Hush! Udah waktunya Fattan ke pojokan.
“Apakah dia akan takut pada ancamanmu?” tanyaku pada Aslan setelah Fattan meninggalkan ruangan. “Dia tidak punya pilihan. Jika dia menolak sekali pun, maka aku bisa menendang Fattan keluar. Surat itu hanyalah bagian dari balas dendammu padanya.” “Surat itu akan melukai harga dirinya,” ujarku perlahan. Aku kenal baik Fattan. Dalam urusan bisnis, dia selalu penuh dengan ambisi. Sekarang tiba-tiba dia harus mengakui posisi sebenarnya an meletakkan bisnis yang selama ini dia akui. Pria itu akan sangat terpukul. “Adina, kadang manusia perlu belajar bagaimana rasanya jatuh. Agar dia mengerti untuk tidak menjatuhkan orang lain. Orang yang hebat bukanlah orang yang bisa menjatuhkan lawan. Orang hebat adalah dia yang bisa membuat orang lain bangkir dari keterpurukan.” Aslan mengucapkan semua kata-katanya tanpa menoleh ke arahku. Dia sibuk memeriksa beberapa berkas. Sikapnya itu justru mebuatku merasa bahwa kata-kata Aslan mengalir dari hatinya. Apa yang dia ucapkan senada dengan apa yang d
“Itu adalah kartu edisi terbatas dari bank. Kartu itu hanya bisa dimiliki oleh pemilik perusahaan dengan batas kekayaan tertentu.” “Apakah kartu ini milikmu?” tanyaku pada Aslan. “Aku tahu, kau tidak ingin mengambil pemberianku. Anggap saja aku sedang meminjamkan kartu ini padamu. Kau bisa menggunakannya. Setelah El Khairi besar, kau akan memiliki kartumu sendiri.” Aku melihat kartu yang ada di tanganku. Kartu itu tampaknya sangat sakti untuk bisa membeli apa pun. Aku pernah mendengar jenis kartu seperti itu dan sekarang kartu itu ada di tanganku. Menerima banyak kebaikan dari Aslan membuatku merasa sangat berhutang budi. Aslan memang melakukan dengan tulus dan tidak berharap apa pun. Pengakuan perasaannya padaku menjadi sebuah dinding tinggi untukku merasa nyaman dengan semua uluran tangannya. Aku tidak tahu, apakah di masa depan aku bisa menerima cinta Aslan. Saat ini tidak ada ruang di pikiran dan hatiku untuk hal itu. Walau kemungkinan itu sudah pernah kukatakn, tampaknya tidak
“Ok. Aku akan selesaikan semua serah terima dengan Fatih hari ini.” Aslan lalu keluar meninggalkan ruangan, Marissa mengikuti di belakangnya. Sebelum pergi Marissa melirikku dengan pandangan mata penuh arti. Marissa tampaknya tau bahwa selama ini Fatih berusaha mendekatiku. Setelah pintu kantor tertutup, tinggallah aku dan Fatih di dalam ruangan. Pria yang biasanya banyak bicara dan hangat itu sekarang hanya terdiam. Dia memandangku dengan tatapan bingung dan sedih. Seperti menunggu sebuah penjelasan. Bagi Fatih pengangkatan jabatannya pasti terlalu mengejutkan. Selama ini Fatih sudah bekerja maksimal. Ketika manager lama dari divisi student Exchage universitas abdurrahman mengundurkan diri, Fatih percaya diri bahwa dialah yang akan menggantikan. Berharap dapat promosi, Fatih justru menemukan aku yang masuk ke divisi ini dan menjadi manager baru. Dia menerima keputusan Aslan dengan hati ringan. Dalam perjalanannya ternyata aku tidak melakukan fungsiku sebagai manager dengan baik. It
“Heh! Tunggu! Siapa kamu? Main masuk aja. Mau ngapain ke sini? Mau ketemu siapa?” Seorang wanita muda dengan headset di kepala dan memakai baju resmi berwarna hitam berteriak dari balik meja resepsionis. Wanita itu melihatku dengan tatapan curiga. Beberapa orang yang ada di lobby gedung El Khairi menoleh ke arah kami. Keributan yang membuat langkah kaki mereka yang sedang melangkah berhenti. Aku melihat ke arah wanita itu. Saat itu aku sudah berdiri di depan sebuah lift untuk masuk ke bagian dalam gedung. Tadi malam, Aslan sudah mengatakan padaku dengan siapa dan di ruangan mana aku harus menuju pagi ini. Melihatku berusaha menaiki lift, gadis resepsionis itu rupanya merasa curiga. Kuputuskan untuk mendekatinya. “Maaf, apa maksud anda, Nona.” “Lho, kok malah balik tanya. Kan tadi saya tanya, kamu siapa dan mau apa di sini? Jangan dikira dengan pakai baju bagus, kamu bisa keluar masuk sembaragan di perusahaan ini ya. Ini tuh perusahaan elit, setiap tamu yang datang harus melalui pe
“Maafkan saya, Nyonya. Saya datang terlambat ke kantor sehingga membuat anda mengalami kejadian tidak menyenangkan.” Yuda meletakkan tangan kanannya ke dada kiri dan sedikit membungkuk. “Hmm…,” jawabku singkat. Dia melirik resepsionis yang berbicara banyak padanya. Juga ada dua security yang berdiri di sana. Tatapan tajamnya membuat mereka diam. Yuda ingin rasanya menenggelamkan ketiga orang itu ke dasar lautan. Mendengar nama belakangku, ketiga orang itu dan juga mereka yang ada di sekitar kami ternganga. Nama yang sama dengan nama gedung dan nama perusahaan tempat kami berada sekarang. Mereka langsung bisa memastikan siapa aku sebenarnya. Skandal yang terjadi di pernikahan Fattan, pastilah sudah menyebar ke semua orang. Beberapa dari mereka mungkin juga hadir di pesta itu. Namun, karena suasana yang kacau, banyak yang tidak melihat jelas wajahku. Sampai aku hari ini datang pun, tidak ada yang mengenaliku sebagai Adina El Khairi. “Saya pastikan anda tidak akan melihat orang-orang
“Aku belum bicara dengan Fattan. Apakah menurutmu, dia akan membutuhkan pekerjaan?” “Saya mendengar bahwa perusahaan yang berada di bawah naungan Tuan Fattan sedang sekarat. Entah bagaimana saham dan jaringan bisnis mereka bisa hancur secepat ini.” Aku mengerutkan kening dan tersenyum sadis. Tentu saja, Aslan adalah orang yang berada di balik semua ini. Dia snegaja membuat Fattan ‘lumpuh’ untuk mempermudah jalanku. Jika bukan karena ancaman Aslan, Fattan tidak akan pernah menyerahkan El Khairi padaku. Sesaat kemudian, pintu ruangan terbuka. Fattan berdiri di sana. Tatapannya begitu tajam dn wajahnya berubah keruh ketika dia melihatku duduk di kursi yang biasa dia duduki. Seperti biasa, Fattan selalu tampil rapi, resmi dan tampan. Ketampanan yang dulu pernah kupuja. Sekarang ketampanan yang sedang berdiri di depanku ini hanyalah ketampanan yang memuakkan. “Sedang apa kau di ruanganku?” tanya Fattan sinis. Yuda merasa risih karena melihat tanda-tanda perang akan meledak di antara ka
“Anda sama sekali berbeda dengan apa yang pernah saya dengar,” ujar Yuda. “Memangnya apa yang kau dengar?” “Selama ini banyak orang di perusahaan ini yang mengatakan bahwa istri Tuan Fattan… hmm, maksud saya mantan istri Tuan Fattan adalah wanita tidak berguna. Dia bodoh dan tidak bisa mendampingi Tuan Fattan mengelola perusahaan. Itu sebabnya El Khairi menjadi milik Fattan Hilabi.” “Lalu apa yang kau lihat?” “Seorang wanita yang berani, tegas, cerdas dan sedikit kejam.” Mataku menatap sinis pada Yuda, dengan senyum miring yang menyakitkan. Kata-kata terakhir Yuda justru membuatku bangga. Ternyata aku memiliki sisi lain yang bisa kutampilkan. Entah bagaimana, hanya dari pertemuaan yang sesaat, Yuda bisa membingkaiku dengan cara pandang seperti itu. Aku tahu bahwa Fattan dan Kalila telah membuat citra buruk tentangku. Baik itu di kantor ini atau di relasi bisnisnya. Image itu sengaja dibangun untuk membenarkan hubungan mereka. Untuk membuat orang bisa memaklumi dan menerima hubung
“Siapa yang mengirimkan pesan dengan gaya pengecut seperti ini? Aslan benar, setelah aku masuk ke El Khairi, perang sesungguhnya baru saja dimulai.” Orang itu pasti mengirimkan pesan untuk memberikan tekanan padaku. Dia masih saja berpikir bahwa aku adalah Adina yang dulu. Wanita yang hanya tau caranya untuk menderita. Seorang istri yang menggantungkan nasibnya pada suami untukbahagia. Aku mengabaikan pesan yang masuk itu. Itu pasti orang dari pihak Fattan. Kehancuran Fattan pasti membawa dampak besar. Bukan hanya dirinya tapi juga keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Kakakku yang sejak kecil hidup di keluarga EL Khairi, telah terbiasa dengan pola hidup mewah. Dia menikah dengan Hisyam yang juga pengusaha yang cukup sukses. Lalu keluarga Fattan, sebagai keluarga keturunan Timur Tengah, hidup mewah adalah salah satu kebanggaan. Setelah Fattan kehilangan EL Khairi dan perusahaan lainnya dilumpuhkan, pasti sulit bagi mereka untuk masuk ke dalam pola hidup baru. Aku yakin, Si Pengiri