ORANG BAIK "Pak, perempatan di depan belok kanan." Arini memberi arahan pada sopir Bu Ningrum. Jalanan menuju ke kos-kosan baru miliknya memang lebih mudah diakses dari pada kos-kosan lamanya. Hanya saja, harga yang ditawarkan tergolong mahal untuk kantong Arini. Entah bagaimana dia membagi keuangannya mulai bulan depan. Bulan ini saja dia harus menjual satu-satunya benda berharga miliknya. Hanya saja memang mulai bulan ini dia tak perlu mengeluarkan biaya pengobatan Naya yang sudah tidak ada."Kenapa pindah?" Bu Ningrum sengaja memancing Arini dengan pertanyaan itu. Dia ingin melihat reaksi Arini terhadap rasa ingin tahunya. Melalui kaca atas mobil, dia bisa melihat bagaimana wajah Arini berubah sendu. Tak dapat dipungkiri mudah sekali melihat seperti apa perasaannya saat ini. "Sudah waktunya pindah saja, Bu. Kami sudah terlalu lama menempati kos-kosan itu. Mungkin yang di atas tidak ingin saya terus-menerus mengingat almarhumah anak saya. Meski sulit sekali tidur di tempat yang
PEMBELAAN Arini berbalik. Matanya membulat melihat Diandra di depannya yang menatapnya penuh intimidasi. Wanita itu seolah puas dengan apa yang dilihatnya, seolah tuduhannya memang terbukti. Diandra mendekat. Ditatapnya Arini dari ujung kaki hingga kepala, kemudian fokusnya pada kantong kresek yang memenuhi tangan Arini. Senyuman sinis disertai wajah penuh hinaan itu dilayangkan Diandra. "Benar, Rin? Kamu menyerah dengan nasib hingga rela menjual diri seperti ini?" "Di, jangan membuatku malu. Ini di jalan raya, tak seharusnya kau membuat kegaduhan semacam ini." "Jawab, Rin! Benar bukan yang dikatakan olehku? Kamu jual diri?" tuduh Diandra tanpa ampun. "Pergi, Di. Jangan membuat dirimu malu dengan tuduhan yang tak masuk akal seperti ini," ujar Arini dengan menekan rasa sabarnya. Sadar betul Arini bahwa di tempatnya yang baru tak seharusnya terjadi keributan semacam ini. Dia tidak ingin orang-orang di sekitarnya tinggal menyangka dirinya macam-macam. Namun malang, Diandra yang kes
AROMA MIE INSTAN Arini menunduk. Dia mengangguk mendengar ucapan Bu Ningrum. Dia masih tidak habis pikir kenapa Diandra begitu membencinya. Arini juga masih menyimpan pertanyaan besar, siapa orang terdekatnya yang dibayar oleh wanita itu? Kenapa setiap pergerakannya seperti diketahui oleh Diandra?Istri Yuda itu bahkan mengetahui dengan persis tempat tinggalnya yang baru. Padahal, Diandra sengaja mencari tempat agak jauh dari tempat lama dan termasuk kos-kosan menengah agar Yuda atau Diandra tidak bisa melacak keberadaannya lagi. dalam pikiran Arini, tentu mereka tidak akan menyangka dia pindah ke kosan yang bayarannya lebih tinggi.“Dia istri mantan suamimu?” Bu Ningrum kembali bertanya.“Iya, Bu. Saya sudah capek berurusan dengan mereka. Saya tidak pernah mengusik tapi mereka selalu menyalahkan saya atas keributan yang terjadi dalam rumah tangganya. memangnya salah saya tetap menjanda? Atau saya salah karena hidup serba kekurangan?” Arini menarik napas panjang. Entah sampai kapan d
RINDU NAYA “Abang kangen Adik ya?” Arini berjongkok dengan bertumpu pada lutut hingga tingginya sejajar dengan Rafa. Dalam keremangan cahaya lilin, dia bisa melihat mata Rafa berkaca-kaca. “Hari minggu nanti kita ziarah ya? Sudah lama kita tidak berkunjung.” Arini membingkai wajah anaknya dengan kedua tangan.“Nanti beli bunga mawar ya, Ma? Naya suka sekali sama wanginya.”“Iya, Sayang.” Arini mengelus kepala Rafa. Dia menarik anaknya ke dalam pelukan. Kehilangan ini terasa sangat menyakitkan. Bagi Rafa yang sehari-hari menghabiskan waktu berdua dengan Naya, kepergian adiknya adalah sebuah mimpi buruk.Kini, apa-apa dilakukan Rafa sendirian. Dulu, dia punya teman saat Arini bekerja. Sekarang, dia hanya bisa memandangi boneka pemberian Widya dulu. Boneka itu yang terakhir kali dipeluk Naya sebelum pingsan dan tak pernah sadarkan diri lagi.“Rafa shalat dulu. Azannya sudah selesai.” Arini tersenyum sambil menghapus air mata saat Rafa bersiap-siap. Dalam hati, dia melangitkan doa. Semo
AWASI ARINI Bu Ningrum menatap jalanan di depannya. Dia yang terbiasa banyak bicara di dalam mobil kini mendadak diam. Pak Ratno—sopirnya, berkali-kali menatap wanita itu dari kaca di atasnya. Tampak dengan jelas wajah Bu Ningrum yang tengah tenggelam memikirkan sesuatu. Wanita itu mengingat kilatan kejadian dari awal pertemuan dirinya dengan Arini . Dia yakin pertemuannya dengan Arini akhir-akhir ini bukan sebuah kebetulan semata. Entah mengapa dia yakin sekali Arini tidak berbohong dengan kisah hidupnya. Wanita yang usianya ditaksir seusia anaknya itu benar-benar tegar layaknya karang. Bahkan dia jauh lebih hebat jika dibandingkan dengan dirinya di masa lalu. Dia masih mampu berdiri tegak bahkan setelah kematian salah satu anaknya. Bu ningrum yakin sekali dia tidak akan bersikap seperti Arini jika dirinyalah yang mengalami kejadian tersebut. "Kadang kala wanita seperti itu, Bu. Dia justru menyalahkan orang lain atas permasalahan yang menimpanya. Dia sibuk menuduh orang lain tet
KISAH MASA LALU Ningrum lunglai. Beruntung bayi di dekapannya tak sampai lepas. Kakinya yang tak bertenaga membuatnya segera duduk di atas kursi kayu panjang yang ada di rumah permanen satu-satunya di wilayah tersebut. Ningrum menatap Lasmi. Gadis itu tertunduk, meremas kedua tangannya satu sama lain. Dia takut sekali menatap wajah istri atasannya. Tidak, sebentar lagi dia pun akan menjadi nyonya di rumah paling mewah di wilayah yang asri itu. Lama-kelamaan dia memberanikan diri mengangkat kepalanya. Dia tepis keraguannya sedikit demi sedikit. Wajah kakak madunya merah padam, seolah api amarah tengah melalap habis wanita itu. "Dia pun sama denganmu, dia akan memberiku pewaris." Ningrum tak mampu berkata-kata. Dia tak bisa menolak. Dia biarkan harga dirinya koyak akibat perlakuan tak adil itu. Bahkan setelah suaminya melangsungkan pernikahan secara sah, dia merasakan rumahnya bak di neraka. Keinginan-keinginan istri muda suaminya terkadang tak masuk akal. Dia yang tengah kerepota
IBU KOS JULID “Bulan depan jangan telat bayar ya, Mbak. Saya tuh baru ngebangun ini tempat. Pengennya cepat-cepat balik modal gitu. Ya maklum, saya juga banyak kebutuhan.” Bu Lela menghitung uang yang baru diberikan Arini.“Iya, Bu, in syaa Allah saya bayar tepat waktu.” Arini mengangguk sopan pada pemilik kos yang sepagi ini sudah menyambangi tempatnya untuk menagih bayaran. “Yang lain-lain itu bayar minimal per tiga bulan, Mbak. Ada juga yang langsung setahun penuh. Ya karena mereka nyaman di sini. Tempatnya rapi dan keamanan juga terjaga. Karena itu sewanya sedikit tinggi. Saya butuh biaya tambahan buat bayar orang untuk menjaga kebersihan tempat ini.” Bu Lela memperhatikan kos-kosan yang masih tertutup rapat.Akhir pekan, sebagian besar penghuni kos menghabiskan waktu untuk istirahat. Ada beberapa yang sudah berangkat berlibur sejak jum’at malam. Kos-kosan sepuluh pintu itu sudah hampir terisi semua. Rata-rata penghuninya adalah anak-anak muda yang baru merintis karir di tempat
DIANDRA MENGACAU Arini berusaha keras menyibak kerumunan saat mendengar suara Yuda membawa-bawa nama Diandra. Ada apa lagi? Dia hanya berharap keributan yang terjadi tidak melibatkan dirinya. Cukup. Dia lelah jika terus-terusan terseret ke pusaran permasalahan pasangan itu yang seperti tidak pernah ada habisnya.“Sejak kapan kamu memata-matai saya?”Arini membelalak melihat Yuda yang sangat emosi. Sementara di hadapannya Dewi menunduk ketakutan. Sebelum berhasil menembus kerumunan sampai depan, seseorang menarik tangan Arini.“Rista.” Arini berbisik lirih saat mengetahui siapa yang menyeretnya menjauh. Dia masih sempat menoleh ke belakang sebelum mereka berbelok di antara rak-rak yang berisi makanan ringan.Dua wanita itu menghentikan langkah dan saling bertatapan saat mendengar suara benda jatuh sangat keras. Sepertinya Yuda membanting ponssel Dewi yang tadi dia pegang. Rista menggeleng pada Arini. Dia langsung menarik tangan Arini dan mengajaknya pergi menjauh.“Ada apa?” Arini ber
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua