"Gue bukan soal temenan sama siapa, disini gue ngomong yang sebenarnya, lo harusnya sadar ini semua terjadi karena kesalhan yang lo perbuat sendiri, coba gue tanya, selama ini lo kasih bini lo nafkah berapa? ""Kenapa lo jadi nanya hal kayak gitu sih? ""Ya gue nanya aja, soalnya kalau gue denger dari cerita lo yang udah-udah bini lo itu udah gedeg sama lo juga keluarga lo. ""Gue kasih sejuta tiap bulannya, tapi kadang gue minta lagi buat beli bensin. ""Apa? Dari gaji lo yang delapan juta lebih, lo cuma ngasih bini lo sejuta? Da itu kadang lo minta lagi? Bener-bener deh lo, pantes aja hidup lo sial terus begini. ""Lho, salah gue dimana? Toh bini gue berpenghasilan, bahkan penghasilammya lebih besar daripada gue, jadi wajar aja kalu seharusnya dia bantu gue, duit gue, gue kasih sama nyokap, soalnya nyokap butuh buat biayain kuliah adek gue. " ucapku tanpa rasa bersalah, karena menurutku memang aku tak bersalah. "Berbakti sama orangtua boleh aja, Bro, tapi di uang
"O iya, Mas, terus gimana sama hubungan kita? Aku gak mau ya kamu gantung gini terus statusku, apa lagi sekarang aku lagi hamil.""Kamu sabar dulu ya, Ris, Mas memang senang dengar kamu hamil tapi Mas juga bingung, ""Kenapa harus bingung, Mas nikahin aja aku, nikah siri juga gak apa, kan yang terpenting anak ini memiliki Ayah dan lagi istrimu itu gak ada dirumah. ""Iya sih, dia memang sudah hampir satu bulan gak tinggal dirumah, entah dimana dia tinggal Mas juga sudah gak peduli lagi. ""Yasudah kalau gitu aku ikut Mas tinggal dirumah itu aja. ""Tapi kerjaan Mas sekarang jadi OB lho, Ris. ""Tak apa, kan OB juga bergaji, dan lagi aku kan masih bekerja jadi aman lah itu. ""Serius Ris? ""Iya, jadi kapan kamu nikahin aku? ""Kalau besok gimana? Di dekat rumahku ada seorang penghulu, katanya sih bisa menikahkan orang secara siri juga. ""Wah serius, Mas? ""Iya dong.""Asik, makasih ya, Mas," ucap Risa sembari memeluk Indra. "Sama-sama sayang, " Indra membalas pelukan
"Mau apa kau menemuiku di tengah jalan begini? ""Aku? Aku rindu padamu Mas. " seketika mataku berbinar mendengar penuturannya, tapi aku sedikit menahan demi gengsi, biar dia tahu siapa Indra itu, tidak akan ada yang mampu menolak pesona dariku yang memang sudah ditakdirkan terlahir dengan wajah tampan. "Sudah kupastikan kau akan rindu denganku, aku ini pria terbaik di hidupmu jadi jangan sok tidak butuh," ucapku jumawa"Ups, tapi bohong, hahahahahaha! " Nia tertawa terbahak seolah sedang mengejekku"Sialan kau Nia! Katakan apa maumu! " hardikku, sungguh aku kesal sudaj dikerjai oleh Nia seperti ini, hilang harga diriku sebagai suami. "Duhileh, udah gak sabar nih ye, oke baiklah klau memang kamu sudah tak sabar, aku menemuimu untuk mengambil milikku, " ucap Nia menatap tajam padaku, dan jujur aku sedikit ngeri melihat wajah Nia yang berubah-ubah seperti ini. "Apa maksudmu? Milikmu yang mana? ""Itu, yang baru saja kau kendarai. ""Apa? Maksud kamu mobil? Tidak-tidak
"Heh codot! Ngomong apaan sih lo, gak jelas begitu? Nia siapa? Gue gak kenal, kita ini begal, lo serahkan semua barang-barang lo kalo enggak gue hajar nih! " hardik salah satu orang itu. Dan apa katanya tadi? Mereka begal? Jadi mereka bukan anak buah Nia? Waduh, gaswat nih, gimana kalau mereka ngambil jam tangan gue, bisa berabe, gue harus ambil jurus seribu kaki nih. "Ah elah, Bang, baru aja gue dirampok, mobil gue di bawa kabur, masa mau dirampok lagi sih? " ucap ku mencoba bernegosiasi sama ketiga penjahat ini. "Bodo amat itu bukan urusan kita, sekarang cepat serahkan dompet, hape, dan itu jam tangan lo juga siniin, gue tebas leher lo mau! ""Jangan, Bang, iya bentar gue buka dulu nih semuanya," ucapku mengulur waktu mereka. Dan begitu mereka terlihat lengah karena saling mengobrol satu sama lain, aku pun mempraktekkan jurus dadakan ku tadi yakni jurus seribu kaki. Aku berlari sekuat tenaga tanpa mereka sadari lari ku sudah lumayan jauh dari keberadaan mere
"Dia rekan kerjaku di kantor, ya, gimana lagi, Bu, aku sama Nia sudah lama tak bersama, sedangkan aku pria normal, yah aku yakin Ibu paham lah maksudku, dan lagi aku besok mau menikah siri sama Risa, karena dia hamil anakku. ""Serius kamu Indra? " tanya Ibu dengan wajah yang tak percaya dengan ucapanku. "Serius lah, Bu, masa aku bercanda soal beginian. ""Terus duitnya dari mana walaupun menikah siri kan mesti pake duit?""Ibu tenang saja, besok aku mau jual jam tangan ini, Ibu tau berapa harga jam tangan ini? " aku menatap Ibu sementara itu, Ibu menjawab dengan gelengan kepala. "Tiga puluh juta, " ucapku sedikit tersenyum didepan Ibu. "Ti, tiga puluh juta? Serius kamu Ndra? " aku mengangguk menjawab pertanyaan Ibu. "Wah, kalau gitu cepetan jual Ndra, Ibu akan merestui pernikahan kalian tapi Ibu minta hasil jual jam tangannya ya? " "Beres kalau itu mah, asalkan Ibu dukung Indra.""Ya pasti dukung lah, secara kamu kan anak Ibu, tapi kamu mau menikah apa Nia tau?
"Hahahaha, Nia, Nia, memang kamu tak pernah berubah ya, aku sangat yakin kamu pasti punya ilmu cenayang, sehingga bisa tau apa yang orang pikirkan. ""Ck, jangankan aku punya ilmu begitu, Ngga, lha aku dengar suara tengah malam saja aku takut, aku hanya bisa menebak padamu saja, itu juga lantaran kita sudah bersahabat sejak lama. ""Ok, ok, baiklah, ya aku menghubungimu memang untuk menanyakan itu, benarkah video yang kau share itu? ""Benar lah, itu kan aku yang ambil sendiri vidionya. ""Astaga, aku benar-benar gak nyangka dia akan melakukan perbuatan hina seperti itu. ""Yah begitulah, itu hanya sebagian kecil dari prahara rumah tangga ku saat ini, selain itu masih banyak masalah besar yang menimpa rumah tanggaku. ""Ya Tuhan, Nia, aku turt prihatin ya, aku tak menyangka rumah tangga yang kulihat bahagia ternyata menyimpan luka begitu besar didalamnya. ""Its okay, aku gak papa, mungkin ini memang ujian rumah tangga ku, tapi soal untuk melanjutkan atau pun be
"Apa maksudmu? Dan kamu ini siapa kok mengacau di acara pernikahan anakku dan menantuku ini," ucap si Ibu dari jalang. "Apakah kalian tidak tahu jika menantu baru kalian itu suami orang? " tanyaku pada kedua orang tua si gundik, dan benar saja mereka terkejut dengan penuturanku barusan. "Risa! Katakan apakah itu benar! " hardik sang Ayah pada gundik yang ternyata bernama Risa itu. Risa masih bergeming sembari menunduk. "Jawab! Jangan jadi orang bisu! " hardik sang Ayah lagi. "I, Iya, Yah, " jawab Risa dengan terbata. Hemmm, pemandangan yang menarik untuk aku lihat. "Dasar anak tak tahu diri! Kalau tahu dia suami orang tak sudi aku mengijabkan kalian! ""Maafkan aku, Yah, aku terpaksa membohongi kalian, aku sudah hamil. ""Apa! Dasar kau memang benar-benar jalang! Kurang apa aku mendidik dan membesarkanmu selama ini ha! Tak bisakah kau mencari pria yang benar bukan pria bajingan yang sekarang ini! " ucap Ayah Risa setelah puas menampar Risa beberapa kali hingga membu
"Ini semua karenamu! Kalau saja kau becus menjadi seorang istri, maka suamimu tak akan pernah berpindah ke lain hati seperti ini! " hardik Ibu Risa padaku sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menyusul suaminya yang lebih dahulu pergi. Apa katanya? Aku tak becus jadi istri? Kenapa dia malah menyalahkanku? Apakah ini definisi darah tetaplah darah tak bisa berubah menjadi air. Sesalah apapun jika itu anak sendiri maka akan tetap dibenarkan perbuatannya. "Kalian juga kenapa masih disini? Bubar semuanya bubar! " pekik Ibu mertuaku pada para tetangga yang masih menyaksikan keributan ini. [Huuu! Dasar keluarga gila, usir aja mereka, Mbak Nia! Benalu kok dikasih tempat ya begitu menggerogoti] cibir tetangga sebelum mereka meninggalkan rumahku. "Nia, please jangan minta cerai dari, Mas, Mas masih cinta padamu, " ucap Mas Indra saat para tetangga sudah bubar. Perlahan ia berjalan ke arahku lalu meraih tanganku untuk dia genggam, sengaja kubiarkan karena aku ingin tahu apa mau
Saat itu juga darah mengalir dari kedua pangkal pahaku hingga aku berteriak kesakitan. Saat itulah para penjaga bergegas membawaku ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit aku segera dibawa ke ugd, tapi karena aku merasa sudah tidak kuat menahan sakit yang menjalar di sekitar tubuhku tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap.Saat aku terbangun, aku sudah mendapati diriku di ruangan perawatan dan ada dua orang penjaga yang menungguku disana. Waktu kuraba perutku aku mulai gusar karena mendapati perut yang sudah rata."Bu, bayiku mana?" ucapku kala itu pada penjaga yang belum menyadari kalau aku sudah sadar."Bu Risa sudah sadar? Tunggu sebentar ya, biar saya panggilkan do
Selama ini pun aku tak pernah mencari dimana keberadaan Risa, jujur hingga saat ini apa yang Risa perbuat masih belum bisa kumaafkan, saat ini aku hanya fokus untuk kerja dan mencari uang, rencananya aku ingin meminta Mimi untuk kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat terputus karena keterbatasan biaya."Ndra, ini surat apa?" ucapan Ibu membuyarkan lamunanku tentang kehidupan masa laluku. Saat ini aku baru saja pulang dari tempatku bekerja."Oh, ini undangan pernikahan Nia dengan Pak Angga, Bu.""Maksud kamu Nia mantan istri kamu?" ucap Ibu sembari meletakkan teh hangat di depanku, Ibu memang selalu membuatkanku teh atau kopi setiap aku baru pulang kerja."Iya, Bu, Nia mantan istriku
Flashback onSeperti biasa jika pagi sudah menyapa, seorang penjaga yang ditugaskan Tedi untuk bersih-bersih rumah atau markas Tedi dan teman-temannya akan datang untuk membersihkan rumah tersebut, mulai dari menyapu, mengepel, serta mencabuti rumput jika dirasa sudah panjang. Tapi pagi itu si penjaga rumah dikejutkan dengan sosok Tedi yang sudah terbujur kaku tanpa mengenakan busana, dengan mata melotot bibir mengeluarkan busa putih, serta warna kulit yang sudah mulai membiru pucat."Allahu Akbar! Mas Tedi, kenapa, Mas!" pekik si penjaga tersebut. Usahanya membangunkan Tedi sia-sia, karena Tedi sudah tak lagi bernyawa.Tak mau dijadikan salah tuduhan si penjaga itu pun bergegas untuk menghubungi pihak kepolisian. Tak berselang lama, para polisi yang di tel
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak
"Tanya pada Risa kenapa aku bisa memanggilnya murahan! Aku tak mau memperlihatkan bukti pada Ibu yang akan membuat Ibu shock lantas pingsan nantinya, sudah ya, aku mau ajk Ibu dan Mimi keluar sekarang jug, terimakasih sebelumnya sudah mau menampung keluargaku selama tiga bulan ini."Aku bergegas menuju belakang rumah dan menghampiri Ibu dan Mimi yang juga sudah siap dengan barang bawaan mereka yang tak banyak."Bu, Mi, sudah siap?" tanyaku pada Ibu dan Mimi."Sudah, Nak, ayo kita keluar." aku, Ibu dan Mimi melangkahkan kaki hingga sampai di ruang tamu, masih kulihat Bu Rodiyah menatapku dan keluargaku dengan tatapan yang seakan siap menerkam kami, tapi itu tak membuatku gentar, cukup sudah keluargaku diperlakukan tak layak oleh mereka.
Hari ini tepat aku sudah menerima gajiku, rencananya uang ini akan aku pergunakan untuk menyewa rumah petak untuk Ibu dan Mimi, untungnya beberapa bulan ini aku selalu mendapatkan uang tambahan karena aku sering masuk hingga malam. Jadi Pak Angga dengan murah hati menambah uang gajiku. Tentunya uang lemburan ini Risa tak mengetahuinya, dan saat ini uang bonusan yang aku kumpulkan ditambah dengan uang gajiku plus lemburan ku bulan ini ada sekitar Rp. 7.000.000,- kurasa ini cukup untuk menyewa rumah petak tiga bulan dan sisanya aku akan meminta Ibu dan Mimi membuka usaha untuk biaya hidup mereka, toh aku masih bekerja jadi aku masih punya gaji, dan rencananya aku juga akan tinggal bersama Ibu dan Mimi, cukup sudah aku hidup seatap dengan manusia iblis macam Risa."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya bawa sini, ada baju yang mau
"Bang, tunggu disini dulu ya, saya mau masuk kesana dulu, pokoknya jangan tinggalin saya, nanti saya bayar lebih," ucap Indra pada tukang ojek."Siap, Pak, kalau soal duit pokoknya beres. "Setelah meminta tukang ojek untuk menunggunya, Indra pun berjalan perlahan menuju rumah yang dimasuki Risa dan Tedi itu. Indra berjalan sembari mengendap-endap, Indra berjalan menuju teras depan, ia mengintip dari celah-celah jendela yang tak tertutupi hordeng, tampak sepi didalam, Indra kembali melanjutkan langkah kakinya, ia melewati garasi dan ternyata di garasi sudah terparkir tiga buah mobil selain mobil yang dipakai Risa dan Tedi. Sayup Indra mendengar suara dari ruangan sebelah garasi, lantas Indra mendekati jendela di ruangan itu. Beruntung jendela ti