan oleh istri sah dari mantan istri David, kini Lila akan segera terjerembab dalam masalah baru yang jauh lebih kompleks.Dirinya sama sekali tidak mengetahui segala hal berkaitan utang-piutang yang dimiliki sang kakak, Arya, dari mulai kepada siapa dan seberapa besar nominal tersebut. Sekarang, Rendy tiba-tiba datang mendatanginya dan mengajaknya menaiki sebuah mobil hitam metalik.Senyum Rendy mengembang begitu puas. Terutama saat Lila menuruti saja saat Rendy mengajaknya ke salah satu hotel di kota mereka. Lila masih mencoba berpikir positif mengingat bagaimanapun Rendy adalah salah satu rekan kerja Arya dulu yang kebetulan pernah ditemuinya sebanyak dua kali.“Ayo, masuk,” tukas Rendy masih mempertahankan senyum miliknya kemudian melirik ke tas Lila. “Oh, ya. Kamu pasti capek kan abis kuliah? Udah sini, tasnya aku
“Tante cantik kok diam aja?” tanya Sena dengan nada khas anak-anaknya, saat melihat Shanum tiba-tiba terdiam saat bermain rumah-rumahan.Shanum yang sebenarnya sedari tadi mencemaskan reaksi orang tua Zayn terhadap rencana pernikahan mereka itu, pun dibuyarkan lamunannya oleh suara imut Sena yang sempat dihiraukannya itu.“Maaf ya, Sena, Tante sedang gak fokus,” sahut Shanum sambil tersenyum.Menatap Shanum sambil memiringkan kepalanya, Sena pun bertanya dengan polos, “Fokus itu apa, Tante?”Shanum hampir saja tidak bisa menahan tawanya saat mendapati hal tersebut. Ia merasa konyol karena membicarakan isi pikirannya pada anak kecil berusia 3 tahun itu.“Fokus itu ….”Saat hendak menjawab pertanyaan Sena, tiba-tiba saja Zayn sudah bergabung dengan mereka. Seperti apa yang dikatakannya sebelum ini, laki-laki itu keluar membawa serta tas berisi perlengkapan Sena seperti baju ganti, susu, dan beberapa ha
Tak terasa telah tiga hari telah berlalu. Usai kejadian nahas yang menimpa Shanum itu, rangkaian permasalahan silih berganti menyambanginya sebagai buntut dari peristiwa tersebut.Kendati demikian, peristiwa mengerikan itu tak hanya membawa rentetan malapetaka saja. Adapun berkah yang dibawa olehnya yakni kedekatan yang semakin terasa antara Zayn dan Shanum sendiri.Ya, usai kejadian penculikan Shanum tempo hari, Zayn yang senantiasa menjaga dan merawat Shanum di sampingnya itu, membuat hati Shanum yang semula ragu untuk terbuka kepadanya, pun akhirnya berhasil sepenuhnya menerima kembali kehadiran laki-laki tersebut.Seperti sekarang, Zayn sendirilah yang senantiasa menemani Shanum yang masih trauma itu keluar masuk kantor polisi dan pengadilan. Dalam kondisi yang masih sedikit syok, wanita itu tetap harus memberikan kesaksian agar memperoleh keadilan seperti yang telah dijanjikan oleh undang-undang itu sendiri.“Mas, sebenarn
“Apaan? Kalian mau nyulik gue? Gue nggak kenal kalian!” Lila masih mengomel penuh rasa kesal, sayangnya mereka tidak mengenal kata menyerah sebab langsung menyeret tangan Lila.Bersamaan dengan kericuhan itu semua, tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pria yang rasanya begitu familiar dan tak asing di telinga Lila.“Hai, Lila,” panggil seorang pria muda dengan berbaju rapi muncul dari belakang dua orang berbadan kekar tadi. Lila terkejut mendengar sapaan tersebut, mengingat sebentar, kemudian langsung merespons.“Kak Rendy!” teriak Lila cepat setelah berhasil memicingkan netra bermaksud untuk lebih mengenali sang pria muda tersebut. Pria itu langsung tersenyum penuh arti dan mengangguk seolah memberikan kode.“Iya, ini aku, Lila.” Rendy kemudian meminta para dua orang tadi untuk menyingkir sebentar untuk berbincang dengan Lila. “Udah lama nggak ketemu, ya. Ternyata kabarmu masih baik.”Rani dan Rena kebingung