Home / Romansa / Kubawa Benihmu, Mas! / 118. Sebuah Janji

Share

118. Sebuah Janji

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-02-21 21:49:14

Sinar mentari menerobos kamar bernuansa biru laut dengan hiasan beberapa mainan mobil dan motor sport. Alifian menggeliat, ibu jarinya mengusap kedua mata. Dia pun duduk di tepian ranjang, "Rupanya sudah pagi. Aku harus sekolah!"

Pria kecil itu akhirnya segera turun dan langsung berjalan menuju ke kamar mandi. Tidak butuh waktu lama untuk dia membersihkan tubuh dan berpakaian hingga suara ketukan di pintu dia sudah siap.

Perlahan Alifian membuka pintu dan mengembangkan senyumnya kala melihat wajah sang bunda, "Alif sudah siap untuk sarapan, Bun!"

"Bagus, ayo segera kita turun. Nenek Marni sudah menunggu sejak tadi!"

Alifian mengangguk lalu membiarkan bundanya jalan lebih dulu, dia masih harus mengambil tas sekolah dan memakai sepatu. Sarita tersenyum dan menganggukkan kepala.

Alifian segera memberesi semua buku yang berserakan di meja belajar lalu memakai sepatunya. Setelah mematut diri pada cermin, Alifian mulai melangkah keluar dari kamarnya menuju ke lantai satu.

Langkah kecilny
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kubawa Benihmu, Mas!   119. Alifian Berkunjung

    Bagaskara masih diam termangu menatap wajah istrinya, dia tidak habis pikir dengan kenyataan bahwa dirinya telah dijual oleh ibunya sendiri dengan alasan perusahaan sedang kolaps. Cukup lama Bagaskara diam menikmati sarapannya, otaknya terus mencari jawaban atas kisah hidupnya. "Jangan banyak melamun, Kak. Nikmati saja yang ada!""Benar"Karena sarapannya sudah selesai, Bagaskara berdiri, dia berniat untuk melangkah pergi ke kamar guna persiapan ke kantor. Langkahnya terhenti saat cupingnya mendengar suara bel. "Kakak lanjut saja berbenah untuk ke kantor, biar Ni Luh yang buka pintu!"Bagaskara tidak menjawab, langkahnya kembali bergerak menuju ke lantai dua. Sedangkan Ni Luh melanjutkan ke pintu utama berniat membuka pintu. Kedua bola matanya membeliak tidak percaya dengan kehadiran Alifian bersama Sarita. "Masuklah!""Tidak perlu, Tante. Alif hanya ingin bicara sebentar dengan Ayah, apakah dia masih ada?"Ni Luh tersenyum lalu membuka kedua bilah pintu agar terlihat lebar. "Baiklah

    Last Updated : 2024-02-22
  • Kubawa Benihmu, Mas!   120. Luka Itu Ada

    Alifian segera berbalik badan, dia sudah memantapkan pilihannya. Dua malam berpikir masalah ayah dan bundanya membuat pria kecil itu murung. Sejak kecil hingga usia menginjak enam tahun tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Kini, saat dia bertemu dengan ayahnya dihadapkan dengan keegoisan. Alifian berjalan menuju ke mobil yang terparkir di depan rumah Bagaskara. Tanpa menoleh ke belakang Alif segera masuk dan tidak memedulikan Sarita yang memilih berjalan di belakang putranya. "Tunggu!" Teriak Bagaskara lantang, dia berniat untuk menghentikan langkah putra dan mantan istrinya. Karena Alifian dan Sarita tidak peduli dengan teriakan Bagaskara, akhirnya pria itu berlari mengejar langkah keduanya. Napas terengah terdengar jelas di telinga Sarita, tetapi wanita itu tetap masuk ke dalam mobil dan menutup pintu dengan gerakan lembut. Sarita duduk di bangku kemudi dan menunggu kisah selanjutnya dalam bungkam. Bagaskara akhirnya sampai di mobil, dia pun berdiri di pintu belak

    Last Updated : 2024-02-23
  • Kubawa Benihmu, Mas!   121. Kaget

    Bagaskara terhenyak kaget, dia tidak mengerti apa maksud ibunya melakukan hal itu. Secara keseluruhan Alifian adalah putra kandungnya yang artinya anak itu adalah penerus keluarga. Namun, sikap Anne ibunya itu seakan sangat membenci Alifian dan ingin membunuhnya langsung. "Ingat dan sadarlah, Ma! Alifian tidak bersalah, dia keturunanku langsung," ucap Bagaskara sambil berjalan menuju ke kursi kebesarannya. "Mama tidak peduli, yang kuinginkan hanya kehancuran wanita itu sama persis dengan ibunya!" geram Anne. Bagaskara tidak bisa berkata akhirnya dia lebih memilih untuk kembali fokus pada pekerjaannya. Jika bicara dendam lelaki itu tidak bisa melawan apalagi untuk menyudahi dendam itu. Bagaskara pun sadar akan sosok yang berada di balik Sarita. Lelaki yang keberadaannya susah dijamah oleh siapapun jua. Dia pun menggelengkan kepala berulang sambil fokus pada layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan perusahaannya. "Gila, apa ini!" Kedua bola mata Bagaskara membeliak ketika

    Last Updated : 2024-02-26
  • Kubawa Benihmu, Mas!   122. Keadaan Lain

    Bagaskara segera merombak seluruh kinerja para kepala bagian menurut versinya. Ada beberapa orang yang di oper tugasnya dengan alasan feelingnya. Semua kepala bagian awalnya merasa keberatan, tetapi saat mereka mendengar penjelasan Bagas saat itu juga merubah minsetnya. Bagaskara masih duduk di kursi miliknya dalam ruang rapat membuat yang lain tidak berani keluar meski rapat sudah dibubarkan. Merasa tidak adanya pergerakan, maka kapala Bagaskara pun terangkat dan melihat pada mereka semua, "Mengapa masih ada di sini?""Bolehkah kami melanjutkan pekerjaan, Pak?" tanya salah satu kepala bagian. "Silakan, bukankah sudah saya bubarkan? Sengaja saya di sini dulu karena bosan dengan ruang kerja."Akhirnya ruang rapat menjadi sepi menyisakan Bagaskara yang duduk menghadap layar laptopnya. Kedua matanya menatap fokus dengan jari jemari yang bergerak aktif di kayboard. Bagaskara tenggelam dalam pekerjaan yang harus mencari benang merah awal kemunduran perusahaan tekstilnya, tanpa dia sadar

    Last Updated : 2024-02-27
  • Kubawa Benihmu, Mas!   123. Celotehan

    Pria kecil itu terbahak setiap digoda oleh bundanya. Bagaimana tidak terbahak jika jemari Sarita selalu menggelitiki pinggangnya saat dia gemas. "Bunda, sudah dong!""Makanya jangan bikin bunda gemes," balas Sarita. "Satu lagi yang lucu, Bun."Dahi Sarita berkerut mendengar pernyataan sang putra, dia pun mengangkat dagu mempertanyakan kalimat Alifian. Pria kecil itu masih diam sambil bersedakap, tatapannya pun masih tertuju pada bundanya. Kemudian gelengan kepala dia suguhkan agan penasaran bundanya makin menjadi. "Ish, kok malah menggeleng berulang. Ayolah, cerita dong!" Pinta Sarita dengan nada memelas. Jari telunjuk dan jempol Alifian mengapit dagunya yang runcing, kedua bola mata jernih itu berputar searah jarum jam. Jari telunjuk diketukkan pada pipi lalu bibirnya membentuk lengkungan tipis. "Masak ayah datang tetiba dan masih pakai sarung. Sungguh keadaan yang aneh dan lucu.""Jangan mengada-ada kamu, Alif. Mana mungkin?""Anehnya lagi, ayah masih terlihat bingung. Dia meras

    Last Updated : 2024-02-28
  • Kubawa Benihmu, Mas!   124. Pergerakan

    Ada napas lega yang keluar dari pernapasan Sarita, lalu bibir tipis itu mengulas senyum. Langkahnya panjang menuju ke dalam rumah, tidak lupa mampir lebih dulu ke kamar Alifian untuk memastikan keadaan putranya. Jemari yang lentik memegang handle pintu, tetapi tidak berlanjut akibat ada suara lain yang memanggilnya dari belakang. Maka, Sarita memilih menjumpai asal suara yang ternyata simboknya. Tubuhnya pun berbalik arah dan langsung melangkah mengikis jarak dengan Marni. Wanita tua itu menyambut putrinya dengan senyum tulus, tangan keriputnya menepuk sisi kosong untuk Sarita, "Duduklah!"Tidak butuh suara, Sarita segera mengikuti apa yang terucap dari bibir wanita tua. Kemudian telapak renta itu diraih dan dicium punggungnya penuh kasih, "Maaf, Sari belum menjumpai Simbok sejak kepulanganku!"Wanita tua tersenyum, lengannya terulur lalu telapak itu mengusap lembut punggung Sarita. "Tidak perlu sedemikian rupa, Sari. Bisa melihatmu hingga usia setua ini saja aku sudah bahagia, Nduk

    Last Updated : 2024-02-29
  • Kubawa Benihmu, Mas!   125. Pergi Saja

    Aulia memandang Marni penuh tanya, ada ragu yang tersirat dari sinar mata perempuan muda itu. Tetapi ketegasan yang terpancar dari bening mata tua mampu menggetarkan seluruh jiwa Aulia. Dari polos dan lugunya wanita desa yang sudah usia lanjut itu ternyata menyimpan suatu misteri yang belum diketahui oleh Aulia. "Penting tidak penting sih, Nek. Hanya sedikit fatal jika terlambat ditangani.""Jika seperti itu adanya, pergi saja sendiri tanpa ijin Sarita.""Apa bisa seperti itu, Nek?"Marni kembali menunduk, lalu telapak keriput menepuk lembut pipi Sarita hingga wanita muda bangkit perlahan dari rebahannya. Posisinya memang sudah duduk tetapi kedua matanya masih memejam, napasnya juga masih stabil. Aulia mencoba mengeluarkan suara rendah, "Sudahkah bangun, Ibu?"Samar pendengaran Sarita menangkap adanya suara yang mengajak dia berbicara dengan pancingan tanya. Dia pun memutuskan menarik napas panjang. Perlahan kelopak matanya terbuka dan tersenyum tipis, "Apa yang kau bawa, Aul?""Mer

    Last Updated : 2024-03-02
  • Kubawa Benihmu, Mas!   126. Tidak Sesuai Rencana

    Sarita menatap sendu pada Aulia, kemudian berpaling pada dinding yang tergantung jam. Kedua bola matanya membeliak kaget dengan lirih bibirnya bersuara, "Sudah cukup larut sebaiknya istirahat saja di sini!""Tidak perlu, aku masih ada janji dengan Elfrada satu jam ke depan," jawab Aulia. Sarita menganggukkan kepala, "Habiskan dulu jus kamu, Aul!*Setelah berkata, Sarita beranjak dari duduknya dan mulai melangkah mengikis jaraknya dengan Aulia. Sampai di depan wanita muda, Sarita menaruh amplop cokelat sedang dan berkata, " Ini ada bonus atas kerja kerasmu selama ini!"Aulia mendongak menatap tidak percaya dengan semua yang ada, sesungguhnya selama ini dia bekerja tidak mengharap bonus. Dengan penuh sopan dia pun bertanya, "Apa ini tidak salah, Bu?""Pakai saja, ini hak kamu. Apalagi kudengar ibu sedang dirawat karena gagal ginjal. Benar 'Kan?*Aulia tidak bisa berkata lagi, bibirnya bungkam lalu anggukan kecil terlihat oleh Sarita. Perempuan itu menepuk pundak bawahannya lembut kemud

    Last Updated : 2024-03-04

Latest chapter

  • Kubawa Benihmu, Mas!   158. Akhir Sebuah Kisah

    Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba

  • Kubawa Benihmu, Mas!   157. Putusan Sidang

    Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang

  • Kubawa Benihmu, Mas!   156. Fakta Baru

    Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha

  • Kubawa Benihmu, Mas!   155. Kapan Menikah

    Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s

  • Kubawa Benihmu, Mas!   154. Suasana Memanas

    Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud

  • Kubawa Benihmu, Mas!   153. Berkas

    Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan

  • Kubawa Benihmu, Mas!   152. Sosok Yang Lain

    Pria muda berkaca mata hitam itu segera meluncur pergi dari depan rumah Bagaskara, dengan kecepatan tinggi pemuda tersebut memacu kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Di tengah perjalanan pria itu menelepon seseorang, "Bos, tadi saya sempat mencuri dengar pembicaraan antara Bagaskara, istrinya, dan kedua pengacara mereka melalui sebuah penyadap. Saya mendengar mereka mempunyai sebuah bukti yang akan bisa dipakai menekan dan mengalahkan Nyonya Sarita di pengadilan.""Bukti apa dan siapa yang membawa bukti tersebut?" tanya lawan bicara pria muda yang ditugaskan menjadi kata-kata tersebut. "Saya masih belum mendapatkan informasi bukti seperti apa yang dimaksud, hanya saja saya tahu siapa yang sudah menyimpan bukti tersebut." Info pemuda tersebut sambil terus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Sementara itu, di tempat lain lawan bicara pria muda tersebut tampak sedang memikirkan strategi apa yang akan diambilnya untuk menghancurkan Bagaskara dan istrinya, Ni Luh. Sosok tersebu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   151. Awal Sidang

    "Tenang, Tuan Bagas. Bersantailah sedikit, tidak perlu seemosi itu. Saya hanya bertanya saja pada Anda. Apakah Anda yakin dengan keinginan Anda mengenai hak asuh anak?" Ulang Aknat pada Bagaskara yang menatapnya lekat dan tajam."Apa perlu saya ulang jawaban saya agar Anda yakin pada apa yang menjadi keinginan saya?" Kini giliran Bagaskara membalik pertanyaan Aknat. Nada suaranya rendah dan dalam, terlihat sekali jika dia sedang menahan amarah pada pemuda yang duduk di samping Ni Luh.Mendengar jawaban Bagaskara yang begitu penuh kemarahan yang tertahan, Ni Luh mengerutkan dahinya. Wanita itu merasa sedikit aneh dengan sikap suaminya ketika mendengar pertanyaan Aknat.Ni Luh mengamati manik tegas suaminya lekat-lekat. Dia merasa penasaran dengan jawaban dan sikap Bagaskara selanjutnya. Sementara itu, sikap Aknat tampak berbanding terbalik dengan Bagaskara yang tampak begitu emosi.Pria matang yang dikenalkan dengan nama Arswendo merasa tidak enak melihat situasi yang mulai tidak kondu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   150. Dua Pengacara

    Saat hendak menikmati madu alami pintu dibuka oleh pelayan dengan membawa makanan yang sesuai pesanan juga dua orang tamu. Bagas dan Ni Luh segera memperbaiki cara duduknya. "Silakan saja dilanjut, kami dengan sabar menunggu, Tuan dan Nyonya!" ujar Aknat pengacara pribadi Ni Luh. "Kau jangan bikin malu, Nat. Usiamu masih jauh," dengus Ni Luh. Aknat hanya mengulas senyum tipis, lalu mengambil duduk di depan Ni Luh sedangkan pria yang berusia matang ikut duduk di samping Aknat. Ni Luh menatap suaminya penuh tanya. Bagaskara tersenyum dan mempersilakan kedua tamunya untuk menyantap menu yang ada. Menu sederhana tetapi mewah. "Silakan makan, Tuan Berdua!""Apakah tidak lebih baik kita saling kenal dulu, Kak!" Pinta Ni Luh. "Saya Bagaskara sebagai suami dari Ibu Ni Luh Ayu. Ini pengacara saya, Bapak Arswendo!" ujar Bagaskara. Bagas mengenalkan diri dan pengacaranya pada pria muda di depan istrinya. Aknat yang sejak tadi terlihat santai segera menerima uluran tangan Bagas dengan itika

DMCA.com Protection Status