Home / Romansa / Kubawa Benihmu, Mas! / 65. Alifian Merajuk

Share

65. Alifian Merajuk

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-01-01 22:14:54

Sarita segera memberesi semua alat makan yang kator bekas makan mereka. Dia dibantu oleh bibi yang selama ini bekerja di rumahnya. Piring dan gelas dibawa ke dapur dan segera dicucinya.

"Sudah tinggalkan saja, Nyonya. Biar saya yang cuci," kata bibi.

"Biar aku saja, Bibi tolong potongkan beberapa buah buat Alifian. Nanti biar aku yang bawa ke kamarnya setelah mencuci ini!"

Tanpa banyak bicara, bibi pun melakukan apa yang diperintahkan oleh majikannya itu. Sarita segera menyelesaikan pekerjaannya, sementara Sagara dan Elfrada melanjutkan pekerjaannya yang tertunda akibat urusan menghilangnya Alifian.

"Apakah peristiwa kemarin itu hatus dilanjutkan ke akarnya, Saga?" tanya Elfrada dalam perjalanan mobil menuju ke perusahaan perhiasan.

Sagara masih diam, tatapannya terfokus ke depan arah jalan raya yang padat merayap. Pandangannya terhenti dan meminta pada Elfrada untuk menghentikan kendaraannya. Setelah mobil berhenti, Sagara segera membuka pintu. Pria itu turun lalu berjalan menuju ke
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kubawa Benihmu, Mas!   66. Ingin Menjengu Ayah

    Sarita tersenyum, dengan lembut direngkuhnya tubuh mungil pria kecil itu. Wajah yang tampan dengan mata dan hidung membawa khas milik Bagaskara itu terkadang membuatnya perih. Sekilas ingatan peristiwa terengutnya keperawanan miliknya saat hujan deras beberapa tahun silam, sesekali masih menyapa. Sarita mendesah lirih, hal itu membuat kepala Alifian mendongak menatap bundanya."Maafkan Fian, Bunda! Aku hanya ingin menjenguk ayah untuk melihat keadaannya saat ini, tidak lebih," ucap Alifian dengan sendu.Sarita mendekap kepala putranya, detak jantung yang tidak beraturan sang bunda jelas terdengar di telinga Alifian. Bocah lelaki itu terdiam menikmati detak jantung dengan hati yang sedih.Perlahan tangan mungil itu mengurai pelukan sang bunda, lalu dengan lembut diciumnya pipi Sarita bergantian kiri dan kanan. Perlakuan putranya yang lembut itu mampu meluluhkan tembok yang sudah dibangun dengan susah. Sarita pun mengangguk dan tersenyum tulus."Baiklah, nanti bunda meminta ijin dulu pa

    Last Updated : 2024-01-01
  • Kubawa Benihmu, Mas!   67. Akhirnya

    Setelah puas menatap punggung putranya, Sarita segera masuk kembali. Aulia pun mulai melajukan mobil sesaat setelah majikannya siap."Anda hendak kemana, Nyonya?" "Antar aku ke perusahaan perhiasaan milik Saga!""Baik, Nyonya!"Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Aulia terlihat fokus ke depan. Kebetulan jalanan tidak macet sehingga membuat mereka segera sampai di perusahaan tersebut. Aulia langsung membawa mobilnya menuju ke lobi, seorang satpam membukakan pintu untuk majikannya. Satpam menunduk memberi hormat saat kaki jenjang Sarita menapak lantai. "Setelah kau parkir kendaraan segera menyusulku ke ruang Saga, Aulia!" perintah Sarita, lalu tatapannya beralih pada satpam, "Terima kasih!"Setelah mengucap kata itu, Sarita melanjutkan langkahnya menuju ke meja resepsionis. Meskipun bisa dibilang Sarita pemilik perusahaan itu, dia masih bertanya pada pihak resepsionis."Apa Sagara ada di ruangannya?" tanya Sarita "Maaf, Nyonya. Bapak ada meeting dengan klaen di sebuah cafe ber

    Last Updated : 2024-01-02
  • Kubawa Benihmu, Mas!   68. Bertemu Pria Itu

    "Baiklah, aku akan ikuti apa yang diinginkan oleh Alifian. Terima kasih atas pencerahannya!" Sarita pun berjalan lagibke sofa, tangannya merogoh tas selempang yang dia letakkan di atas meja. Dia berniat untuk mengambil benda pipih dan menghubungi Aulia."Kita ke sekolah Alifian sekarang, Aul!" kata Sarita dan langsung memutus panggilannya.Sangat singkat dan tidak perlu menunggu jawaban dari seberang. Hal ini membuat Sagara terkekeh lirih."Ternyata seorang Alinsky lebih ganas daripada Arnold. Tetapi aku suka caramu memberi perintah," kilah Sagara saat mendapat tatapan tajam dari Sarita.'Iya sudah, aku berangkat. Sampai jumpa!"Setelah berpamitan, Sarita pun melangkah meninggalkan ruangan itu. Sepeninggal sepupunya Sagara kembali mengusap wajahnya kasar."Andai saja kau bukan tanggung jawabku, mungkin akan lain, Sarita!" batin Sagara.Pria itu berjalan menuju ke jendela. Diusapnya sisi yang tadi menjadi sandaran telapak wanita itu. Kemudian menciumnya, sejujurnya baru pada Sarita l

    Last Updated : 2024-01-02
  • Kubawa Benihmu, Mas!   69. Tamu Tak di Undang

    Waktu terus berlalu dan Alifian semakin akrab dengan ayahnya membuat duduk Sarita terlihat gusar. Wanita itu sesekali melihat pergelangan tangannya, hampir dua jam putranya berbincang."Ada apa denganmu, Sarita?" tanya Bagaskara"Tidak apa, Pak Bagas.""Apakah kamu ada janji dengan seseorang? Jika iya, tinggalkan saja sementara, biar Alifian di sini bersamaku," kata Bagas.Sarita diam, wanita itu sedang dilema. Sisi lain dia ingin menjauh dari sosok itu, tetapi sisi yang lain hatinya bergetar saat berdekatan dengannya. Ditambah lagi putranya terlihat begitu nyaman. Karena nyamannya sang putra hingga terlelap dalam mimpi."Aku bawa saja, mungkin jika dia terbangun akan merepotkan kamu, Pak.""Biarkan saja dulu, baru juga dia tertidur.""Tetapi aku yang tak nyaman, Pak. Biarlah tidak apa aku bawa saja daripada nanti membikin masalah apalagi keadaan Anda masih belum bisa bergerak bebas."Setelah berkata seperti itu Sarita gegas meraih tubuh Alifian yang tergeletak di atas tubuh Bagaskara

    Last Updated : 2024-01-04
  • Kubawa Benihmu, Mas!   70. Kedatangan Anne

    Seorang Wanita berdiri menatap tajam ke arah Sarita. Kedua tangannya berkacak pinggang. Sementara Alifian mulai menunduk dengan telapak tangannya mencengkeram tangan Bagaskara. Tubuh pria kecil itu gemetaran membuat kerutan di dahi Bagaskara."Ada apa denganmu, Nak?" tanya Bagaskara lembut sambil mengusap punggung putranya."Siapa, siapa wanita di sana itu, Ayah?" tanya Alifian dengan nada rendah.Bagaskara menatap penuh tanya pada wanita yang mulai melangkah mendekat ke brangkar. Melihat hal itu, Sarita pun mulai berdiri dan melangkah cepat untuk menghadang laju kaki wanita paruh baya itu.Bagaaskara semakin tidak mengerti dengan tingkah kedua wanita beda usia itu. Tatapan pria itu menghunus tajam menembus sanubari Sarita, tetapi wanita itu tidak memedulikan tatapan sang mantan."Apa yang kalian lakukan, ini rumah sakit!" dengus Bagaskara."Anak udik ini yang mulai duluan bukan mama, Bagas. Dan kamu ... Apakah lupa dengan perbuatannya masa silam?" kata Anne lantang."Mama! Apakah wan

    Last Updated : 2024-01-04
  • Kubawa Benihmu, Mas!   71. Siasat Baru

    Sementara di ruang rawat Bagaskara terllihat Anne menarik sebuah kursi untuk didekatkan pada brangkar putranya. Wanita itu pun mengambil buah dan mengupasnya untuk Bagaskara. Pria itu pun menerima apa yang disuguhkan mamanya. "Mengapa kamu lakukan ini semua, Bagas?""Karena dia adalah anakku, rasanya aku tidak tega bila lakukan semua ini, Ma," jawab Bagaskara."Kita sudah sepakat bahwa ini sifatnya hanya sementara, setelah kita dapatkan sebagian harta itu maka semua akan terkendali," kata Anne."Sulit, Ma!"Anne menerawang dengan jawaban yang diberikan putranya itu. Sullitnya dimana wanita itu tidak tahu pasti. Namun, wajah putranya begitu yakin akan hal itu membuat dia mengernyitkan dahi mencoba berpikir kemana arah kalimat sang putra."Apa maksud dari kalimat itu, Bagas?""Apa Mama lupa siapa di balik semua kejadian ini? Ada Sagara Arnold yang selalu mengawasi setiap pergerakan Sarita," papar Bagas.Anne mendengus lirih, tetapi wanita itu seakan-akan tidak memedulikan peringatan p

    Last Updated : 2024-01-05
  • Kubawa Benihmu, Mas!   72. Senyum Yang Mematahkan

    Rachel masih diam, wanita muda itu semakin membuat Bagaskara penasaran. Namun, Rachel masih saja tersenyum yang membuat kakaknya harus menghela napas panjang. Akhirnya Bagas pun mulai pasrah, dia tidak lagi mengejar apa yang diinginkan oleh adiknya."Terserah!"Rachel masih saja tersenyum. Dia masih terbayang pertemuan terakhirnya dengan Ni Luh. Andai kakaknya itu mau melanjutkan hubungan dengan temannya mungkin hidupnya akan lebih baik. Tidak perlu bersusah payah mengumpulkan pundi emas.Sementara di lantai bawah rumah sakit itu, Sarita kini sudah bisa berjalan dengan menggandeng tangan mungil Alifian. Rupanya pria kecil itu sudah sedikit merasa bebas. Hal itu terlihat dari cara dia menatap jalan."Mengapa Alif terlihat begitu takut?" tanyw Sarita"Wanita itu sempat datang ke penyekapan itu, Bun. Dia juga berkata akab melenyapkan Bubda suatu saat nanti," jawab Alifian datar.Sarita mengepalkan tangannya yang lain, kemudian dengan lembut di tariknya tangan putranya agar lebih cepat la

    Last Updated : 2024-01-07
  • Kubawa Benihmu, Mas!   73. Esok Hari

    Hati telah berganti, Sarita sudah bangun lebih pagi dari sebelumnya. Dia ingin segera memasak agar waktunya cukup untuk melanjutkan desain pakaian yang sedikit tertunda akibat keinginan Alifian bertemu ayahnya. Tidak butuh lama, semua menu yang dia inginkan sudah tersedia di meja makan.Kemudian wanita itu pun memberitahu pada pembantunya jika Alifian bangun dan mencarinya maka dia ada di ruang kerja. Pembantunya pun mengangguk mengerti, lalu dia segera melanjutkan langkahnya menuju ke ruang kerja. Sarita tenggelam dalam pikirannya mencari ide untuk mode pakaian terbaru yang rencananya akan meluncur dalam dua bulan ke depan."Mode apalagi yang ingin aku usung kali ini ya? Alam atau hewan, heemm!" Ujung pensil masih diam dengan jari telunjuk yang mengetuk meja kerjanya. Sesaat wanita itu menelusupkan kepalanya di meja, sungguh pagi ini dia tidak menemukan idw setitik pun. Tidak biasanya. "Huuft huu." Helaan napan panjang terlihat berulang kali dilakukan oleh Sarita. Dia begitu terbe

    Last Updated : 2024-01-07

Latest chapter

  • Kubawa Benihmu, Mas!   158. Akhir Sebuah Kisah

    Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba

  • Kubawa Benihmu, Mas!   157. Putusan Sidang

    Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang

  • Kubawa Benihmu, Mas!   156. Fakta Baru

    Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha

  • Kubawa Benihmu, Mas!   155. Kapan Menikah

    Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s

  • Kubawa Benihmu, Mas!   154. Suasana Memanas

    Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud

  • Kubawa Benihmu, Mas!   153. Berkas

    Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan

  • Kubawa Benihmu, Mas!   152. Sosok Yang Lain

    Pria muda berkaca mata hitam itu segera meluncur pergi dari depan rumah Bagaskara, dengan kecepatan tinggi pemuda tersebut memacu kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Di tengah perjalanan pria itu menelepon seseorang, "Bos, tadi saya sempat mencuri dengar pembicaraan antara Bagaskara, istrinya, dan kedua pengacara mereka melalui sebuah penyadap. Saya mendengar mereka mempunyai sebuah bukti yang akan bisa dipakai menekan dan mengalahkan Nyonya Sarita di pengadilan.""Bukti apa dan siapa yang membawa bukti tersebut?" tanya lawan bicara pria muda yang ditugaskan menjadi kata-kata tersebut. "Saya masih belum mendapatkan informasi bukti seperti apa yang dimaksud, hanya saja saya tahu siapa yang sudah menyimpan bukti tersebut." Info pemuda tersebut sambil terus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Sementara itu, di tempat lain lawan bicara pria muda tersebut tampak sedang memikirkan strategi apa yang akan diambilnya untuk menghancurkan Bagaskara dan istrinya, Ni Luh. Sosok tersebu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   151. Awal Sidang

    "Tenang, Tuan Bagas. Bersantailah sedikit, tidak perlu seemosi itu. Saya hanya bertanya saja pada Anda. Apakah Anda yakin dengan keinginan Anda mengenai hak asuh anak?" Ulang Aknat pada Bagaskara yang menatapnya lekat dan tajam."Apa perlu saya ulang jawaban saya agar Anda yakin pada apa yang menjadi keinginan saya?" Kini giliran Bagaskara membalik pertanyaan Aknat. Nada suaranya rendah dan dalam, terlihat sekali jika dia sedang menahan amarah pada pemuda yang duduk di samping Ni Luh.Mendengar jawaban Bagaskara yang begitu penuh kemarahan yang tertahan, Ni Luh mengerutkan dahinya. Wanita itu merasa sedikit aneh dengan sikap suaminya ketika mendengar pertanyaan Aknat.Ni Luh mengamati manik tegas suaminya lekat-lekat. Dia merasa penasaran dengan jawaban dan sikap Bagaskara selanjutnya. Sementara itu, sikap Aknat tampak berbanding terbalik dengan Bagaskara yang tampak begitu emosi.Pria matang yang dikenalkan dengan nama Arswendo merasa tidak enak melihat situasi yang mulai tidak kondu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   150. Dua Pengacara

    Saat hendak menikmati madu alami pintu dibuka oleh pelayan dengan membawa makanan yang sesuai pesanan juga dua orang tamu. Bagas dan Ni Luh segera memperbaiki cara duduknya. "Silakan saja dilanjut, kami dengan sabar menunggu, Tuan dan Nyonya!" ujar Aknat pengacara pribadi Ni Luh. "Kau jangan bikin malu, Nat. Usiamu masih jauh," dengus Ni Luh. Aknat hanya mengulas senyum tipis, lalu mengambil duduk di depan Ni Luh sedangkan pria yang berusia matang ikut duduk di samping Aknat. Ni Luh menatap suaminya penuh tanya. Bagaskara tersenyum dan mempersilakan kedua tamunya untuk menyantap menu yang ada. Menu sederhana tetapi mewah. "Silakan makan, Tuan Berdua!""Apakah tidak lebih baik kita saling kenal dulu, Kak!" Pinta Ni Luh. "Saya Bagaskara sebagai suami dari Ibu Ni Luh Ayu. Ini pengacara saya, Bapak Arswendo!" ujar Bagaskara. Bagas mengenalkan diri dan pengacaranya pada pria muda di depan istrinya. Aknat yang sejak tadi terlihat santai segera menerima uluran tangan Bagas dengan itika

DMCA.com Protection Status