Bab 27. POV Clara.Aku berdiri di depan rumah calon Suamiku yang sudah bukan miliknya lagi, rasanya ingin aku pergi darinya. Tapi hati ini sangat terenyuh melihat Pram teriak histeris. Tatapannya nyalang tapi terlihat ada guratan kesedihannya.Aku berpikir ulang, toh sebelum ini aku terbiasa menjalani kehidupan yang serba pas. Bila aku pergi, ke mana? Siapa yang mau menampung wanita yang sudah punya anak sebelum menikah. Bahkan untuk kembali ke kampung halaman saja aku sudah tidak punya muka. Ah, jika teringat masalalu ingin sekali aku mengumpat.Semua ini gara-gara Galang! mantan pacar yang bodoh. Hanya ingin enaknya sendiri, aku tidak boleh KB dan maunya dikeluarkannya di dalam.Setelah tahu aku hamil dia angkat tangan bahkan menyuruhku aborsi. Tentu saja itu tidak akan kulakukan. Sebejatnya aku, aku tidak akan berani melenyapkan nyawa dalam kandungan.Lalu karena keinginan kita yang berbeda, ia pergi begitu saja dan memblokir semua yang berhubungan denganku. Mau tidak mau akhirny
Ah mungkinkah blokiranku sudah dibuka? Segera aku tekan untuk mengirimi permintaan pertemanan. Segera aku mengirimi pesan untuknya.Mengabari kelahiran Amira. Aku berbohong kepadanya bahwa Amira adalah anaknya.Tidak menyangka responnya sangat antusias dan langsung membalas pesanku. Ia mengatakan ingin memboyongku beserta anaknya.Hari yang dijanjikan tiba, dengan perasaan yang tidak menentu aku menanti kehadirannya, akupun sudah mempersiapkan surat pengunduran diri. Siang itu Pram datang bersama ibunya, perasaanku bercampur antara takut dan cemas. Biasanya akan melabrak atau pun mencaci, dan siapa sangka sifatnya jauh dari perkiraanku.Ibunya menerimaku, dia selalu membicarakan menantunya. Tentu saja membicarakan kejelekannya, akhirnya perjuanganku usai. Amira sudah punya Bapak, dan akupun sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarganya. Lepaslah penderitaanku.Di hari pertama aku membuka pintu rumahnya, mataku tertuju dengan wanita yang bernama Sherly. Dia mempunyai wajah canti
“Clara! Jangan membantah!““Bu. Yang berhak mengambil emas ini hanya ibunya, yaitu Clara, Bu.““Halah. Kuaduin Pram nanti biar gak jadi nikahin, Kamu,” ancamnya dengan menuding ke arahku.Bisa-bisanya mengancam seperti itu. Aku pun diam, tidak merespon pun tidak memberikan apa yang dipintanya.Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain, melihat ibu yang terus menggerutu membuat mata ini sepet rasanya. Tidak lama mobil yang ditumpangi Pram sudah terlihat di ujung jalan. Ibu yang melihat itu pun langsung menyambut dengan sedikit berlari di mana putranya memarkirkan mobil itu.“Mana Bapak, Pram?“ Suara ibu masih terdengar olehku, ibu antusias mendatangi Pram yang hendak turun dari mobilnya, lalu ia melongok ke dalam, mungkin untuk mencari suaminya itu. Duh kasihan sekali nasibnya.“Bu, bapak berpesan kalau isterinya berkenan akan menjemput, Ibu. Kalau tidak mungkin dia akan mengunjungi kita dan terpaksa menceraikan, Ibu,” jawab Pram.Aku melihat mimik ibu yang berubah langsung, bahkan bib
POV SherlyAku menatap fokus ke layar ponsel yang sedang memutar video yang dibagikan Lewat group oleh salah satu tetangga. Kedua mata ini menelisik apa yang ada di dalam video ini bagaimana histerisnya mereka. Bahkan terlihat jelas Mas Pram keluar rumah dengan teriak-teriak memanggil namaku. Aku berada di sini mas Pram. Di rumah tetanggamu sendiri yang kamu tidak tahu.Bahkan, mobil yang aku pakai pun di simpan rapi di dalam garansi yang paling dalam dan aku disuruh memakai mobil Tante untuk menyamarkan dari penglihatan mereka ketika aku keluar masuk dari rumah ini.Video berakhir hanya sampai Bapak sama mas Pram ke mana aku tidak tahu. Suara ibu juga tidak terdengar jelas. Tapi yang pastinya Bapak membawa kardus, mungkin pakaiannya.“Pembalasanku belum usai hanya sampai sini. Akan aku lakukan sampai kalian benar-benar putus asa untuk menjalani hidup.Tidak kubiarkan kehidupan kalian akan baik baik saja.Dulu aku kasih hati namun kalian merogoh sampai jantung. Inikan akhir yang kal
Sama sekali aku tidak menyangka Bapak akan berbuat seperti itu, suami yang dibanggakan Ibu ternyata sudah menikah lagi. Pantas saja saat mengetahui anaknya berselingkuh responnya hanya biasa saja dan tidak memarahi ataupun menegur mas Pram. Ia hanya pulang makan lalu pergi lagi seperti tidak mau tahu tentang kehidupan rumah tangganya.Ternyata anak sama bapak sama saja. Sekarang Ibu baru merasakan rasa sakitku yang pernah disepelekan olehmu, Bu. Kamu terlalu sombong dan angkuh, bahkan mengatakan Bapak adalah lelaki yang paling setia. Bahkan membandingkan diriku dengan dirimu. Lihatlah bahkan kamu sudah ditinggal nikah lagi, rasanya ingin berlari keluar untuk mengoloknya. “Karma sudah berjalan, Sherly,” ucap Tante membuyarkan anganku dengan menepuk bahuku.Ia meraih kepalaku lalu membawa ke dapat pelukannya, tangannya pun menepuk-nepuk punggung belakang ini. Ah , hangat sekali. “Tante. Sherly ingin pamit pulang ke kampung halaman, sekalian mau menenangkan diri ini, Tante sampai mend
“Sherly. Kunci mobilnya kok gak diambil?“ teriak Tante Yanti. “Sudah, Tante!“ Aku sedikit teriak karena memang kamu sedang berjauhan, aku di garansi sedangkan Tante masih di dalam.“Pake mobil Tante saja, itu barang ngapain dikeluarkan!“ seru Tante dengan berjalan ke arahku.Aku berhenti saat ingin mengangkat kardus ini. Mobil Tante terlalu bagus untuk dibawa ke kampung, aku takut sampai tergores ataupun kenapa-kenapa. Kalau hanya jarak dekat masih aman. La ini? Ke kampung yang memakan hampir 8 jam untuk pulangnya.Aku menggeleng, “Pakai ini saja, Tante.““Sherly, gak papa. Kalau pakai mobil Tante nanti kita bisa gantian, Tante belum terlalu mahir bila menyetir selain mobil sendiri,” ungkapnya.Aku merenung, ada benarnya ucapan Tante, jujur aku masih meragukan kemampuan mengendarai mobil Berjam-jam karena memang belum pernah. Aku pun menerima tawaran Tante dan mengunci mobil kembali. Aku meraih kunci yang disodorkan Tante. Lalu memasukkan barang-barangku ke dalam bagasi lalu memban
POV PRAM Aku memandang mereka secara gantian di depan rumah yang akan ditempati kita nantinya. Ini diluar perkiraanku, bahkan aku tidak pernah menyangka Sherly tega menyewakan kontrakan yang sangat tidak layak untuk kami.Kami sama-sama tertegun melihat pemandangan ini. Rumah tembok yang belum di cat tapi bukan rumah habis dibangun melainkan bekas pakai. Aku masuk lebih dulu dengan menyibak beberapa rumput yang menghalangi jalan. Dengan menutup hidung ini aku membuka pintu dengan kunci yang sudah aku pegang ini.Aku membukanya, mengintari semua ruangan yang kosong melompong itu, bahkan 1 kursipun tidak tersedia di sana. Tidak ada karpet maupun ranjang yang teronggok di sini.Bagaimana caranya aku akan melewatkan semua ini, sedangkan besok sudah harus bekerja. Kemana aku meminjam di malam hari begini. Belum sempat memecahkan masalah, Clara menyusulku, dia menepuk pundakku.“Sepertinya kita harus mengecat rumah ini dan membeli beberapa perlengkapan, Mas.“Aku diam mendengar dia bicar
Sesampainya kantor. Aku lupa mempersiapkan id card. Bahkan ponselku dalam keadaan mati total. Sial! Aku pun di panggil ke ruangan HRD. Tentu saja karena telat juga memakai pakaian bebas.Ah! Mungkin saja hanya sebuah teguran kecil.Aku pun berjalan ke arah ruangan HRD. Lalu aku mengetuk pintunya.“Masuk!“ teriak seseorang dari dalam.Aku pun membuka pintu lalu masuk dan menutup kembali. “Kamu tahu kan kesalahan apa yang, Kamu lakukan hari ini?“ Aku diam dan semakin menunduk. “Bahkan setelah mengambil cuti panjang, di hari pertama masuk, kamu sudah berangkat kesiangan.“Aku masih diam kerena memang benar adanya.“Lihatlah penampilanmu, apakah, Kamu mau menunjukkan betapa kerennya dirimu karena sudah jalan-jalan ke Bali?“Aku menggaruk tengkuk leher ini yang tidak gatal. Aku sudah tidak punya nyali lagi si sini. Bahkan bila harus menyapu ngepel untuk hukuman pasti akan aku lakukan.“Tanda tangani ini!“ Pak Aris memberikan sebuah dengan sedikit membanting ke atas meja. Aku segera me