Esok hari yang cerah, Anne terlihat sedang sarapan sendiri di meja makan. Wanita itu membola kala kedua matanya melihat putrinya berjalan santai sambil menenteng tas jinjing."Pagi, Ma!" sapa Rachel.'Kau pagi buta sudah di sini, apa tidak ada kerjaan, Huum?""Lagi santai, ini mau ke mall ternama milik keluarga Waluyo," jawab Rachel Gadis itu tanpa permisi langsung mengambil roti tawar dan segera diolesinya dengan selai kacang. Setelahnya dicelupkan pada cangkir kopi mamanya."Rachel, apa-apaan kamu itu! Itu kopi milik mama," geram Anne."Maaf, Ma. Sengaja! Bu Rina, tolong bikinin kopi lagi buat mama, Ya!" pinta Rachel saat melihat Rina melintas sehabis membersihkan halaman."Lho, Mbak Rachel, kapan lewatnya? Iya, siap," jawab Rina."Tadi saat Mbak Rina lagi nyapu halaman," jawab Rachel.Rina pun berlalu meninggalkan meja makan, setelah menaruh alat kebersihannya dia langsung menuju ke dapur untuk membuatkan secangkir kopi. Beberapa saat, wanita itu sudah kembali sambil membawa nampa
Mobil yang membawa Sarita akhirnya sudah sampai di parkiran mall terbesar. Sesuai rencana semula, Saga yang menugaskan Sarita untuk meresmikan produck terbaru liontib hasil karya Rachel di publik dalam naungan Saga's Colection."Apakah sudah siap, Sarita?" tanya Sisil yang sudah berdiri sesaat setelah menutup pintu."Aku harus siap, semua sudah di depan mata, Sil. Aku butuh dukunganmu!""Jangan khawatir, aku selalu berada di depan sebagai tamengmu jika gadis itu berbuat lebih!""Terima kasih!"Sarita pun mulai melangkah meninggalkan base camp khusus tempat parkir mobilnya. Sisil berjalan mengikuti langkah Sarita dari belakang. Langkah yang anggun memasuki ruang pameran. Beberapa model kalung berlian dari berbagai batu terpampang di etalase.Mata Sarita melihat keseluruhan pameran berlian yang terpajang di meja etalase. Ada sesuatu yang dia inginkan, Sisil bisa merasa ketertarikan sahabatnya pada jenis batu berlian orange."Apa inginkan kalung itu, Nyonya?" tanya Sisil dengan nada rend
Sarita mengulas senyum tipis dan menatap pada Ades yang terlihat bingung dengan hadirnya Rachel. Wanita muda itu sedang ramai dibicarakan di medsos mengenai unggahannya yang menyatakan bahwa dia adalah tunangan dari Sagara."Hai, bukankah Nona baru saja bertunangan dengan Tuan Sagara. Bagaimana bisa Anda datang sendiri sedangkan Tuan Saga tidak?" cerca Ades, "Bisa jelaskan keadaan ini?"Rachel kelabakan, wanita itu bingung hendak menjawab apa. Tidak mungkin juga jika dia harus bersatu dengan Sarita yang tidak mengerti apapun."Tadi kami sempat datang bersama, Tuan Ades. Kemudian karena suatu hal, tunangan saya harus pergi," papar Rachel.Ades tersenyum lalu berkata, "Apakah ada desain terbaru Anda dipameran ini, Nona?""Ada, Tuan Ades. Kali ini saya membawa berlian tipe D. Ini lebih berkelas, silakan dilihat. Mari saya tunjukkan di sana!" Ajak Rachel.Ades menatap pada Sarita, wamita itu hanya mengangguk saja. Dia tidak ingin menghentikan promo yang dilakukan oleh Rachel. Karena ini a
"Sialan wanita itu, apa sih maunya?" umpat Rachel."Jangan keras jika mengumpat. Dinding pun bisa mengadu pada penguasa, apa kamu ingin karier yang baru saja kamu usahakan hancur, Achel?""Aku tidak tahu lagi harus bagaimana mendekati pria itu, Ni Luh. Kamu pasti tahu sepeerti apa pesonanya, hanya mengirup aroma tubuhnya saja aku sudah bergetar," papar Rachel.Ni Luh melihat sahabat sekaligus calon adik iparnya dengan tatapan sedih. Jangankan Rachel, dia pun juga sulit menggapai rasa Bagaskara yang sudah tertambat pada wanita yang penuh talenta -- Sarita Waluyo. Namun, kenyataan ini tidak berani dia ungkapkan pada Rachel. Ni Luh sendiri memandang punggung Sarita yang semakin hilang di antara pengunjung lainnya.Sejenak kedua bola matanya membulat kala melihat sesosok bayangan yang sangat dia kenal. Tangannya memeluk erat lengan Rachel bahkan sedikit mencengkeram, bibirnya ingin memanggil sebuah nama tetapi suaranya tercekat di tenggorokan."Kamu kenapa Ni Luh? Memangnya siapa yang kam
"Bagaimana Tuan Pradipta?" tanya seorang wartawan senior."Maaf, saya masih ada perlu dengan Nyonya Sarita. Mungkin lain kali semua pertanyaan kalian saya jawab!""Nyonya, bagaimana menurut Anda atas pernyataan Tuan Dipta ini?" Wartawan senior itu berpaling pada Sarita yang berjalan di belakang Bagas.Wanita itu hanya tersenyum simpul tanpa berniat menjawab satu pertanyaan pun dari mereka. Sarita masih terus berjalan dengan langkah pasti dan elegan selayaknya wanita papan atas yang sudah lama di dunia bisnis. Bagaskara beberapa kali menelan saliva melihat pemandangam di depannya. Sarita yang ada di depannya sungguh berbeda dengan Saritanya dulu dan Bagas sadari hal itu. Pria tersebut merasa bahwa dirinya tidak layak berada di sisi wanitanya dulu. Namun, senyum Alifian membayang di pelupuk mata membuat semangatnya berkobar lagi untuk meraih cinta Sarita."Sarita, tunggu!" teriak Bagas kala kaki Sarita mulai menapaki trotoar.Wanita itu pun menghentikan langkahnya dan menunggu Bagas hi
"Untuk apa kamu pegang uang sebanyak itu? Kemarikan uang itu, buat nambah modal usaha furniture milik Bagas. Bukankah semua kebutuhanmu terpenuhi dari Bagas?""Tetapi itu masih hak saya dari hasil keringat kerja sebelum menikah dengan Mas Bagas, Madam. Maaf, tidak bisa!" "Sarita! Kau sudah berani menolakku!"Sarita tertunduk lesu, bukan maksud membantah perintah mertua tetapi wanita itu ingin mempertahankan hak yang mulai digerogoti oleh mertuanya itu. Namun, Anne tidak terima. Wanita itu terus saja memaksa Sarita untuk menggelontorkan uangnya."Jika ini mau kami, maka jangan salahkan aku bila terjadi sesuatu pada simbok kamu itu!" Anne pun berteriak pada Amir salah satu orang kepercayaan Anne."Iya, Madam. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Amir dengan langkah membungkuk mendekati Anne."Bawa sini Marni, jika perlu seret dan jangan lupa cambukku!"Amir pun kembali berjalan membungkuk, tetapi kali ini jalannya mundur. Hingga sampai ambang pintu barulah tubuh pria paruh baya itu tegak
"Jangan, Nduk! Itu untuk sekolahmu," ujar Marni dengan nada memelas.Sarita menatap punggung simboknya yang mulai mengeluarkan tetes darah. Jari jemari wanita muda itu pun menyentuh punggung Marni dengan bulir bening menetes di kedua pipinya."Ini ... Pasti sakit, Mbok. Biarkan uang Sari menebus ini semua!" bisik Sarita. Setelah berkata, Sarita gegas bengkit dan berlari menuju ke kamar simboknya. Beberapa saat dia pun kembali bersama sebuah buku kecil berwarna kuning, buku tabungan khas bank daerah."Silakan, Madam. Jika perlu ambil saja semua!"Anne meraih buku itu, kemudian tawanya menggelegar. Wanita itu berhasil menguras seluruh harta menantu barunya. Lalu Qnne menyodorkan ponselnya dengan menunjukkan aplikasi M-banking."Masukkan pinnya!""Tapi saya tidak pernah pakai aplikasi seperti ini, Madam. Saya hanya setor dan tarik tunai di bannk tersebut," ungkap Sarita."Dasar bodoh dan udik, pasang saja beberapa angka di sana. Biar aku yang urus selanjutnya!" Serita mulai mengetik be
Sarita pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Saga, wanita itu masuk ke mobil dan duduk dalam diam. Hatinya masih melayang pada peristiwa menyakitkan sepanjang hidup bersama di mansion itu. Hampir tidak ada senyum bahagia yang ada sesaknya dada dan penderitaan.Saga setelah memasangkan sabuk pengaman segera melangkah panjang menuju ke sisi pintu yang lain. Dilihatnya sorot mata kosong sepupunya, napas kasar pun bisa di dengar oleh Sarita. Namun, wanita itu masih tidak peduli. Pikirannya seperti berada di tempat lainnya. Mobil melaju meninggalkan taman kota dan Sarita masih tetap bungkam."Apakah selamanya seperti ini, Sari?" tanya Saga memecah keheningan.Sarita perlahan menoleh melihat Saga yang memegang kemudi. Sorot matanya berubah sendu, lalu lengkungan tipis terpaksa dia hadirkan."Aku masih belum bisa menerimanya, Saga!""Siapa dan apa?""Pria itu inginkan rujuk, dia juga inginkan Alifian. Aku masih belum terima iklas," ungkap Sarita dengan pandangan ke depan.Saga meremas setir
Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba
Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang
Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha
Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s
Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud
Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan
Pria muda berkaca mata hitam itu segera meluncur pergi dari depan rumah Bagaskara, dengan kecepatan tinggi pemuda tersebut memacu kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Di tengah perjalanan pria itu menelepon seseorang, "Bos, tadi saya sempat mencuri dengar pembicaraan antara Bagaskara, istrinya, dan kedua pengacara mereka melalui sebuah penyadap. Saya mendengar mereka mempunyai sebuah bukti yang akan bisa dipakai menekan dan mengalahkan Nyonya Sarita di pengadilan.""Bukti apa dan siapa yang membawa bukti tersebut?" tanya lawan bicara pria muda yang ditugaskan menjadi kata-kata tersebut. "Saya masih belum mendapatkan informasi bukti seperti apa yang dimaksud, hanya saja saya tahu siapa yang sudah menyimpan bukti tersebut." Info pemuda tersebut sambil terus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Sementara itu, di tempat lain lawan bicara pria muda tersebut tampak sedang memikirkan strategi apa yang akan diambilnya untuk menghancurkan Bagaskara dan istrinya, Ni Luh. Sosok tersebu
"Tenang, Tuan Bagas. Bersantailah sedikit, tidak perlu seemosi itu. Saya hanya bertanya saja pada Anda. Apakah Anda yakin dengan keinginan Anda mengenai hak asuh anak?" Ulang Aknat pada Bagaskara yang menatapnya lekat dan tajam."Apa perlu saya ulang jawaban saya agar Anda yakin pada apa yang menjadi keinginan saya?" Kini giliran Bagaskara membalik pertanyaan Aknat. Nada suaranya rendah dan dalam, terlihat sekali jika dia sedang menahan amarah pada pemuda yang duduk di samping Ni Luh.Mendengar jawaban Bagaskara yang begitu penuh kemarahan yang tertahan, Ni Luh mengerutkan dahinya. Wanita itu merasa sedikit aneh dengan sikap suaminya ketika mendengar pertanyaan Aknat.Ni Luh mengamati manik tegas suaminya lekat-lekat. Dia merasa penasaran dengan jawaban dan sikap Bagaskara selanjutnya. Sementara itu, sikap Aknat tampak berbanding terbalik dengan Bagaskara yang tampak begitu emosi.Pria matang yang dikenalkan dengan nama Arswendo merasa tidak enak melihat situasi yang mulai tidak kondu
Saat hendak menikmati madu alami pintu dibuka oleh pelayan dengan membawa makanan yang sesuai pesanan juga dua orang tamu. Bagas dan Ni Luh segera memperbaiki cara duduknya. "Silakan saja dilanjut, kami dengan sabar menunggu, Tuan dan Nyonya!" ujar Aknat pengacara pribadi Ni Luh. "Kau jangan bikin malu, Nat. Usiamu masih jauh," dengus Ni Luh. Aknat hanya mengulas senyum tipis, lalu mengambil duduk di depan Ni Luh sedangkan pria yang berusia matang ikut duduk di samping Aknat. Ni Luh menatap suaminya penuh tanya. Bagaskara tersenyum dan mempersilakan kedua tamunya untuk menyantap menu yang ada. Menu sederhana tetapi mewah. "Silakan makan, Tuan Berdua!""Apakah tidak lebih baik kita saling kenal dulu, Kak!" Pinta Ni Luh. "Saya Bagaskara sebagai suami dari Ibu Ni Luh Ayu. Ini pengacara saya, Bapak Arswendo!" ujar Bagaskara. Bagas mengenalkan diri dan pengacaranya pada pria muda di depan istrinya. Aknat yang sejak tadi terlihat santai segera menerima uluran tangan Bagas dengan itika