JANGAN PENGARUHI IBU SAYA! "Ah, selamat pagi, Pak Yovan! Saya tidak tahu Anda akan datang sepagi ini. Silakan," tawar Arini mempersilakan laki-laki itu duduk di teras rumah minimalis itu. Yovan memandang tempat duduk yang ditunjukkan oleh Arini. Sebagai anak pemilik rumah seharusnya dia bisa duduk di dalam rumah yang kini ditinggalinya. Hatinya yang memang sudah tak nyaman dari berangkat tadi akhirnya makin tergambar jelas dari wajahnya. "Maaf, Pak. Rafa sudah berangkat ke sekolah. Di rumah tidak ada orang lain lagi, saya kira Anda paham maksud saya." Arini meremas kedua tangannya. Dia paham laki-laki itu sedikit tersinggung dengan tawaran Arini duduk di teras rumah. Namun alasan yang dikemukakan wanita itu membuat Yovan tak bisa memaksa. Dia menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi yang usianya mungkin hampir seusia dengan dirinya. Arini dengan cepat ke arah dapur membuat teh manis dan mengambil setoples keripik dari tak lemari dapurnya. Tak lama, dia menyajikannya di depan laki-laki
JAWABAN TEGAS ARINI Teras rumah itu hening seketika. Yovan terengah setelah meluapkan kekesalannya. Sementara Arini menarik napas panjang. Wanita itu mengambil teh dan menyesapnya beberapa tegukan. Setelah berhasil menata perasaan, Arini menegakkan kepala dan tersenyum pada Yovan yang masih menatapnya tajam.“Saya tidak pernah meminta semua bantuan ini, Pak Yovan. Bu Ningrum yang menawarkan, karena posisi saya sedang sulit, saya terima. Saya tidak pernah bercita-cita menjadi manusia yang merepotkan orang lain. Tidak.” Arini menggeleng pelan.“Apa saya yang menuntut agar Bu Ningrum mau mengganti kerugian karena saya ditabrak? Sama sekali tidak pernah. Bapak bisa tanyakan itu pada Ibu. Apa saya memanfaatkan kebaikan beliau? Saya hanya menerima tawaran, kalau menurut Bapak itu memanfaatkan dan menyulitkan, saya minta maaf.” Arini tersenyum tipis melihat Yovan yang mengalihkan pandangan.“Apa saya menarik simpati Bu Ningrum dengan mengumbar cerita? Entahlah. Kami hanya bertukar cerita. S
PENYESALAN YOVANSetelah perasaannya sudah cukup tenang, Yovan menyalakan mobil. Kesibukan jalanan cukup mengalihkan pikiran Yovan dari perasaan tak enak hati pada Arini barusan. Lelaki itu merutuki diri karena tidak bisa berpikir panjang sehingga akhirnya menyakiti orang lain dan mempermalukan diri sendiri.“Yovan! Pulang sekarang! Raline pendarahan lagi.” Yovan mencengkram kemudi erat-erat saat bayangan beberapa tahun lalu melintas di ruang memori. Dia baru saja sampai di kantor saat telepon dari ibunya masuk. Belum sempat duduk di kursi kerja, dia langsung berlari lagi ke luar ruangan.Sejak awal kehamilan, kondisi kesehatan Raline memang tidak terlalu baik. Dari hasil pengecekan lab, terdapat protein yang jumlahnya cukup tinggi di air urin istrinya. Selain itu, tekanan darahnya yang tidak stabil juga menjadi faktor paling mengkhawatirkan bagi Yovan.“Tekanan darah Bu Raline termasuk tinggi, Pak Yovan. Beberapa kali pemeriksaan, tidak pernah berada di bawah ini. Kondisi ini disebut
BAWA ARINI PULANG "Dari mana Ibu jam baru pulang?" Yovan menatap ibunya yang berjalan melewati ruang tengah rumah mereka. Di ruangan itulah biasanya mereka berdua menghabiskan waktu berbincang banyak hal. Hari ini Yovan sengaja pulang lebih awal dari biasanya. Dia hanya ingin sampai di rumah dan memastikan ibunya hari ini tak mendapat laporan dari Arini mengenai kedatangannya ke tempat tinggal wanita itu. "Ibu lelah sekali. Hari ini ibu-ibu komplek rumah Arini berkumpul. Mereka tertarik dengan sayur-mayur yang ditanam olehnya. Jadilah seperti bazar dadakan. Kebetulan sekali dia bongkaran hari ini. Ibu jadi ingat dulu kuat menggendong puluhan kilo kangkung dan selada air dari petani dan menjualnya di pasar-pasar sebelum punya ide mengembangkannya seperti sekarang ini," jawab Bu Ningrum sambil memegang tengkuknya yang terasa pegal. Wanita itu tersenyum meski gurat kelelahan terlihat sekali di wajahnya. Yovan bernapas lega. Melihat reaksi ibunya laki-laki itu yakin sekali Arini tak m
SAKITNYA IBU "Kenapa bisa begini? Tadi pagi saat aku berangkat dia masih baik-baik saja!" Yovan berjalan cepat ke arah kamar ibunya. Seharian ini dia sibuk hingga tak sempat membuka ponselnya sama sekali. Dia tak tahu jika Pak Ratno menghubunginya berkali-kali. Saat pulang tadi baru dia melihat panggilan berulang kali dari laki-laki itu. "Tadi Ibu sudah meminta dokter Wisnu untuk datang. Dia juga sudah diberi obat. Mungkin beliau saat ini sedang beristirahat. Mbok Karti sudah kuminta untuk menemani Ibu di kamar," jelas Pak Ratno sambil berusaha mengimbangi langkah cepat dan lebar Yovan. Selama ini Pak Ratno sudah paham dengan langkah-langkah yang harus dia ambil jika kondisi sedang genting seperti ini. Yovan mengetuk pintu perlahan. Tak lama, pintu pun terbuka dari dalam. Mbok Karti, wajah wanita lanjut usia itu menyembul dari dalam. “Mas Yovan, Ibu baru saja istirahat,” ujar wanita itu sambil menggeserkan tubuhnya memberi jalan Yovan untuk melewati dirinya. “Kata dokter Wisnu I
YUDA MENEMUKAN ARINI DAN RAFA "Rin! Arini! Buka!" Arini terlonjak kaget. Dia hampir melepaskan keranjang berisi sayuran yang baru saja dia petik dari kebun belakang rumah. Hari ini dia akan mengantarkan sayuran organiknya ke toko yang terletak di blok sebelah perumahan yang ditempatinya. Tetapi niat itu urung dilakukannya saat dia melihat mantan suaminya sudah berdiri di depan pagar rumah bercat putih itu. Arini bak melihat hantu. Tubuhnya berkeringat dingin dengan debaran jantung yang menggila. Buru-buru dia memutar tubuhnya untuk kembali ke dalam rumah saat teriakan laki-laki itu kembali terdengar. "Rin! Buka! Mas ingin ketemu Rafa!" teriak Yuda yang akhirnya membuat beberapa orang yang kebetulan melintas melihat kejadian aneh tersebut. "Rin, ayolah. Susah payah akhirnya kutemukan kau di tempat ini. Aku ingin sekali bertemu Rafa. Biarkan aku masuk, Rin!" Yuda mendesak Arini membuka kunci pagar rumah itu. Beruntung sekali hari ini dia belum sempat membuka kunci pagar rumahnya.
PERMINTAAN MAAF YOVAN [ Tidak usah membuka pagar. Kau dan Rafa langsung keluar saja. Saya tunggu di depan ] Arini membaca pesan dari Yovan. Tangannya meremas kuat ponsel pintar miliknya. Rafa menyentuh lengan ibunya dengan lembut. Anak laki-laki itu sudah paham ibunya tengah berada dalam kebimbangan. "Ma, kenapa bukan Pak Ratno yang menjemput kita? Kata Mama kemarin Pak Ratno yang kemari?" Arini menggelengkan kepalanya. Dia pun tidak mengerti mengapa laki-laki itu yang datang menjemput. Bukankah semalam dia mengatakan sopirnya yang akan menjemput mereka?Arini mengambil tas selempang kemudian menuntun Rafa keluar rumah. Dia berusaha mengabaikan tatapan mata Yuda serupa bola api yang siap melesat ke arahnya. Mantan suaminya itu tak mengira dengan keberadaan Yovan yang datang ke rumah Arini. Dia makin yakin bahwa Yovanlah yang membuat Arini bisa tinggal di rumah kini berada di hadapannya. Tangan Yuda mengepal kuat, apalagi saat melihat Rafa yang terlihat ketakutan saat mencuri pand
MENIKAHLAH “Mbak Arini.” Bu Ningrum tersenyum lebar melihat Arini datang. Wanita itu langsung mengelus kepala Rafa yang menyambut tangannya untuk bersalaman. “Rasanya sudah lama kita tidak berjumpa ya, Mbak.” Bu Ningrum terkekeh pelan“Ibu sudah makan?” Arini duduk di samping Bu Ningrum. Dia melihat potongan melon dan buah jeruk yang sudah dikupas terletak di atas meja dekat sana.“Belum, saya malas makan.” Bu Ningrum terkekeh pelan. “Mbak Arini ada perlu apa kemari?” Bu Ningrum tertawa melihat Rafa yang sudah berlarian melihat kolam ikan koi di samping rumah. Suara air mancur di kolam memang terdengar cukup jelas dari sana.“Mau jenguk Ibu saja, khawatir kenapa-kenapa.” Arini tersenyum sopan. Dia melirik ke arah Yovan yang sibuk dengan ponselnya. Entah mengerjakan apa atau berkomunikasi dengan siapa sehingga keningnya berkerut seperti itu. “Ibu mau masak sama Arini? Mana tahu jadi nafsu makan kalau masakan sendiri.”“Wah, ide bagus itu. Ayok, Mbak! Biar ada geraknya juga ini badan s
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua