Share

20

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

BAGIAN 20

              Alrik betul-betul membelikanku beragam perlengkapan. Tak hanya celana dalam dan pembalut saja, tetapi sikat gigi, odol, pembersih wajah, bedak tabur, body lotion, pelembab bibir, dan parfum. Padahal, selain dua item yang kubutuhkan tersebut, tak ada yang kupinta satu pun. Untungya, yang dia belikan semua bisa kupakai. Bukan merek yang menimbulkan alergi di tubuhku. Astaga Alrik! Cowok itu betul-betul bikin aku tambah tak enak hati saja.

              Tahu bagaimana cara Alrik memberikan barang-barang itu? Dengan santainya dia mengetuk pintu kamar Mami setelah aku selesai mandi dan bertukar pakaian. Mami yang menerima bungkusan tersebut. Agak heran saat anak lelakinya berpesan kalau itu adalah toiletries untukku. Reaksi Mami? Agak heboh.

            &nb

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   21

    BAGIAN 21POV AUTHORJALANG YANG MALANG “Pak polisi, izinkan saya menelepon satu orang lagi! Saya tidak akan memberikan keterangan sebelum ada yang mendampingi saya,” mohon Zaki sambil bercucuran air mata. Sedang kedua tangannya diborgol ke belakang oleh para polisi yang menangkap sekaligus menggelandangnya ke kantor polisi setengah jam lalu.Zaki sungguh tak menyangka jika dirinya yang baru saja tiba di rumah, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan empat orang berseragam preman. Empat pria bertubuh tegap itu segera menunjukkan surat perintah menangkapan, lalu memasukan Zaki ke mobil. Rumahnya pun tak ayal jadi sasaran pemeriksaan polisi. Zaki syok berat. Venda yang dia kira lugu, nyatanya senekat ini melapor ke polisi.“Enak saja kamu bilang tidak mau memberikan keterangan! Memangnya, kamu ini siapa? Jelas-jelas bukti dan saksi memberatka

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   22

    Bagian 22 “Mami, Alrik, maaf tadi aku harus marah-marah,” ucapku tak enak hati kepada si tuan rumah usai menerima telepon dari Mas Zaki. “Nggak apa-apa, Ven! Mami gemas banget dengarnya. Apa kelakuan suamimu memang seperti itu dari dulu? Ya, ampun!” Mami malah gregetan. Wajahnya tampak menahan geram. Tentu saja. Siapa pun yang mendengarkan rengekan Mas Zaki di telepon tadi, pasti muak dan geram bukan kepalang. Betul-betul pria tak tahu malu. “Baru ketahuan belangnya, Mi. Dulu nggak gitu,” sahutku lemas. “Syukurlah, Ven. Itu tandanya Tuhan sayang sama kamu. Mungkin jodoh kalian hanya sebentar. Kamu harus kuat.” Alrik berkata-kata dengan bijak. Pria itu langsung menyambar segelas air putih yang

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   23

    Bagian 23 [Heh, perempuan kurang ajar! Apa maksud rekaman ini? Kamu mau ngancam?] Pesan WA masuk dari nomor Mbak Lala ke ponselku. Rekaman tadi ternyata sudah dia dengarkan baik-baik. Haha rasanya ingin aku tertawa sangat lebar hingga seisi dunia tahu betapa bodohnya keluarga suamiku. [Ngancam? Kenapa aku harus mengancam kalian? Wong itu barang bukti, kok. Kekerasan verbal itu ada pasalnya lho, Mbak.] Kubalas pesan Mbak Lala. Tak lupa menyematkan sebuah stiker gambar hati warna merah padanya. Supaya dia tahu, betapa besar rasa ‘sayangku’ pada mereka. Saking sayangnya, pengen kuseret mereka sekeluarga ke penjara. [Lagumu seperti orang benar! Kampungan, norak! Menjijik

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   24

    BAGIAN 24 “Venda, apa kata mertuamu? Sudah selesai neleponnya?” Mami yang masih menantikan kami di meja makan, bertanya sambil bangkit dari tempat duduk. Raut wajah perempuan paruh baya dengan kulit putih dan dagu lancip tersebut tampak risau sepertinya. Aku tahu, pasti beliau ikut kalut memikirkan masalahku. “Sudah, Mi. Aku sudah beri tahu kalau anaknya sedang diperiksa oleh polisi. Begitu juga dengan iparku yang nomor satu.” Aku kembali duduk di kursi. Meraih piringku yang masih setengah isinya dan kembali makan dengan lahap. Aku tak boleh menyisakan masakan Mami, pikirku. Beliau sudah lelah menyiapkan semuanya, meskipun saat masak Mami juga pasti tak menduga bahwa aku akan datang ke sini dengan membawa masalah yang segudang.&n

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   25

    BAGIAN 25 Mami mendandaniku dengan spesial malam ini. Demi mengajak jalan keluar, beliau rela mengeluarkan pakaian terbaik dari lemari besarnya di kamar. Aku segan bukan main. Setelah dipinjamkan piyama, sekarang Mami memaksaku untuk mengenakan sebuah dress selutut motif abstrak dengan warna cerah. Kombinasi antara merah muda, hijau mint, dan kuning pastel. Seperti warna minyak yang dicurah ke air. Saat melihat merek yang tertempel di belakang kerang, semakin takjub diriku. Ini baju butik karya desainer wanita ternama Indonesia. Ya ampun, beban sekali saat harus mengenakannya. “Mi, nggak apa-apa?” tanyaku gugup. “Lho, kenapa emangnya? Pakai aja, Ven. Muat kok, ini. Badan kita kan, beti. Beda tipis.” Mami t

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   26

    Bagian 26 “Eh, nggak!” Aku pun akhirnya meluncurkan sangkalan kepada Alrik. “Oh, syukurlah.” Jawaban singkat Alrik bernada beda. Dia juga sepertinya sama grogi denganku bila kutelisik dari warna suaranya. Entahlah. Semoga hanya perasaanku saja. Namun, bila memang kami sama-sama grogi dan apa yang kami grogikan ternyata beralasan, artinya aku harus menyiapkan hati untuk menerima segala konsekuensi yang ada. “Ah, apa yang harus digrogiin, sih? Emangnya Papi itu makan orang? Makin tua Papi itu makin wise, lho. Orangnya selalu bersahabat pada siapa pun. Tenang aja, Venda. Papi nggak gigit orang. Dia pasti senang kalau tahu ternyata kamu masih tinggal di dekat-dekat sini.” Mami langsung merangkul tubuhku. Beliau menepuk-nepuk lembut lengan kananku. Huhft, semoga apa yan

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   27

    Bagian 27 “Maaf bikin kalian menunggu.” Mami tiba-tiba masuk ke mobil. Duduk di sebelahku seraya menaruh dua kantung belanjaannya di bawah. Masih tersisa butir air mata di pipi. Lekas kuusap dengan gerakan cepat supaya Mami tak melihatnya. “Ini susu untuk Venda, ini susu untuk Alrik,” ucap Mami kemudian. Tangan lentik beliau membagi satu per satu kaleng dingin berisi susu steril putih yang memiliki rasa tawar tersebut. Bukan favoritku. Namun, harus kuhabiskan seperti kata Alrik tadi. Mami pasti akan senang bila aku menghabiskan barang pemberiannya. “Makasih, Mi,” ucapku lirih. Takut-takut kutoleh ke arah Mami. Khawatir apabila dia melihat mataku yang sembab. Untungnya, Mami tidak ngeh. Dia tak begitu men

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   28

    Bagian 28 “Lho, mentang-mentang Papi buncit, jadi dikira makan orang, ya?” Papi ikut tertawa geli. Mami yang dirangkulnya pun setali tiga uang. Mereka tiga beranak kompak terpingkal. Sumpah, aku jadi malu sendiri. Mukaku pasti sudah sangat merah. “Tau, tuh!” Tangan Alrik mengepal dan meninju pelan lenganku. Sangat pelan. Lebih mirip dengan colekan. Astaga, Alrik! Awas kamu, ya. “Ya, sudah. Ayo duduk. Kita pesan kopi dulu. Nongkrong di sini mumpung masih awal.” Papi dengan sangat ramahnya mengajak kami duduk bersama di bangku-bangku kayu. Mami duduk di sebelah Papi, sedang aku duduk di sebelah Alrik menghadap mereka. Aku memilih duduk di dekat tembok pembatas balkon. Supaya bisa melempar pandang ke arah j

Bab terbaru

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   31

    Bagian 31 ENDING Tujuh bulan setelah perceraian “Sayang … aku pusing banget ini bikin makalah. Kamu bisa bantuin aku nggak?” Aku merengek. Merapat ke Mas Alrik, lelaki yang telah menikahiku dua bulan lalu. Ya, usai insiden di kantor polisi di mana aku mengetahui bahwa Zaki telah berselingkuh dengan kepala cabangnya, hari itu juga bersama Alrik aku mendatangi Pengadilan Agama. Berkas perceraian langsung kuurus. Tak memakan waktu lama, hanya sekitar dua bulan saja surat cerai itu langsung berada di genggaman. Statusku langsung menjadi janda tanpa anak. Di waktu yang sama juga, Zaki mendekam dalam lapas sebab hakim telah memutuskan hukuman penjara baginya atas kasus penganiayaan yang dia lakukan padaku dan Alrik. Tuntutannya tak main-main, dua tahun kurungan penjara. Ibun, Mbak Lala, dan Anita? Juga turut mendapatkan konsekuensi atas tindakan tolol mereka. Keduanya

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   30

    Bagian 30 “Ibu mengenal wanita ini?” Polisi bernama Reyno yang pagi ini mengenakan kemeja putih yang dilinting lengannya hingga siku itu bertanya padaku. Pria macho berkulit eksotis dengan bentuk rahang yang tegas tersebut kemudian menyodorkan ponselnya. Kuraih ponsel Pak Reyno dengan perasaan was-was. Kala kupandangi foto yang tertera di layar, dahiku langsung mengernyit. Sosok Alrik yang duduk di sebelah pun ikut melongok demi melihat apa yang tengah terpampang di layar. “Siapa itu?” tanya Alrik bernada penasaran. “Bu Regina?” gumamku pelan dengan penuh tanda tanya di kepala.&nb

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   29

    Bagian 29 Pertemuan dengan Papi tadi malam begitu sangat berkesan bagiku. Sedikit pun tak terbesit di benak bahwa sosok Papi bisa seramah itu. Ya, gara-gara ucapannya Alrik. Dia ternyata mengerjaiku dan usahanya berhasil. Rasa takut sekaligus minder sempat mengetahui. Eh, pas bertemu, semuanya malah 180 derajat berbeda. Papi peduli, baik, dan sama sekali tak memandangku rendah. Tawaran yang dia berikan pun tak main-main. Kuliah di kampus yang dia pimpin, meskipun masuk kelas ekstensi alias kelas malam khusus pekerja. Ya Allah, kurasa seperti ini adalah mimpi di tengah siang bolong. Seakan mustahil, tetapi nyata adanya. Malamnya, aku tidur bersama Mami di kamar yang sangat luas ini. Kami banyak bercerita sebelum terlelap tidur. Termasuk tentang Alrik yang kata Mami tak juga kunjung punya pacar di usianya yang tak terlalu lama lagi akan masuk ke angka 30. Mami bi

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   28

    Bagian 28 “Lho, mentang-mentang Papi buncit, jadi dikira makan orang, ya?” Papi ikut tertawa geli. Mami yang dirangkulnya pun setali tiga uang. Mereka tiga beranak kompak terpingkal. Sumpah, aku jadi malu sendiri. Mukaku pasti sudah sangat merah. “Tau, tuh!” Tangan Alrik mengepal dan meninju pelan lenganku. Sangat pelan. Lebih mirip dengan colekan. Astaga, Alrik! Awas kamu, ya. “Ya, sudah. Ayo duduk. Kita pesan kopi dulu. Nongkrong di sini mumpung masih awal.” Papi dengan sangat ramahnya mengajak kami duduk bersama di bangku-bangku kayu. Mami duduk di sebelah Papi, sedang aku duduk di sebelah Alrik menghadap mereka. Aku memilih duduk di dekat tembok pembatas balkon. Supaya bisa melempar pandang ke arah j

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   27

    Bagian 27 “Maaf bikin kalian menunggu.” Mami tiba-tiba masuk ke mobil. Duduk di sebelahku seraya menaruh dua kantung belanjaannya di bawah. Masih tersisa butir air mata di pipi. Lekas kuusap dengan gerakan cepat supaya Mami tak melihatnya. “Ini susu untuk Venda, ini susu untuk Alrik,” ucap Mami kemudian. Tangan lentik beliau membagi satu per satu kaleng dingin berisi susu steril putih yang memiliki rasa tawar tersebut. Bukan favoritku. Namun, harus kuhabiskan seperti kata Alrik tadi. Mami pasti akan senang bila aku menghabiskan barang pemberiannya. “Makasih, Mi,” ucapku lirih. Takut-takut kutoleh ke arah Mami. Khawatir apabila dia melihat mataku yang sembab. Untungnya, Mami tidak ngeh. Dia tak begitu men

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   26

    Bagian 26 “Eh, nggak!” Aku pun akhirnya meluncurkan sangkalan kepada Alrik. “Oh, syukurlah.” Jawaban singkat Alrik bernada beda. Dia juga sepertinya sama grogi denganku bila kutelisik dari warna suaranya. Entahlah. Semoga hanya perasaanku saja. Namun, bila memang kami sama-sama grogi dan apa yang kami grogikan ternyata beralasan, artinya aku harus menyiapkan hati untuk menerima segala konsekuensi yang ada. “Ah, apa yang harus digrogiin, sih? Emangnya Papi itu makan orang? Makin tua Papi itu makin wise, lho. Orangnya selalu bersahabat pada siapa pun. Tenang aja, Venda. Papi nggak gigit orang. Dia pasti senang kalau tahu ternyata kamu masih tinggal di dekat-dekat sini.” Mami langsung merangkul tubuhku. Beliau menepuk-nepuk lembut lengan kananku. Huhft, semoga apa yan

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   25

    BAGIAN 25 Mami mendandaniku dengan spesial malam ini. Demi mengajak jalan keluar, beliau rela mengeluarkan pakaian terbaik dari lemari besarnya di kamar. Aku segan bukan main. Setelah dipinjamkan piyama, sekarang Mami memaksaku untuk mengenakan sebuah dress selutut motif abstrak dengan warna cerah. Kombinasi antara merah muda, hijau mint, dan kuning pastel. Seperti warna minyak yang dicurah ke air. Saat melihat merek yang tertempel di belakang kerang, semakin takjub diriku. Ini baju butik karya desainer wanita ternama Indonesia. Ya ampun, beban sekali saat harus mengenakannya. “Mi, nggak apa-apa?” tanyaku gugup. “Lho, kenapa emangnya? Pakai aja, Ven. Muat kok, ini. Badan kita kan, beti. Beda tipis.” Mami t

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   24

    BAGIAN 24 “Venda, apa kata mertuamu? Sudah selesai neleponnya?” Mami yang masih menantikan kami di meja makan, bertanya sambil bangkit dari tempat duduk. Raut wajah perempuan paruh baya dengan kulit putih dan dagu lancip tersebut tampak risau sepertinya. Aku tahu, pasti beliau ikut kalut memikirkan masalahku. “Sudah, Mi. Aku sudah beri tahu kalau anaknya sedang diperiksa oleh polisi. Begitu juga dengan iparku yang nomor satu.” Aku kembali duduk di kursi. Meraih piringku yang masih setengah isinya dan kembali makan dengan lahap. Aku tak boleh menyisakan masakan Mami, pikirku. Beliau sudah lelah menyiapkan semuanya, meskipun saat masak Mami juga pasti tak menduga bahwa aku akan datang ke sini dengan membawa masalah yang segudang.&n

  • Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya   23

    Bagian 23 [Heh, perempuan kurang ajar! Apa maksud rekaman ini? Kamu mau ngancam?] Pesan WA masuk dari nomor Mbak Lala ke ponselku. Rekaman tadi ternyata sudah dia dengarkan baik-baik. Haha rasanya ingin aku tertawa sangat lebar hingga seisi dunia tahu betapa bodohnya keluarga suamiku. [Ngancam? Kenapa aku harus mengancam kalian? Wong itu barang bukti, kok. Kekerasan verbal itu ada pasalnya lho, Mbak.] Kubalas pesan Mbak Lala. Tak lupa menyematkan sebuah stiker gambar hati warna merah padanya. Supaya dia tahu, betapa besar rasa ‘sayangku’ pada mereka. Saking sayangnya, pengen kuseret mereka sekeluarga ke penjara. [Lagumu seperti orang benar! Kampungan, norak! Menjijik

DMCA.com Protection Status