Share

Kubeli Istriku dari Keluarganya
Kubeli Istriku dari Keluarganya
Author: Alibn A.

Bab 1

Author: Alibn A.
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Luna di mana?" teriak Eka. "Cucian banyak yang kotor, gak dibersihin," lanjutnya dan histeris melihat piring kotor yang berserakan di atas meja. Begitu juga cucian yang mulai menumpuk.

"Mungkin di kamar, Kak. Pasti masih tidur. Dasar pemalas!"

"Baru nikah aja, dah berlagak kayak ratu."

"Dia itu emang nyusahin dari dulu, Kak." Rita menimpali, ikut mengompori.

Aku yang tadinya hendak keluar dari kamar mandi, urung karena mendengar nama Luna, istri saya disebut. Kulanjutkan mendengar percakapan dan sumpah serapah mereka.

"Udah numpang, tapi lagaknya kayak Ratu, lamban sekali kalau kerja."

"Udah, laporin aja ke Mama," ucap Rita sambil mengarahkan telunjuknya ke arah mamanya yang kebetulan muncul di antara mereka berdua.

"Ini apa-apaan sih, ribut banget pagi-pagi."

"Ini loh, Ma. Lihat sendiri tuh cucian banyak yang kotor, piring juga. Luna tuh enak-enakan tidur, gak kerja."

"Luna belum bangun?"

"Iya, Ma. Liatkan, dia makin ngelunjak!"

"Sialan tu anak. Akhir-akhir ini dia mulai malas. Ya udah, kalian dulu yang bersihin, biar mama samperin Luna."

"Ogah, ah. Kan ada Luna. Ntar, tanganku lecet," ucap Eka sambil mengayunkan jemarinya ke atas.

"Mmm, aku juga." Rita berbalik dan ikut beranjak menuju kamarnya saat mata Mamanya menatap ke arahnya.

Setelah memastikan tak ada lagi suara mereka, aku pun keluar dan menuju kamar. Kulihat Luna sedang membersihkan kamar dan akan bersiap-siap keluar.

"Mau ke mana, Yang?"

"Eh, Arga, dari mana? Dari tadi aku nungguin. Sarapanmu sudah aku siapin di atas meja," ucap Luna sambil meletakkan beberapa buku ke tempatnya yang semalam kubaca kemudian berlalu.

"Mau ke mana, Lun?" tanyaku.

"Mau ke bawah, Ga. Mau bersih-bersih dulu di bawah sekaligus nyiapin sarapan untuk Mama dan yang lain," ucap Luna dengan mengembangkan senyuman.

"Kalau gitu, hati-hati ya, sayang. Jangan terburu-buru nanti jatuh." Luna hanya mengernyitkan dahi sambil tersenyum kembali.

Aku khawatir, ia memecahkan beberapa piring dan akan kena omelan lagi.

Ingin sekali aku mencegatnya, tapi tak mungkin membiarkannya dimarahi lagi oleh ibu dan kedua saudarinya kalau tak bekerja.

Segera aku bergegas memakai pakaian dan bersiap ikut bergabung untuk sarapan bersama. Sebelum keluar kamar, aku mendengar suara itu lagi.

"Kak Luna, ambilin piring dong. Yang ini masih kotor! Kayaknya belum dicuci deh."

"Yang mana? Udah bersih kok, Dek. Semua sudah kubersihkan."

Aku melihat Luna berlarian menghampiri mereka dengan terburu-buru. Pemandangan inilah yang sangat aku khawatirkan.

"Kak Luna, aku lagi ya. Bawain pisau dan garpu - yang ini kotor juga!" Sambil melempar benda tersebut di atas meja dengan ekspresi jijik.

"Iya, Dek. Bentar, ya!"

"Iih, lamreta banget, sih! Cepatan dong, Kak. Rita mau terlambat nih ke sekolah," ucapnya cemberut.

"Apaan sih ini ribut mulu. Ambil sendiri dong sayang!" ucap Bu Mega yang baru saja bergabung dengan mereka.

"Iih, Mama. Suruh Kak Luna dong cepatan. Udah jam berapa nih!"

"Cepetan dong, Luna. Mereka bakal terlambat."

"Iya, Ma, bentar," ucap Luna. Ia pun menghampiri mereka, "Ini sendok dan pisaunya. Maaf, tadi Kak Luna masih di toilet." Dengan suara ngos-ngosan.

"Iih, pasti jorok lagi." Melempar kembali benda tersebut.

"Udah bersih loh, Dek. Kok dibuang?"

Sakit sekali hatiku melihat pemandangan ini. Aku pun turun menyamperin mereka.

Pekerjaan Luna hanya mengurus rumah yang cukup besar ini dan tak ada seorang pembantu pun yang dipekerjakan. Kata Luna, mereka ingin berhemat semenjak kepergian ayahnya untuk selamanya.

Belum lagi jam 8 sudah harus ke kedai untuk dijaga. Kedai milik Pak Adri, almarhum ayah mereka.

"Assalamualaikum. Selamat pagi."

"Eh, Kak Arga belum ke kantor? Udah jam berapa ni?"

Aku tahu mereka tekejut karena kedatanganku. Memang hari ini aku sengaja berangkat agak terlambat, hanya ingin menjawab penasaranku tentang sikap mereka terhadap Luna dan akhirnya terjawab sudah. Apalagi percakapan mereka pagi tadi.

"Iya, nih, kesiangan."

"Mari Kak. Silakan makan!" ucap Eka.

"Terima kasih." Aku pun ikut duduk bersama mereka.

"Kak Luna, ke mana? Gak temanin Ka Arga? Kasian loh. Sarapan dulu, Kak. Ditinggalin dulu pekerjaannya," ucap Eka yang tiba-tiba berubah manis.

Aku pun menyunggingkan senyum.

"Dikit lagi kok selesai," ujar Luna sambil melempar senyum ke arahku

Sayang! Aku sudah mulai tahu sikap kalian semua, gumamku.

Eka merupakan karyawan di perusahaan tempatku memimpin. Namun, ia tak tahu aku Dirut di perusahaan itu. Aku hanya mengaku sebagai manajer.

Selama kurang lebih sebulan pasca pernikahan kami, aku baru tahu kalau sikap mereka terhadap Luna sangat di luar batas. Luna sudah seperti pembantu bagi mereka. Selama ini mereka hanya bersikap manis di depanku.

Sudah ke berapa kali aku beritatahu Luna agar kami pindah ke rumah milikku. Rumah yang sudah kudiami dari dulu sebelum menikah dengan Luna. Namun, Luna menjawab jangan dulu. Katanya, ia ingin membalas budi dulu terhadap keluarga Pak Adri. Keluarga Pak Adri lah yang mengangkat Luna sebagai anak. Saat itu mereka belum memiliki anak.

Biasanya siang hari, saat jam istirahat kantor aku pergi ke kediamanku untuk sekedar melepas penat dan sekaligus mengecek keadaan rumah. Hanya seorang pembantu, Bu Mina yang merawatnya.

**

Waktu hampir sore. Hari ini aku pulang lebih awal entah kenapa mood-ku lagi tak enak, mungkin karena kejadian pagi tadi yang membuka penglihatanku tentang keluarga istriku.

Aku pun masuk ke kamar untuk merebahkan badan. Pasti Luna masih di kedai makanan milik keluarga di rumah ini. Luna yang menjaganya dari pagi sampai malam baru ia pulang.

Selang beberapa menit aku mendengar suara pintu dibuka.

"Wah, inikan produk terbaru, Ka!"

"Iya, dong."

"Aku juga mau dong, Ka."

"Makanya rajin cek ke kedai lakunya udah berapa atau bantuin Ka Luna biar kamu bisa beli lagi."

Samar-samar kudengar suara dua orang yang sedang tertawa bahagia. Aku bangkit dan menoleh ke bawah. Benar saja mereka. Sepertinya, belanjaan mereka banyak sekali.

"Iih, kok gak diangkat sih."

"Coba diulang lagi!"

"Iih, sebel deh. Duh, lagi ngapain sih. Halo, Ka Luna, hari ini laris manis ga jualannya?"

"@#$@#"

"Aku mau nyamperin ya," ucap Rita sambil mengedipkan kedua bola matanya ke arah Eka sambil tersenyum.

Aku hanya menggeleng kepala melihat tingkah kedua kucing anggora betina itu - sangat halus dan bertaring. Aku masih memerhatikan mereka dari atas ini. Mungkin mereka tidak menyadari kedatanganku.

Melihat sikap mereka yang semena-mena terhadap Luna sepertinya niatku untuk pindah aku urungkan dulu. Orang seperti mereka harus diberi pelajaran dulu tentang indahnya saling menghargai.

"Atau minta Ka Arga aja. Kan sekarang lagi gajian." Mereka saling berpandangan dengan membulatkan mata dan bibir tertarik simetris.

"Uhmmm ...." berjalan menuruni anak tangga.

"Ka Arga?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
DeyaaDeyaa
hati2 dengan plot 1 kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 2

    "Ka Ar-ga!" ucap mereka bersamaan."Sepertinya, tadi kudengar namaku disebut. Ada yang bisa aku bantu?""Su-dah lama Ka Arga di situ?""Lumayan."Aku tahu mereka sedikit terkejut dengan keberadaanku. Mereka terlihat sedikit salah tingkah.Aku tak boleh secepat ini memberi mereka pelajaran. Setidaknya kuikuti dulu permainan mereka perlahan-lahan."Ayo, ngomong!" Samar-samar kudengar Eka berbisik dan menyolek adiknya kemudian pergi begitu saja."Bagaimana - Ada yang bisa aku bantu?" Menunggu jawabannya."Mmm, lusa aku mau ulang tahun. Jadi, aku boleh request hadiah kan?" ucap Rita yang mulai berlagak sok imut di depanku."Hadiah?""Iya. Aku mau kado ultahnya jam tangan merek Olivia Burton bermotif kupu-kupu."Mendengar permintaannya membuat

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 3

    "Tolong beritahu dia menghadap ke saya besok."**Pagi ini aku sangat terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Luna juga kuajak ke kantor. Akan tetapi, ia akan menyusulku setelah pekerjaannya di rumah dan kedai selesai.Ingin sekali kukenalkan padanya tentang pekerjaan dan tugas seorang sekretaris. Agar ia bisa membantuku memantau saham dan perkembangan pasar. Mungkin saja dia tertarik suatu saat nanti. Namun, tidak untuk saat ini. Luna belum siap dirinya dikenalkan ke keluarganya bahwa ia istri seorang CEO."Eh, Bro. Kamu bekerja di sini juga?" Segera kubalikkan badan. Nada suara itu sepertinya kukenal - pernah kudengar."Iya, anda juga bekerja di sini?" tanyaku padanya meskipun aku sudah tahu ia bekerja di salah satu cabang dari perusahaan ini."Masih ingat dengan saya kan?""Iya, masih. Anda Fisal kan?"&n

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 4

    "Kau bilang belum selesai? Ini bagianmu lagi," ucapku dan melayangkan tinjuku berikutnya.Ia pun jatuh tersungkur tepat di bawah kakiku kemudian bangkit."Sudah Ga. Tak baik dilihat karyawan yang lain." Luna makin panik. "Satpam, tolong bawa dia keluar dari sini.""Baik, Non!""Hei, apa-apaan ini!" Fisal berusaha melepaskan genggaman satpam. "Tolong lepaskan!""Maaf, Pak. Anda harus kami bawa keluar. Dilarang membuat kegaduhan di sini," ucap satpam tersebut."Kau tak tahu aku siapa, hah? Aku Fisal, manager di Devisi Marketing. Mengerti?"Aku dan Luna saling berpandangan kemudian menggeleng kepala. Entah, sudah ke berapa kesekian kali mendengar kata itu."Maaf, Pak. Saya tidak mengenal anda. Saya hanya menjalankan tugas saya di sini."Kami pun tersenyum geli."Kubil

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 5

    Mataku membulat, melihat Fisal keluar dari kamar. Jadi, Fisal tidur di rumah ini semalam? Dan itu kamar Rita ...! Arghh, denyut kepalaku terasa pusing memikirkan ini! Masih pagi, tetapi sudah disuguhi praduga yang membuat kepalaku pening. Kulihat ia hanya menyunggingkan senyum melihatku kemudian merenggangkan ototnya. Gegas, kubalik ke kamar dan menanyakan hal ini ke Luna. Jelas saja, Luna tak tahu masalah itu dan ia baru tahu kalau tidak kutanyakan. Bahkan, Luna melarangku untuk memperpanjang masalah ini. "Tapi, tak boleh dibiarkan seperti itu, Lun. Ntar, dia kebiasaan dan tak baik untuk keluarga ini nantinya," ucapku yang tak terima dengan usulannya. "Sudahlah, Ga. Siapalah kita ini di mata mereka. Bahkan mungkin kita dianggap mencampuri urusan mereka kalau dipermasalahkan," ujar Luna menenangkan. "Kau kan bisa memberitahu Eka dan Rita dengan baik. Bagaimanapun juga mereka adik-adikmu walaupun adik angkat." "Iya, lain kali akan aku coba. Aku ke bawah dulu ya, mau nyiapin sara

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 6

    Bab 6 Plak! Bunyi tamparan keras. Aku terperanjat mendengar teriakkan Luna. Gegas kubangkit dan keluar dari kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. "Kau pikir kau siapa, hah? Berani sekali menamparku," teriak Fisal. "Ada apa, Lun?" tanyaku seraya mendekatinya. Seketika ia menghamburkan tubuhnya kepelukanku dan terisak. Kuarahkan pandanganku ke lelaki tak bermoral itu. "Dengar ya, aku tak punya masalah denganmu. Berani-beraninya kau lecehkan istriku," ucapku geram. Kini, aku sudah berada di hadapan lelaki itu. Mataku memerah, menatapnya tajam. Gigi gerahamku saling bergesekan. Satu-persatu jemariku mengepalkan tinju. Gegas kutarik dan melayangkan pukulan hingga tubuhnya terhempas ke bawah. Ia pun jatuh tersungkur. Berani-beraninya dia melecehkan istriku. "Ka Arga?" Teriak Eka yang baru saja ikut bergabung dengan kami di dapur. Bu Mega dan Rita berhamburan juga- mendekat untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tatapan mereka mengarah ke kami, bergantian. "Ada apa

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 7

    Kuputuskan mendobrak pintu kamar. Tak ada cara lain. Kuulangi berkali-kali mendobrak dengan bahuku seperti kesetanan hingga akhirnya, Braak! Pintu terbuka. Seketika aku bergeming dari tempatku berdiri, mematung setelah apa yang kulihat. Mataku membulat. Lututku lemas bak tak bertulang. Tak terasa butiran embun di netraku seperti berkaca-kaca. Akhirnya, tubuh ini ambruk di atas lantai dalam keadaan berlutut. Apa yang terjadi denganmu sayang? Luna, aku tak bisa hidup tanpamu, Lun! Kupaksakan kaki ini bangkit kemudian mendekatinya, "Luna, ini aku sayang. Kau baik-baik saja kan?" Luna masih meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk kedua lututnya seperti ketakutan. Kenapa jadi seperti ini sama Luna-ku. "Luna ... sadar, Lun." Segera kumemeluknya. "Ga!" "Iya, ini aku, sayang!" Hatiku merasakan damai saat ia berada dalam dekapanku. Seminggu tidak mendengar sapaannya terasa lama sekali. Tak akan kubiarkan Luna terlalu lama seperti ini. ** Setelah Kunjungan kami ke psikiater b

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 8

    Mendengar ucapan Fisal membuatku makin berpikir. Apa maksud dalam kendalinya dan siapa yang dia maksud? Mungkinkah keluarga ini yang dia maksud. Kuputuskan untuk balik ke kamar sebelum ia sadar dengan keberadaanku. Pikiranku masih dipenuhi tanda tanya tentang ucapan tadi. Apa sebaiknya kuberitahu esok hari. Bagaimanapun Bu Mega harus tahu. Akan tetapi bila kuberitahu, mereka akan menganggapku menghasut. Atau menuduhku ingin menggagalkan rencana pernikahan tersebut. Ah, sudahlah! Sebaiknya kuurungkan saja. Lagi pula, aku belum punya bukti yang cukup. "Yang, aku harus pergi ke kantor pagi ini." Aku telah siap dengan pakaian yang rapi pagi ini. "Kau bisa melakukannya sendiri kan di kedai?" tanyaku ke Luna. Sejenak ia berpikir kemudian menjawab, "Iya, aku bisa." Dengan senyum hambar yang entah tak bisa kuartikan apa maksudnya dan nada suaranya terdengar ada keraguan yang kutangkap. Aku belum berani apa yang sebenarnya Fisal lakukan hingga membuatnya trauma bekerja sendiri di dapur ata

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 9

    "Tolong beritahu seluruh direksi bahwa acara promosi jabatan dialihkan ke pesta pernikahan Fisal dan Eka. Jangan lupa buat susunan acaranya sekalian!" "Baik, Bos. Jadi ...." "Ya, aku ingin proses pemecatannya di acara pernikahannya sendiri." "Laksanakan, Bos. Saya izin keluar sebentar." Iwan bergegas keluar dari ruangan kemudian mengambil gawainya, hendak menghubungi semua direksi dan beberapa orang yang sudah kuberitahu sebelumnya. "Silakan," jawabku. Sejenak kumenatap undangan pernikahan tersebut. Tertulis nama 'Fisal Pratama dan Freska Ariska'. Ku menghela napas panjang dan mengembuskan kembali sambil membayangkan bagaimana raut wajah mereka nanti. Setelah selesai pertemuan dengan Iwan, kumemutuskan pulang ke rumah. Sepertinya, Luna telah lama menungguku. Mobil terus melaju, membelah jalan raya. *** "Ka Luna, tolong dong ambilin air hangat!" seru Rita. "Ka Lunaaaa ... Tolongin dong." "Iya, Dek. Sebentar!" "Kenapa gak ambil sendiri, Rit?" ucapku yang baru saja dari kamar ke

Latest chapter

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 49

    POV ArgaButik milik Luna semakin laris dan menjadi buah bibir warga internet.Butik tersebut baru berjalan sekitar lima bulan, tetapi sudah meningkat pesat. Peminatnya sudah sangat banyak dari berbagai pelosok. Promosinya sangat masif dilakukan reseller secara langsung, maupun secara tidak langsung oleh customer sendiri."Nyonya, semua undangan sudah berdatangan." Suara seseorang di balik sambungan telepon."Tolong beritahu Lastri untuk mengkoordinir penerima tamu," titah Luna di balik sambungan telepon. "Baik, Nyonya. Ada kabar buruk, Non!""Kabar buruk apa?""Be-berapa pieces baju sebagai contoh yang akan ditayangkan nanti, basah terkena air hujan." Suara dibalik telepon terdengar cemas."Masih ada contoh gambar desainnya 'kan?""Mohon maaf, Non, tidak ada. Saya sudah menanyakan ke teman yang lain, tapi tidak ada." "Sherly! Kenapa kau tidak menyimpan file-nya sebagai arsip?""Saya mo-hon maaf, Non." Sherly terdengar putus asa.""Acaranya sebentar lagi! Aduh ....""Kenapa tidak ka

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 48

    POV ArgaPagi ini aku sudah siap dengan pakaian yang rapi. Jariku masih sibuk mengetik sebuah pesan sambil menunggu jemputan. Tak butuh waktu lama, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah kemudian berhenti di depan pintu. "Silakan masuk Tuan!""Terima kasih, Pak Iwan." Aku beranjak dari tempat duduk dan menuju mobil."Sama-sama, Pak. Pesawat akan berangkat sejam lagi. Kita masih memiliki waktu untuk boarding pass." Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Selama dua hari Luna pergi dari rumah, aku sangat gelisah. Selalu memikirkan keadaannya dan bagaimana dia menghabiskan harinya di sana. Mobil memasuki Bandara kemudian berhenti. Setelah penerbangan dari Surabaya ke Jakarta sekitar satu setengah jam lebih, kami pun tiba. Kami langsung menuju mobil hitam yang menunggu kami. Mobil hitam tersebut sudah kami pesan sebelumnya. Pak Iwan mengendarai mobil dan membawaku ke hotel, tempat Luna menginap. "Tuan, silakan! Di sini kamarnya!" Andry menunggu kami dan menunjukkan kamar Luna. "

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 47

    POV Arga"Bi Minah, lihat Non Luna, Gak?" Dadaku memompa tidak menentu sambil menuruni anak tangga. "Maaf, Tuan, saya hanya melihatnya pagi tadi. Dia sangat rapi, mungkin dia pergi kerja ke kantor!" "Bi Minah tidak melihatnya membawa koper?""Koper! Tidak Tuan. Dia tidak membawa apa-apa, Tuan. Aku hanya melihatnya berpakaian rapi saja seperti biasa." "Dia mengatakan apa-apa sebelum pergi?""Tidak, Tuan. Ada apa sebenarnya Tuan?"Bi Minah terlihat bingung, tidak mengerti dengan pertanyaanku. Apa Luna pergi tanpa sepengetahuan Bi Minah?Argh!Oh, aku ingat Pak Yanto. Dia pasti melihat Luna. Aku bergegas keluar dan memanggil Pak Yanto agar segera mendekat padaku."Pak, lihat Non Luna keluar?" "Iya, Pak. Pagi tadi, ia keluar seperti biasanya.""Pak Yanto tidak melihat Non Luna membawa koper?" "Saya tidak memperhatikannya, Pak. Soalnya Non Luna menyuruh taksi masuk ke dalam dan saya tidak melihat jelas saat dia masuk ke dalam taksi.""Argh! Kenapa kalian tidak bisa membantu! Info ap

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 46

    POV Luna"Arga, semua tamu undangan telah hadir. Apakah sebaiknya kita duduk dulu? Setelah itu, baru kita pergi." Aku berbisik pelan ke Arga dengan harapan dia mau menghentikan langkahnya dan mengikuti saranku. Aku tahu seperti apa temperamen Arga. Kalau dia sudah bertekad dan memutuskan sesuatu, ia tidak akan pernah menarik lagi apa yang telah ia katakan sebelumnya. "Pa-k Arga, mohon maaf atas kelalaian saya karena tidak memberi peringatan ke pasangan saya sebelumnya. Saya akan melakukan apapun yang anda minta untuk aku lakukan terhadap wanita itu."Air muka Pak Peter berubah pucat. Ia sangat gelisah, bagaimana meyakinkan Arga agar mendengarnya. Aku juga kasihan melihatnya yang entah seperti apa acara ini akan berlangsung. Ternyata tujuan utama pelaksanaan acara ini untuk menarik banyak investor yang akan bekerjasama dengan mereka. Itulah mengapa, Pak Peter sudah tidak mempertimbangkan lagi image-nya di depan tamu undangan yang hadir dengan memohon kepada Arga.Arga merupakan sala

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 45

    POV LunaDi saat kami tiba, beberapa mobil sudah terparkir. Kami membuka pintu mobil kemudian keluar."Ayo!" Arga mengulurkan tangannya padaku. Aku pun meraihnya."Kok, tanganmu berkeringat? Kau gugup?""Iya, kan ini pertama kali bagiku!""Selamat datang, Tuan!" Kami disambut oleh seseorang yang ditugaskan untuk menerima tamu. "Mari ikuti saya, Tuan dan Nyonya, aku akan menunjukkan tempat duduk untuk kalian."Kami pun mengikutinya. Sepertinya acaranya belum dimulai karena para tamu mulai berdatangan. Beberapa wajah tidak aku kenal sama sekali."Bapak dan Ibu, silakan duduk di sini!" Tempat kami Sepertinya sangat istimewa di bagian depan sekali. Aku melirik ke kanan dan kiri, beberapa wajah yang tidak asing. Mereka ialah dewan direksi yang baru saja melakukan rapat bersama Arga siang tadi. Beberapa pasang mata memerhatikan kami. Semua berdiri menyalami kami. Sepertinya sekitar kurang lebih lima belas menit lagi akan dimulai bila mengikuti waktu sesuai undangan. "Baik, terima kasih.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 44

    POV Luna"Kau mau ikut denganku ke perusahaan?" Aku pun mengangguk.Arga telah rapi dengan kemeja dan celananya. Ia akan segera keluar dari kamar. Ia mengajakku ke kantornya. Karena aku tidak memiliki kesibukan maka aku memutuskan mengikutinya. "Kalau kau tidak betah, kau boleh berhenti saja dari pekerjaanmu." Arga berbicara padaku sambil menyetir mobil.Kalau dipikir-pikir lagi, saran Arga memang benar. Sepertinya, aku tidak mungkin akan bertahan lama lagi bekerja di pekerjaanku sekarang."Kau kenapa? Kau masih diam dari tadi," tanyanya lagi."Tidak, kok. Aku suka dengan pekerjaan ini.""Tapi, lingkungannya tidak membuatmu nyaman." "Hanya masalah kecil, kok. Aku pasti bisa melewatinya.""Kau bisa mencari tempat lain, kalau kau ingin ...." Arga berbicara lagi setelah keheningan beberapa lama."Aku sudah mencoba, tidak ada lagi. Di daerah ini kan hanya dua saja. Yang satu, sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.""Atau aku membantumu berbicara dengan direkturnya?""Arga!" tatapku pa

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 43

    Dia terlihat sangat jauh berbeda, tidak terlihat seperti anak gadis yang kukenal dulu. Bila ditaksir, dress yang dipakainya berkisar jutaan, tidak kurang sedikit pun nilainya dari mata siapa saja yang melihat."Rita!" "Panggil aku Nyonya Peter!" ucapnya sambil berkacak pinggang. "Dia Tuan Peter, calon suamiku dan juga salah seorang pemilik saham di perusahaan ini."Dahiku berkerut saat mendengar ucapannya. "Kau yang bernama Luna?""Iya, benar, Tuan." Lelaki itu menatapku dengan tatapan penuh hasrat. "Saya banyak mendengar tentangmu dari Rita!" Aku sedikit merinding ditatap seperti itu dan matanya masih terpaku menatapku. Matanya tidak berkedip sedikit pun. Aku tidak berani menatap padanya, aku mengalihkan pandangan ke arah lain.Aku sudah menduga bahwa Rita telah membicarakan sesuatu yang buruk tentangku. Mungkin dibumbui dengan cerita-cerita fiksi buatannya agar terdengar dramatis.Ia dari dulu tidak pernah suka padaku, bahkan tidak menganggapku sebagai kakak atau apapun namanya.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 42

    POV Luna"Selamat sore, Tuan. Tadi, ada seorang wanita yang mencari Non Luna." Pak Yanto mendatangi kami ketika Arga akan memarkirkan mobil.Aku saling pandang dengan Arga karena bingung. Kalau wanita yang dimaksud adalah salah seorang klien di perusahaan Arga, mungkin Pak Iwan yang akan menghubungi Arga. Namun, Wanita tersebut mencariku."Bapak tidak mempersilakan dia untuk masuk dulu?""Dia tidak mau, Non. Setelah aku bilang Non Luna masih kerja, dia langsung pergi.""Apakah ada yang ingin dia sampaikan, Pak?""Sepertinya, tidak ada, Non.""Pak Yanto ingat ciri-cirinya seperti apa?""Rambutnya ikal, tingginya sebahu, dan kulitnya kuning langsat, dan mungkin usianya sekitar 20-an."Arga menoleh padaku dan mengucapkan, "Apakah mungkin itu Rita?"Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh Pak Yanto, Rita yang sangat memenuhi. "Apakah Pak Yanto lihat tanda di keningnya?""Oh, iya. Aku baru ingat! Ada tanda bintil hitam.""Baik, Pak. Terima kasih.""Sama-sama, Non."Aku hampir saja tidak mengi

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 41

    POV Arga"Dasar wanita jalang tidak tahu malu! Kau memanggil tuan ini dengan menyebut namanya. Apakah kau tidak tahu tata krama?" Mataku melirik sekilas ke mejanya. Dia yang tadi mengenalkan diri dengan nama Celine. "Dasar wanita jalang! Kau memang wanita bermuka tebal. Hanya karena kau membaca nama yang tersemat di dadanya, kau seolah mengenalnya untuk menarik perhatiannya!" "Kau memang pelacur yang berpengalaman!"Tiba-tiba bunyi tamparan keras melekat ke pipi wanita di depanku. Kalau aku tidak salah dialah yang bernama Lusi. Aku masih mengingatnya ketika dia mengejek Luna."Aku punya nama. Apakah kau tidak tahu membaca papan nama yang ada di meja kerjaku?" Luna menatapnya tajam. Bibirnya bergetar. Mataku membulat saat melihat Luna yang cukup berani menampar pipi wanita di sampingnya."Kau ... Wanita jalang! Berani sekali menamparku. Apa kau bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini?" Wanita itu histeris. Matanya seakan melompat dari tempatnya.Saat tangannya akan mendarat di pipi L

DMCA.com Protection Status