Setelah cukup berbasa basi akhirnya Risa dan Indra berpamitan pada orang tua mereka masing-masing menuju kosan Risa.
"Bu, Yah, kami pergi dulu ya, Ibu sama Mimi jangan bikin ulah ya, nanti kalau ada waktu aku sama Risa akan jenguk kalian disini, " ucap Indra pada kedua mertua dan Ibu juga adiknya.
***
Pagi telah tiba, matahari pun sudah merangkak naik menunjukkan dirinya pada semua umat. Disaat semua orang sudah terbangun untuk melakukan aktivitas rutinnya. Masih ada sebagian orang yang bergelung dan meringkuk di atas kasur dengan mata terpejam. Siapa lagi kalau bukan Bu Nita dan juga Mimi. Perjanjian awal mereka akan bekerja sebagai art di rumah orang tua Risa, tapi pada kenyataannya h
"Kenapa? Mau protes? Resiko hidup numpang ya kayak gitu, kalau nggak mau ya jangan numpang, simpel kan, kami ini bukan menanti kalian yang bodoh dan kelewat baik itu, menantu baik aja masih kalian bohongi dan curangi, kalian pikir kalian ini siapa, raja? Ratu? Hidup numpang aja sok belagu, sudah cepat kerjakan, aku tak mau tau kalau tak selesai gak ada makanan untuk kalian! " hardik Bu Rodiyah pada Bu Nita dan Mimi. Dengan sangat terpaksa mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Bu Rodiyah.Bu Nita dan Mimi memang merasa kesal dengan sikap yang ditunjukkan oleh Bu Rodiyah, mereka kira mereka akan kembali hidup enak bersama keluarga Risa, faktanya keadaan mereka tak jauh lebih baik daripada tinggal di rumah Nia.***
Bahkan hingga saat ini Angga juga belum pernah sekalipun menyatakan perasaannya pada Nia, biarlah, jika jodoh tak akan kemana, begitu pikir Angga. Sedangkan Nia yang sebenarnya tahu jika Angga memiliki perasaan lebih untuknya tidak mau terlalu memberikan Angga harapan karena selain status Nia masi istri orang, Nia juga masih takut untuk memulai sebuah hubungan baru lagi, ia belum siap jika kembali harus menelan pil pahit menjalani rumah tangga yang toxic. Biarlah statusnya dengan Angga untuk sementara waktu seperti itu dahulu. Hingga ia rasa siap barulah Nia akan kembali membuka hatinya.***"Heh, bangun! Molor aja kerjanya! " hardik Bu Rodiyah saat melihat Bu Nita masih meringkuk di dalam kamarnya, sedangkan Mimi sudah berjibaku dengan sejumlah pekerjaan rumah sejak pukul lima pa
"Bang, tunggu disini dulu ya, saya mau masuk kesana dulu, pokoknya jangan tinggalin saya, nanti saya bayar lebih," ucap Indra pada tukang ojek."Siap, Pak, kalau soal duit pokoknya beres. "Setelah meminta tukang ojek untuk menunggunya, Indra pun berjalan perlahan menuju rumah yang dimasuki Risa dan Tedi itu. Indra berjalan sembari mengendap-endap, Indra berjalan menuju teras depan, ia mengintip dari celah-celah jendela yang tak tertutupi hordeng, tampak sepi didalam, Indra kembali melanjutkan langkah kakinya, ia melewati garasi dan ternyata di garasi sudah terparkir tiga buah mobil selain mobil yang dipakai Risa dan Tedi. Sayup Indra mendengar suara dari ruangan sebelah garasi, lantas Indra mendekati jendela di ruangan itu. Beruntung jendela ti
Hari ini tepat aku sudah menerima gajiku, rencananya uang ini akan aku pergunakan untuk menyewa rumah petak untuk Ibu dan Mimi, untungnya beberapa bulan ini aku selalu mendapatkan uang tambahan karena aku sering masuk hingga malam. Jadi Pak Angga dengan murah hati menambah uang gajiku. Tentunya uang lemburan ini Risa tak mengetahuinya, dan saat ini uang bonusan yang aku kumpulkan ditambah dengan uang gajiku plus lemburan ku bulan ini ada sekitar Rp. 7.000.000,- kurasa ini cukup untuk menyewa rumah petak tiga bulan dan sisanya aku akan meminta Ibu dan Mimi membuka usaha untuk biaya hidup mereka, toh aku masih bekerja jadi aku masih punya gaji, dan rencananya aku juga akan tinggal bersama Ibu dan Mimi, cukup sudah aku hidup seatap dengan manusia iblis macam Risa."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya bawa sini, ada baju yang mau
"Tanya pada Risa kenapa aku bisa memanggilnya murahan! Aku tak mau memperlihatkan bukti pada Ibu yang akan membuat Ibu shock lantas pingsan nantinya, sudah ya, aku mau ajk Ibu dan Mimi keluar sekarang jug, terimakasih sebelumnya sudah mau menampung keluargaku selama tiga bulan ini."Aku bergegas menuju belakang rumah dan menghampiri Ibu dan Mimi yang juga sudah siap dengan barang bawaan mereka yang tak banyak."Bu, Mi, sudah siap?" tanyaku pada Ibu dan Mimi."Sudah, Nak, ayo kita keluar." aku, Ibu dan Mimi melangkahkan kaki hingga sampai di ruang tamu, masih kulihat Bu Rodiyah menatapku dan keluargaku dengan tatapan yang seakan siap menerkam kami, tapi itu tak membuatku gentar, cukup sudah keluargaku diperlakukan tak layak oleh mereka.
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
Saat itu juga darah mengalir dari kedua pangkal pahaku hingga aku berteriak kesakitan. Saat itulah para penjaga bergegas membawaku ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit aku segera dibawa ke ugd, tapi karena aku merasa sudah tidak kuat menahan sakit yang menjalar di sekitar tubuhku tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap.Saat aku terbangun, aku sudah mendapati diriku di ruangan perawatan dan ada dua orang penjaga yang menungguku disana. Waktu kuraba perutku aku mulai gusar karena mendapati perut yang sudah rata."Bu, bayiku mana?" ucapku kala itu pada penjaga yang belum menyadari kalau aku sudah sadar."Bu Risa sudah sadar? Tunggu sebentar ya, biar saya panggilkan do
Selama ini pun aku tak pernah mencari dimana keberadaan Risa, jujur hingga saat ini apa yang Risa perbuat masih belum bisa kumaafkan, saat ini aku hanya fokus untuk kerja dan mencari uang, rencananya aku ingin meminta Mimi untuk kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat terputus karena keterbatasan biaya."Ndra, ini surat apa?" ucapan Ibu membuyarkan lamunanku tentang kehidupan masa laluku. Saat ini aku baru saja pulang dari tempatku bekerja."Oh, ini undangan pernikahan Nia dengan Pak Angga, Bu.""Maksud kamu Nia mantan istri kamu?" ucap Ibu sembari meletakkan teh hangat di depanku, Ibu memang selalu membuatkanku teh atau kopi setiap aku baru pulang kerja."Iya, Bu, Nia mantan istriku
Flashback onSeperti biasa jika pagi sudah menyapa, seorang penjaga yang ditugaskan Tedi untuk bersih-bersih rumah atau markas Tedi dan teman-temannya akan datang untuk membersihkan rumah tersebut, mulai dari menyapu, mengepel, serta mencabuti rumput jika dirasa sudah panjang. Tapi pagi itu si penjaga rumah dikejutkan dengan sosok Tedi yang sudah terbujur kaku tanpa mengenakan busana, dengan mata melotot bibir mengeluarkan busa putih, serta warna kulit yang sudah mulai membiru pucat."Allahu Akbar! Mas Tedi, kenapa, Mas!" pekik si penjaga tersebut. Usahanya membangunkan Tedi sia-sia, karena Tedi sudah tak lagi bernyawa.Tak mau dijadikan salah tuduhan si penjaga itu pun bergegas untuk menghubungi pihak kepolisian. Tak berselang lama, para polisi yang di tel
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak
"Tanya pada Risa kenapa aku bisa memanggilnya murahan! Aku tak mau memperlihatkan bukti pada Ibu yang akan membuat Ibu shock lantas pingsan nantinya, sudah ya, aku mau ajk Ibu dan Mimi keluar sekarang jug, terimakasih sebelumnya sudah mau menampung keluargaku selama tiga bulan ini."Aku bergegas menuju belakang rumah dan menghampiri Ibu dan Mimi yang juga sudah siap dengan barang bawaan mereka yang tak banyak."Bu, Mi, sudah siap?" tanyaku pada Ibu dan Mimi."Sudah, Nak, ayo kita keluar." aku, Ibu dan Mimi melangkahkan kaki hingga sampai di ruang tamu, masih kulihat Bu Rodiyah menatapku dan keluargaku dengan tatapan yang seakan siap menerkam kami, tapi itu tak membuatku gentar, cukup sudah keluargaku diperlakukan tak layak oleh mereka.
Hari ini tepat aku sudah menerima gajiku, rencananya uang ini akan aku pergunakan untuk menyewa rumah petak untuk Ibu dan Mimi, untungnya beberapa bulan ini aku selalu mendapatkan uang tambahan karena aku sering masuk hingga malam. Jadi Pak Angga dengan murah hati menambah uang gajiku. Tentunya uang lemburan ini Risa tak mengetahuinya, dan saat ini uang bonusan yang aku kumpulkan ditambah dengan uang gajiku plus lemburan ku bulan ini ada sekitar Rp. 7.000.000,- kurasa ini cukup untuk menyewa rumah petak tiga bulan dan sisanya aku akan meminta Ibu dan Mimi membuka usaha untuk biaya hidup mereka, toh aku masih bekerja jadi aku masih punya gaji, dan rencananya aku juga akan tinggal bersama Ibu dan Mimi, cukup sudah aku hidup seatap dengan manusia iblis macam Risa."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya bawa sini, ada baju yang mau
"Bang, tunggu disini dulu ya, saya mau masuk kesana dulu, pokoknya jangan tinggalin saya, nanti saya bayar lebih," ucap Indra pada tukang ojek."Siap, Pak, kalau soal duit pokoknya beres. "Setelah meminta tukang ojek untuk menunggunya, Indra pun berjalan perlahan menuju rumah yang dimasuki Risa dan Tedi itu. Indra berjalan sembari mengendap-endap, Indra berjalan menuju teras depan, ia mengintip dari celah-celah jendela yang tak tertutupi hordeng, tampak sepi didalam, Indra kembali melanjutkan langkah kakinya, ia melewati garasi dan ternyata di garasi sudah terparkir tiga buah mobil selain mobil yang dipakai Risa dan Tedi. Sayup Indra mendengar suara dari ruangan sebelah garasi, lantas Indra mendekati jendela di ruangan itu. Beruntung jendela ti