Share

Bab 75. Kecelakaan kecil

Penulis: Turiyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

POV Clara.

Aku menatap ibu yang masih termangu hanya diam di tempat tanpa membantu membersihkan rumah. Jujur aku yang melihat dia hanya nganggur, sementara aku hampir habis tenaga ini hanya mencabuti rumput liar yang mengganggu, bahkan urusan dalam rumah belum terjama sama sekali. aku mengusap peluh ini yang terus meleleh dari tadi.

Aku menghela napas ini lalu membuangnya kasar. Dengan berkacak pinggang aku menghampirinya, tidak bagus lama-lama dibiarkan.

“Bu, bergeraklah! Clara capek daritadi yang membersihkan rumput. Ayo bergotong royong biar cepat selesai!“ Ajakku ke Ibu. Lagian Amira juga sudah aman, tidur di dalam rumah yang sudah dialasi beberapa lembaran kain baju sisa yang kita punya.

“Siapa suruh! Biarkan saja tetap begitu. Ibu sudah nyaman begini,” jawabnya yang membuat emosiku naik satu oktaf.

Aku menggigit bibir ini, percuma ngomong dan nyuruh sama ibu tua yang egois. Aku menghentakkan kaki ini lalu meninggalkan masuk. Aku pun mengambil galah yang teronggok di samping rum
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 76. Dapat perhatian dari Tetangga

    “Owh. Anaknya Bu lani, ya?“ tanyanya sambil memelankan laju motornya.Bahkan tangan satunya sudah lepas dari stang motornya. Badannya pun dimundurkan dan sekarang agak mepet ke arahku. Apa maksudnya ini?Aku sedikit merasa tidak nyaman, bahkan kini tangannya diletakkan di atas kakiku. Ia meraih tanganku yang saat ini menggenggam kain jaketnya untuk menjaga keseimbanganku. Lalu ia melingkarkan tanganku ke perutnya? Apa-apaan ini.Aku segera menariknya. Aku bukan wanita murahan. Lihatlah bahkan rambutnya saja sudah tumbuh uban.“Kamu jangan sungkan ya minta tolong sama Bapak!“ Aku bergeming, rasanya ingin aku mengumpat andaikan aku sedang tidak minta tolong padanya. “Bapak akan memberikan semua yang, Kamu inginkan. Bahkan Bapak tidak akan membiarkan, wanita secantik, Kamu tinggal di kontrakan seperti itu.“Aku bergeming, itu tidak akan terjadi. Sekian menit kami hening dalam diam, bahkan Bapak itu tidak mengoceh lagi.“Bapak mau mampir ke Indimirit dulu.“ Ia berucap sembari membelo

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 77. Bimbang

    Aku mendorongnya setelah dia berhasil menciumku. Aku tidak munafik tapi jujur ciumannya sangat memabukkan. Aku segera keluar kamar mandi untuk mengatur detak jantungku yang berpacu tidak beraturan. Aku menarik napas lalu membuangnya dan aku melakukan berulangkali.“Clara, aku akan selalu siap bila, Kamu menginginkan lebih dari ini,” bisiknya lagi dari belakang.Tidak kuhiraukan, segera aku melangkah panjang keluar dari sini. Aku menoleh ke belakang, lelaki tadi berlari mengejarku. Tidak ada pilihan selain aku pulang lagi bersamanya. Tidak ada uang juga jangkauan di sini sangat tidak aku kenali.Mana mungkin aku pulang berjalan kaki dengan menggendong. Itu sangat mustahil.Akhirnya motor melaju lagi, ada sedikit kedonngkolan di hati, bukannya tadi menawarkan untuk belanja tapi lihatlah bahkan kini pulang dengan tangan kosong. Untung saja aku segera menepis tangannya tadi saat hendak menelusup ke area dada. Cukup sampai rumah aku tidak akan pernah menghubunginya lagi, tidak sudi!Motor

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 78. Tingkah Ibu

    “Kenapa pulangnya cepat, Mas. Biasanya nyampe sore?“ tanyaku keheranan. Apalagi sekarang masih sekitar jam 2 an. Terlihat dari panas teriknya matahari.“Aku di skors karena menampar salah satu teman kerja,” lirihnya.“Loh, kenapa bisa bermasalah sih, Mas. Harusnya tahu diri! Kita lagi kesusahan, uang juga tidak ada, Mas itu sebelum bertindak itu mikir dulu. Sudah punya uang pegangan belum!“Kini giliran ku yang menyalang ke arahnya. Baru pertama masuk sudah berbuat onar. Awas saja kalau sampai dipecat.“Kamu itu! Bukannya nenangin suami malah nyerocos tidak jelas!“ desis Pram.“Suami? Tidak salah? Kapan kita ijab kobul? Kita itu hanya kumpul kebo! Dasar lelaki hanya ingin enaknya saja!““Besok pasti aku nikahi, sekarang ambilkan aku minum dulu!““Gak ada!““Clara!““Mana uangnya! Aku belikan sekarang!“ Aku menyodorkan tanganku ke arahnya.“Aku sudah tidak punya uang lagi, Clara. Sanalah pinjam ke warung dulu, sekalian belikan nasi bungkus. Rames atau Padang gak papa.“Aku mendengkus.

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 79. Dilamar Tetangga

    “Apa hubungannya ponsel dengan gajian, seumur-umur aku belum tahu kalau pekerjaan bisa mengetahui kehidupan karyawan termasuk cicilannya?“ protesku tidak terima, apalagi ponsel itu tidak jadi milikku pula.“Soalnya aku ngambil cicilan lewat sana. Dia jabatannya lebih tinggi dari aku, jadi dia punya koneksi untuk mengambil gajiku lebih dulu. Masak, Kamu gak paham sih hal beginian?“ Aku bergeming, lalu membuka karet yang membungkus nasi bungkus ini. “Ibu gak disuruh masuk, Mas? Tadi ngeluh lapar kan?“ tanyaku lagi saat melihat ia juga mau membuka nasinya.Iapun bangkit lalu berjalan keluar, sementara aku mengedikkan bahu dan memulai makan. Mumpung Amira masih tidur.Kupandangi sesaat nasi yang sudah bercampur kuah itu. Teringat pemiliknya julid membuatku ilfil juga mengurangi nilai plus pada nasi ini. Aku pikir tadi adalah kali terakhir aku membeli ke dia.Aku pun memulai suapan pertama. Kupejamkan mata ini. Sekejap. Ah, kenapa rasanya begitu pas di lidah ini. Kusuap lagi sampai tanda

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 80. Sampai ke kampung halaman

    POV Sherly.Akhirnya perjalanan panjang telah usai, Kami sudah memasuki desa Kepil, perbatasan Purworejo, Wonosobo. Aku pun keluar mobil lalu menutupnya dengan pelan. Jalanan sudah sangat sepi, aku mengambil ponsel di dalam tas. Lalu mengusap layar ponsel untuk menghidupkan. Ternyata sudah jam 1 malam. Cukup lama menghabiskan waktu di perjalanan. Tante ikut turun dan kini berada di sebelahku dengan membawa tas jinjingnya.Kami pun segera mengeluarkan cooling box dari bagasi. Aku menatap rumah tembok yang bertingkat itu cukup lama, rumah yang sudah berganti warna, dulu sebelum meninggalkan desa ini rumah ini masih di cat dengan warna Abu-abu, dan kini sudah berganti dengan warna putih dengan list warna gold.Seperti ada peningkatan ekonomi dalam keluarga ini. Alhamdulillah aku ikut turut bahagia. Tetangga satu ini memang dari dulu yanf paling mentereng diantara lainnya.kenangan demi kenangan masa kecil terlintas begitu saja. Perlahan aku masuk dengan Tante yang membuntuti di belakan

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 81. Kebaikan Tante

    “Tante, ayo istirahat ke kamar, Maaf ya, Tante bila kamarnya sempit,” Ajakku ke Tante. Tante pun langsung merespon dan berpamitan ke emak. “Ini wedang jahenya bawakan ke kamar, Sherly. Biar Mbak Yanti bisa minum nanti.“Aku mengangguk lalu mengambil gelas itu dan mengantarkan Tante ke kamar. “Tante, maafkan kondisi rumah ini yang tidak layak dan membuat Tante tidak nyaman,” ungkapku setulus hati.“Kata siapa? Tante nyaman saja, kok. Tante kerasan di sini, sudah sana keluar, temu kangen sama orang tuamu. Ceritakan sejujur-jujurnya tentang Pram juga keluarganya! Mereka berhak tahu yang sebenarnya, Sherly.““Baik, Tante. Makasih ya.“ Aku memeluk sebentar ke Tante sebelum beranjak.“Sudah sana!“ suruh Tante sambil menepuk punggungku.Akupun segera melepas pelukannya dan beranjak. Tante ikjt beranjak untuk menutup pintu.Aku melangkah keluar menghampiri emak dan Bapak yang sudah duduk di kursi kayu itu.“Bapak.“ Aku menyalami dan mencium takdzim Tangan Bapak.“Mana suamimu?“ tanya Bapak

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 82. Rakus

    .POV Sherly.“Nak Sherly, bangun! Salat subuh dulu!“ Aku menggeliat merubah posisi lalu meringkuk ke samping saat mendengar suara ibu.“5 menit lagi, Bu.““Ayo, segera bangun, Nak. Habis salat kita ke pasar ajak Mbak Yanti, buat jalan-jalan.“Setelah mendengar kata mbak Yanti aku pun langsung terbangun, tentu saja aku tidak enak kalau ditunggu Tante Yanti.Aku lekas ke luar dari kamar ibu untuk mengambil wudhu di belakang. Lalu segera menunaikan salat subuh. Setelahnya aku keluar.Tante Yanti rupanya juga sudah bangun, beliau duduk di depan tungku dengan nyala api dari kayu. “Tante sudah bangun?“ tanyaku ikut duduk setelah mengambil kursi pendek yang terbuat dari kayu. “Sudah, Jam 4 tadi sudah bangun. Tante kok merasa nyaman sekali berada di sini ya, kemarin malam pun bisa pulas banget tidurnya.““Alhamdulillah, Tante.“ Aku mengulaskan senyum ke arahnya.“Owh ya, Tante. Di sebelah kampung ada pasar sayur, juga beberapa jajanan tradisional. Mau ke sana? Tadi emak ngajakin jalan ke sa

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 83. Tante si sultan

    “Mak, rumah dia sudah besar begitu kenapa masih menginginkan tanah kita sih, Mak?! Rakus banget.““Katanya butuh kandang baru, beliau ingin memelihara kelinci jadi dia membangun bangunan di halaman rumah kita itu untuk kandang kelinci, Nak.““Pantas, Mak. Saat melewati halaman bau Pesing. Astaghfirullah kok ada orang seperti itu.““Sudah, ayo lekas jalan lagi, nanti beli mie ongklok di sana!“ Ajak emak dengan melajukan langkahnya panjang-panjang.Aku pun mengikutinya langkahnya pun dengan Tante. ,“Mbak, nanti tolong antar aku ke rumah tuan tanah di sini ya! Yang biasa buat perantara jual beli tanah,” ucap Tante Yanti tiba-tiba.Emak menghentikan langkahnya lalu menoleh ke Tante dengan raut wajah penasaran.“Mau apa, Mbak Yanti?““Pengen memiliki tanah daerah sini, Mbak. Aku tengok tanahnya subur, kayaknya bagus.“ “Emang gak kejahuan kalau mau ngeceknya, Mbak? Dari Jakarta lho kok malah beli tanah di sini?“ tanya emak lagi.“Gak papa, Mbak. Besok kalau mau tengok sekalian tengok yan

Bab terbaru

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 194. Mengenaskan ( Tamat)

    “Sebentar, Aku tuliskan alamatnya dulu,” ungkapnya lalu masuk.“Jaga Amira baik-baik ya, Pram. Sherly sangat menyayangi wanita itu,” ujar Zen berpesan. “Baik. Aku akan kabari perkembangan Amira dan sewaktu-waktu akan membawa ke sini untuk berkunjung.““Kamu adalah lelaki baik.“Aku hanya mengangguk. Lalu tidak lama Sherly keluar lagi dan kini menyodorkan kertas ke arahku. “Ini alamat dan nomor telepon panti. Bisa kunjungi kapan pun,” ujar Sherly kemudian. “Terima kasih. Kami mohon pamit dulu.““Sini Amira, Mama cium dulu.“Amira langsung turun dari gendonganku dan mendekat ke arah Sherly. Mereka berpelukan cukup lama lalu Sherly menghujami beberapa ciuman di pipi Amira. Setelah usai aku menyalami semua orang yang ada di rumah ini. Lalu berjalan ke luar di temani Zen sambil membantuku membawakan barang Amira. “Terima kasih.“ “Hati-hati di jalan.“ Pesan Zen.Aku mengangguk lalu masuk ke mobil dan mendudukkan Amira di jok sampingku dan memasangkan seat belt.Kubunyikan klakson pel

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 193. Bagaimana kabarmu, Bu

    Hening mulai tercipta. Aku menunduk, lalu tanpa sengaja melihat tangan Sherly mengelus tangan Bu Yanti. Jujur, perasaanku kalut saat ini. Andaikan Amira benar tidak boleh dibawa. Aku tidak akan memaksa dan tetap menjalani hidup meskipun tanpa penyemangat.Tidak lama Sherly bangkit pun dengan Bu Yanti lalu pergi meninggalkanku seorang diri. Aku tidak berani mendongak. Aku malu menatap mantan Mertuaku, setiap aku melihat mereka, disitulah aku teringat dengan sikap buruk yang pernah aku lakukan tempo dulu.Aku kembali nunduk, cukup lama hingga ada seseorang menepuk punggungku. Aku mendongak lalu bangkit berdiri saat melihat Pak Anton dan Bu Lastri yang sudah berdiri di depanku. Aku menyalami mereka satu persatu.“Bagaimana kabarmu?“ tanya Pak Anton.Aku mengangguk-angguk. Suaraku sepertinya terhenti di tenggorokan.“Maafkan Pram, Pak. Bu,” ujarku lirih setelah berhasil menguasai keadaan. “Sudah kami maafkan cukup lama. Rileks Pram! Alhamdulillah kondisi kami jauh lebih baik apalagi sebe

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 192. Ditolak

    Aku melangkah gontai dan kembali ke mobil. Aku harus menemukan Amira bagaimana pun caranya. Kuputar arah lalu melajukan mobil dengan kaca pintu terbuka. Sesekali kepalaku melongok keluar untuk melihat dan berharap mendapatkan Amira di rumah tetangga atau apalah. Sepertinya aku harus mampir ke rumah Bu Yanti. Dia sedikit paham dengan rumah tanggaku. Semoga saja aku bisa mendapatkan info di mana tempat tinggal Amira yang sekarang.Setelah sampai di depan halaman rumah Bu Yanti. Aku sedikit ragu melangkah masuk. Sepertinya di dalam sana sedang ada acara karena ramainya suara yang bersahut-sahutan dari dalam. Aku terpaku untuk sesaat, bingung antara masuk atau pergi, tapi bukankah ini adalah salah satu jalan agar bisa menemukan Amira?Baiklah aku putuskan untuk masuk! Kuhela napas panjang untuk mempersiapkan diri. Tidak kupedulikan nanti bila respon mereka mencaciku lalu mengusir. Yang terpenting usaha dulu. Kubuka gerbang dengan gerakan pelan. Sepelan mungkin agar tidak menimbulkan s

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 191. Menjemput Amira

    POV PRAMSebulan sudah aku tinggal bersama pak Tony. Rasa rinduku semakin membuncah ke Amira. Apa kabar dia sekarang? Apakah rindu denganku. Bagaimana rupamu sekarang, Nak?Aku memijat pangkal hidung yang terasa gatal. Lalu merobohkan badan ini di teras, menatap beberapa bunga mawar yang sedang berbunga. Aku kesepian di sini. Tanpa ponsel dan teman. Hanya Bapak Tony satu-satunya teman mengobrol. Sherly, apa kabarmu? Apakah kamu bahagia dengan Zen? Sudah hamilkah? Kupejamkan mata ini lalu mendongakkan kepala. Dada ini terasa sesak saat teringat masa lalu. Bukan karena masa yang sulit, melainkan merutuki kebodohanku yang bertumpuk. Tap!Aku terbangun dari lamunanku saat ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku menoleh lalu tersenyum saat Pak Tony menawarkan sepiring roti basah dan ikut duduk di sebelahku. “Saya perhatikan dari tadi Kamu nampak murung? Ada masalah?“ tanyanya setelah menyesap teh di tangan lalu meletakkan di samping badannya.Aku diam, bingung mau menjelaskan bagaiman

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 190. Bu Leni pingsan

    “Sherly tolong buka pintu mobilnya!“ Raungku dengan memukul kaca mobil.Mereka tanpa menoleh ke arahku. Suara klakson terdengar nyaring, membuatku terlonjak mundur. Saat itu pula mobil mulai dilajukan tanpa aku di sana.Aku merosot, bersimpuh di atas rerumputan liar. Tidak menyangka kalau akhirnya begini, kalau tahu seperti ini aku tidak perlu melakukan hal bodoh di tempat panti yang sebelumnya ini. Bahkan aku tidak mungkin kabur dari sini, tempat ini sangat terpencil dan jauh dari keramaian. Setengah jam berlalu, tidak ada seorang pun yang mencariku dan mengajakku ke dalam. Bahkan lututku terasa mulai kram. Kenapa nasibku bisa seperti ini. Aku bangkit berdiri lalu melangkah lunglai ke dalam. Menoleh ke kanan-kiri, tidak ada satu orang pun penjaga yang mau menyambutku. Padahal di depan sana, ada segerombolan orang yang tengah mengobrol. Sepertinya mereka adalah bagian dari panti ini. Kuhilangkan rasa malu untuk saat ini, saat ini aku ingin makan dan istirahat. Aku butuh kamar. Aku

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 189. Ditinggal

    “Jadi Zen belum tahu kalau Sherly itu mandul?“ tanyaku ulang.“Bagaimana ya, anak dalam keluarga menurut Ibu itu penting. Meskipun kalian kaya harta, tapi kalau tanpa anak itu akan terasa kosong. Ada yang kurang,” ujarku lagi. Aku tersenyum saat melihat Zen manggut-manggut. “Ibu Leni punya anak ya kan, tapi kenapa anak itu membiarkan Ibunya kesusahan ke sana ke mari hanya untuk tempat tinggal? Dan juga. Bukankah yang mandul itu adalah Anak ibu? Dari mana Ibu tahu kalau Sherly mandul?“Aku terhenyak mendengar penuturan Zen, Cukup lama aku terdiam mencerna ucapannya. Sampai saat ini aku tidak pernah mengakui Pram mandul. Meskipun ada surat DNA itu, bisa jadi kan ada kekeliruan dan Aku yakin itu. “Sudahlah, Bu. Cukup urusi urusan Ibu sendiri. Aku mencintai Sherly tanpa syarat, bahkan aku merasa bersyukur telah memilikinya.““Halah, namanya juga pengantin baru, lihat setahun dua tahun kemudian. Pasti ada saja yang akan kalian keluhkan,” cibirku ke arahnya lalu aku melengos ke samping.

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 188. Fitnah

    Sherly mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan Layarnya ke arahnya. Duh, kenapa enggak bilang saja ke mana tujuannya. Kan aku penasaran jadinya.Aku memperhatikan mereka dari belakang, Zen menggangguk lalu mulai mengemudikan mobilnya.Aku melongok ke arah panti, selamat tinggal masa lalu. Akhirnya aku berjaya lagi.Zen mulai memutar musik. Aku ikut mengangguk-anggukkan kepala ikut menikmati iramanya. Jiwaku terasa muda kembali, entahlah. Apa mungkin karena rencanaku berhasil, jadi membuatku segirang ini?**Aku mengernyit setelah sekitar 30 menit mobil ini melaju di jalan raya, sekarang sudah mulai masuk ke gang yang sempit lalu berpindah ke gang yang sepi. Banyak pohon liar dan beberapa sampah mengganggu penglihatan. Ini di mana? Aku tidak pernah melewati jalan ini.“Ke mana ini, Sherly?“ tanyaku kemudian.“Nanti Ibu akan tahu sendiri,” jawabnya tanpa mau menoleh ke arahku.“Bu Yanti? Kita mau ke mana?“ Aku menoleh ke arah Bu Yanti yang masih saja diam menatap ke samping jalanan.Bu Y

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 187. Berulah

    POV Bu Leni “Sekarang Bu Leni berkemas, kita pulang sekarang!“Aku meremas baju untuk meredakan rasa girangku, sudah kuduga, Sherly sebodoh itu. Aku hanya melakukan bentuk keprotesanku dengan merusak hal-hal di sekitar dan lihat sekarang. Caraku manjur!Aku lekas berbalik, meraih tas dan memasukkan baju ke dalam. Tatapanku ke arah sprei yang sudah banyak bekas guntingan, itu akan menjadi alat bukti sebagai alasan kalau aku di sini dijahati. Tentu saja itu tidak benar, karena aku hanya ingin menarik simpati saja. Memang aku akui tempat ini bersih dan juga pelayanannya ramah, tapi aku ini masih cukup sehat dibanding penghuni lainnya dan lebih muda. Aneh saja aku sudah tinggal di sini. Malu dong. Nanti setelah keluar dari sini, aku akan pamer ke mereka yang pernah menggunjingku. Biar mereka panas. “Sudah, Bu?“ tanya Sherly membuyarkan lamunanku. Aku sedikit tergagap lalu bangkit berdiri dan langsung bersiap.“Sudah, makasih ya, Sherly. Kamu memang anak yang baik.““Sama-sama, Bu. Ma

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    186. Ubah rencana

    ”Hallo ... assalamualaikum.““Waalaikumsalam, ini dari Rumah Pelita, benar kan ya ini nomornya Bu Sherly, walinya dari Ibu Leni?““Ah ya, benar. Kenapa ya? Apa ada masalah?“ tanyaku lagi. Jujur hatiku berdegup tidak karuan. Jangan sampai Bu Leni berbuat ulah lagi di sana.“Begini, Bu. Apa bisa kalau Ibu ke sini sebentar? Mau membicarakan sedikit masalah yang bersangkutan dengan Bu Leni. Mohon maaf ya, Bu. Kalau mengganggu waktunya ibu.““Harus sekarang ya, Bu?““Ya enggak harus, tapi semakin cepat lebih baik.“Bunda menyenggol lenganku. “Kenapa?“tanyanya tanpa mengeluarkan suara.Aku menggeleng. “Baik, Bu. Kami ke sana sekarang.““Baik, kami tunggu ya, Bu. Hati-hati di jalan.“Sambungan telepon terputus.Lalu aku menoleh ke arah bunda. “Sepertinya ada masalah di panti, Bun. Kita ke sana dulu ya?““Loh, periksa saja dulu, Sherly. Nanti baru ke sana.““Enggak pihak sana sudah menunggu, periksanya bisa kapan-kapan kok. Ini sudah sehat lagi.““Bi, tolong belok ke panti dulu sebentar ya!

DMCA.com Protection Status