SAYA BERSEDIAArini menatap dirinya di depan cermin. Tawaran dari Yovan membuatnya sulit sekali percaya. Laki-laki itu akhirnya luluh dengan permintaan ibunya. Namun kesepakatan yang sudah terlanjur diiyakannya masih membuat Arini ragu. Perjanjian pranikah. Itu artinya akan ada kesepakatan yang terjadi diantara keduanya yang menunjukkan bahwa pernikahan yang mereka jalankan bukan pernikahan sewajarnya dua orang yang saling mendamba.Yovan tak bisa terus-terusan didesak ibunya, Arini sendiri ingin terhindar dari gangguan Yuda yang menurutnya sudah terlalu kelewatan. Laki-laki itu sudah berhasil mengetahui posisinya saat ini, bukan tidak mungkin dia akan membuat ulah di tempat ini. Arini menggelengkan kepalanya perlahan. Pantulan dirinya di cermin terlihat berbeda dari beberapa bulan yang lalu. Tak ada pipi tirus dan lingkaran panda di matanya. Wajahnya kini terlihat jauh lebih segar. Kulitnya pun sudah mulai terawat lagi. Kehidupannya kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Arin
CINCIN "Bukan seperti itu, Sayang. Kamu harus memulainya dari bagian yang paling bawah. Pakai saja warna yang paling tua. Misalkan untuk rumput-rumput, kamu pakai warna hijau yang paling tua ini," ucap Arini mengambilkan oil pastel yang dulu sempat dihadiahkan Rafa untuk adiknya sebelum berpulang. Anak laki-laki itu tersenyum mendapatkan arahan dari sang ibu. Tugas mewarnai dari gurunya di sekolah tidak sempat dia selesaikan. Akhirnya sang guru memintanya melanjutkan di rumah. Rafa memang sedikit kepayahan saat pelajaran seni, terutama seni lukis seperti ini. "Setelah semuanya penuh, kamu ambil lagi warna hijau yang lebih terang, timpa di sekelilingnya." Arini melanjutkan arahannya untuk Rafa. Beruntung sekali Rafa bukan anak yang keras kepala. Dia akan sangat mudah menerima masukan dari orang lain. "Jangan berburu-buru. Jika goresannya tidak hati-hati, maka warna yang dihasilkan juga tidak rata. Warnanya sulit tercampur. Warnanya jadi tidak alami." Arini tersenyum mendapati anak
CINCIN 2"Ibu minta kita membeli cincin pernikahan. Memangnya dulu saat menikah kau dan mantan suamimu tidak pakai cincin?" Yovan duduk di kursi teras tanpa menunggu Arini suruh. Dia dapat melihat raut kesal ada di wajah wanita itu."Pakai." Arini menjawab singkat. Walau masih kesal, dia bersyukur orang yang masuk ke rumah itu adalah Yovan. Dia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi seandainya Yuda yang datang.Yovan mengangguk mendengar jawaban Arini. Lelaki itu memilih memperhatikan halaman rumah yang masih basah. Sepertinya Arini tadi menyiram tanaman hingga masih menyisakan titik-titik air di dedaunan.Beberapa pot melati di sudut halaman mulai berbunga. Putih kecil-kecil dengan lima kelopak, membuat bunga itu indah dipandang. Sementara di sudut lain, apotik hidup melengkapi keasrian halaman.Yovan menarik napas panjang. Rumah ini benar-benar asri setelah ditunggu Arini. Dulu, mamanya juga suka menanam tanaman hias. Namun, tidak sebanyak sekarang. Arini benar-benar memanfaatkan
KERAGUAN YUDA Walau pernikahan mereka hanya terikat kontrak, tapi dia harus menghargai wanita yang akan menyandang status istrinya itu. Seperti juga dia mengharapkan Arini bisa menghargainya nanti. Setidaknya, berdasarkan perjanjian yang mereka buat, mereka akan tampil seperti suami istri pada umumnya di depan orang lain. Bahkan di depan Rafa sekalipun.“Saya mau cincin yang simpel tapi elegan, Mbak. Diamondnya yang kecil saja tapi manis. Emas putih.” Yovan langsung mengutarakan keinginannya begitu penjaga toko melayani mereka. “Cincin untuk kami berdua.” Yovan langsung menjelaskan sebelum penjaga toko bertanya.“Ini beberapa contoh cincin yang kami miliki. Kalau ada yang cocok, nanti saya ambilkan yang sesuai dengan ukuran jari Ibu dan Bapak.” Penjaga toko meletakkan beberapa cincin di hadapan Arini dan Yovan.Sebelum sempat memperhatikan, ponsel Yovan berdering. “Rin? Pilih saja. Aku yakin seleramu bagus.” Yovan bergegas mengangkat telepon dan keluar dari toko agar lebih leluasa.
MEMPERMALUKAN YUDA Laki-laki itu memasukkan ponsel pintar miliknya ke dalam saku. Rahangnya mengeras menatap ke arah kedua orang di depannya. Yuda yang tengah menarik tangannya dengan cepat. “Beginikah sikapmu pada wanita, Pak Yuda Hadiwijaya?” Yovan membidik mata Yuda yang kini terlihat sedikit ketakutan. Dia sudah menyelidiki siapa laki-laki bernama Yovan. Dia bukan orang biasa. Yovan pemilik N Sayurbox yang merupakan perusahaan bergerak di bidang retail dan cukup mempunyai nama. Cabangnya pun sudah banyak, tersebar di beberapa wilayah di negeri ini. Yuda sudah menyelidiki semuanya. “Bisakah kau menyingkir dari sisi calon istriku?” Yovan membuat laki-laki itu tak berkutik. Kakinya diseret menjauh beberapa langkah untuk memberi kesempatan Yovan menyejajarkan tubuhnya dengan Arini. “Seharusnya kau tak membuat keributan di tempat ini. Selain mempermalukan diri sendiri, kau pun sudah membuat calon istriku tak nyaman. Lihatlah, kau membuat dia terganggu dengan sikapmu.” Telinga Yud
YUDA TERJEBAK “Rin. Apakah laki-laki yang telah menyuruhmu membiarkan anakmu bermain seorang diri di playground adalah laki-laki yang menurutmu pantas kau jadikan pelindung?” Yuda mendecih sinis. Ditatapnya Yovan yang masih tetap tenang sekalipun hatinya panas. Laki-laki itu nyatanya pandai sekali menyimpan emosinya. “Pak Yuda Hadiwijaya. Apakah perlu kuberitahu tempat seperti apa yang tengah digunakan calon anakku untuk menghabiskan waktu sambil menunggu ibunya dan saya mencari cincin pernikahan?” Yovan melihat kegentaran di wajah Yuda meski berusaha sekali untuk disembunyikan oleh laki-laki itu. “Playground di tempat ini bahkan dilengkapi oleh petugas khusus untuk mengawasi mereka saat bermain. Keamanan mereka terjamin. Jangan bilang kau baru tahu ada fasilitas seperti itu, Pak Yuda!” Kalimat Yovan memberi tamparan keras mantan suami Arini. Rasanya dia baru saja dipermalukan oleh kenyataan yang baru diurai laki-laki itu. “Bukankah seolah kau baru saja mengatakan pada semua oran
HATI YANG BUSUK Yuda mematung mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Yovan jelas bukan orang biasa. Calon suami Arini itu bahkan tahu persis sepak terjangnya. Padahal, seingat Yuda dia sudah melakukan semuanya dengan sangat hati-hati. Siapa sebenarnya lelaki yang sedang bicara dengannya saat ini?“Mas?”Yuda menarik napas lega. Suara Diandra menyelamatkannya dari ketegangan. Dia melepaskan mata dari tatapan Yovan dan menoleh cepat ke belakang. Seperti biasa, Diandra berdiri dengan anggun di sana. Wanita itu tidak pernah tidak tampil modis. Bahkan, saat bangun tidur pun Diandra tetap terlihat enak dipandang.“Selamat atas rencana pernikahannya, Pak Yovan. Semoga acaranya lancar dan selalu diberikan kesehatan. Kami akan senang sekali kalau Pak Yovan dan Arini memberikan undangan.” Yuda tersenyum lebar dan mengulurkan tangan.Yovan tertawa kecil sambil membalas jabat tangan Yuda. “Tentu, Pak Yuda. Saya akan kirimkan undangan untuk Anda dan istri. Kalau memungkinkan, kami akan antar send
RENCANA MENGGAGALKAN PERNIKAHAN Diandra menggigit bibir mendengar ucapan mertuanya. Dia tidak terpikirkan itu sebelumnya. Tadi dia hanya merasa beruntung sekali Arini bisa menikah dengan pria tampan dan mapan itu. Sekarang, ketakutan mulai memenuhi hatinya. Perlakuan buruknya yang sering mempermalukan dan menghina Arini selama ini berkelebatan tak dapat dicegah.“Eh! Dasar wanita tidak tahu malu. Sudah cerai masih saja mengganggu mantan suami dengan alasan anak. Padahal sendirinya yang kegatelan. Malu-maluin, dasar janda! Kalau nggak punya suami, setidaknya punya harga diri.” Diandra menarik napas panjang mengingat pertemuan terakhirnya dengan Arini. Mereka tidak sengaja bertemu di suatu tempat. Meliihat penampilan Arini yang semakin rapi membuat Diandra ingin mempermalukan wanita itu begitu saja.“Lama tidak bertemu, Diandra.” Arini hanya menatap Diandra sekilas dan bergegas meninggalkannya. Terlihat benar wanita itu tidak mau mencari keributan dan menjadi pusat perhatian disana.Su
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua